Kaki Tangguh Warga Baduy, Kuat Berjalan Kaki Ratusan Kilometer dalam Waktu Singkat
A
A
A
Modernisasi kehidupan membuat kita lupa kalau masih ada lokasi yang sulit terjamah oleh kebanyakan manusia, dan di situlah kehidupannya menarik untuk diulas.
Untuk memasuki daerah Baduy Dalam, diperlukan perjalanan panjang dengan pendakian yang cukup menguji nyali. Saat awal tracking menuju Cibeo (kawasan Baduy Dalam), semuanya berjalan aman. Tak lama kemudian menemukan tanjakan yang terlihat sangat curam.
Naik turun perlintasan begitu melelahkan, perjalanan dari Baduy Luar menuju Baduy Dalam kurang lebih memakan waktu sekitar enam jam. Selama dalam perjalanan akan bertemu lima jembatan yang terbuat dari bambu, menandakan sikap hidup suku Baduy yang menyatu dengan alam.
Kalau sudah bertemu jembatan kelima, artinya sudah memasuki perbatasan antara Baduy Luar dan Baduy Dalam. Ini juga berarti kita sudah harus menaati semua peraturan yang berlaku di Baduy Dalam, yang aturannya lebih ketat dibanding desa di kawasan Baduy Luar.
Ketika berada di Baduy Dalam, ada beberapa peraturan yang harus dijalankan. Yaitu tidak boleh mengambil foto dan video. Tujuannya adalah agar tidak mengekspose desa ke luar.
Dilarang Pakai Bahan Kimia
Foto: Instagram @fiyoriza
Selama di Baduy Dalam, kita juga dilarang memakai bahan-bahan kimia seperti sabun, sampo, dan pasta gigi demi menjaga keasrian hutan-hutan di sana. Terus, gimana rasanya mandi tanpa sabun? Ternyata gak masalah, karena di sana tidak ada polusi kendaraan. Udaranya bersih, cuacanya enak.
Air di kawasan Baduy Dalam juga dingin dan segar. Nah, untuk mandi, cuma ada satu bilik yang letaknya di seberang kali. Lumayan kalau harus mondar-mandir menuju bilik untuk keperluan mandi, buang air, atau sekadar mengambil air wudu.
Biliknya tidak ada pintu, jadi sebagai penanda apakah ada orang atau tidak dengan digantungkan sehelai kain.
Di Baduy Dalam, ada kepala adat yang disebut Pu'un. Tapi Pu'un tidak bisa sembarangan ditemui. Bahkan sekadar melewati rumahnya saja tidak boleh. Yang juga tidak boleh dilewati adalah jalan menuju hutan-hutan yang dilindungi.
Selama di sana, tidak terlihat bangunan sekolah, karena orang tua mengajarkan anaknya langsung, mulai dari menulis dan berhitung.
Banyak keunikan yang bisa digali di sana. Aktivitas warga Baduy pada umumnya adalah berkebun. Mereka pergi ke hutan mulai pukul 08.00 untuk mencari kayu dan bahan makanan. Tapi bukan cuma berkebun, mereka juga menjual madu yang dikelola langsung oleh warga Baduy untuk dijual di kota.
Struktur Kaki yang Berbeda
Foto: Instagram @fiyoriza
Uniknya warga Baduy setiap menuju kota seperti Jakarta dan Bogor tidak pernah naik kendaraan. Mereka hanya diperbolehkan berjalan kaki. Kalau melanggar peraturan tersebut, maka akan terjadi hal buruk pada diri mereka seperti sakit atau hal lain.
Mereka hanya berjalan kaki tanpa alas kaki. Waktu yang mereka tempuh hanya sekitar 3-4 jam, sangat tidak masuk akal dengan jarak dan waktu tempuh begitu singkatnya.
Kalau melakukan perjalanan dari Baduy Luar ke Baduy Dalam pun, mereka cuma membutuhkan waktu satu jam. Padahal kalau pengunjung, butuh waktu sampai enam jam.
Telapak kaki warga Baduy memang punya bentuk yang berbeda dengan kaki orang pada umumnya, yaitu jari yang berjarak dan kulit tebal. Itulah yang membuat mereka kuat berjalan ribuan kilometer.
Selama perjalanan menuju kota, mereka cuma membawa tas kain selempang yang diisi oleh pakaian ganti saja tanpa membawa perbekalan lain. Mata uang yang mereka gunakan sama seperti penduduk yang lain, yaitu masih menggunakan rupiah. Suku Baduy pun tetap ada transaksi jual beli lainnya. Uang yang diterima biasanya untuk membeli emas dan ditabung.
Safitri Rochmah
Kontributor GenSINDO
Universitas Al-Azhar Indonesia
Instagram: @safitri.rochmah
Untuk memasuki daerah Baduy Dalam, diperlukan perjalanan panjang dengan pendakian yang cukup menguji nyali. Saat awal tracking menuju Cibeo (kawasan Baduy Dalam), semuanya berjalan aman. Tak lama kemudian menemukan tanjakan yang terlihat sangat curam.
Naik turun perlintasan begitu melelahkan, perjalanan dari Baduy Luar menuju Baduy Dalam kurang lebih memakan waktu sekitar enam jam. Selama dalam perjalanan akan bertemu lima jembatan yang terbuat dari bambu, menandakan sikap hidup suku Baduy yang menyatu dengan alam.
Kalau sudah bertemu jembatan kelima, artinya sudah memasuki perbatasan antara Baduy Luar dan Baduy Dalam. Ini juga berarti kita sudah harus menaati semua peraturan yang berlaku di Baduy Dalam, yang aturannya lebih ketat dibanding desa di kawasan Baduy Luar.
Ketika berada di Baduy Dalam, ada beberapa peraturan yang harus dijalankan. Yaitu tidak boleh mengambil foto dan video. Tujuannya adalah agar tidak mengekspose desa ke luar.
Dilarang Pakai Bahan Kimia
Foto: Instagram @fiyoriza
Selama di Baduy Dalam, kita juga dilarang memakai bahan-bahan kimia seperti sabun, sampo, dan pasta gigi demi menjaga keasrian hutan-hutan di sana. Terus, gimana rasanya mandi tanpa sabun? Ternyata gak masalah, karena di sana tidak ada polusi kendaraan. Udaranya bersih, cuacanya enak.
Air di kawasan Baduy Dalam juga dingin dan segar. Nah, untuk mandi, cuma ada satu bilik yang letaknya di seberang kali. Lumayan kalau harus mondar-mandir menuju bilik untuk keperluan mandi, buang air, atau sekadar mengambil air wudu.
Biliknya tidak ada pintu, jadi sebagai penanda apakah ada orang atau tidak dengan digantungkan sehelai kain.
Di Baduy Dalam, ada kepala adat yang disebut Pu'un. Tapi Pu'un tidak bisa sembarangan ditemui. Bahkan sekadar melewati rumahnya saja tidak boleh. Yang juga tidak boleh dilewati adalah jalan menuju hutan-hutan yang dilindungi.
Selama di sana, tidak terlihat bangunan sekolah, karena orang tua mengajarkan anaknya langsung, mulai dari menulis dan berhitung.
Banyak keunikan yang bisa digali di sana. Aktivitas warga Baduy pada umumnya adalah berkebun. Mereka pergi ke hutan mulai pukul 08.00 untuk mencari kayu dan bahan makanan. Tapi bukan cuma berkebun, mereka juga menjual madu yang dikelola langsung oleh warga Baduy untuk dijual di kota.
Struktur Kaki yang Berbeda
Foto: Instagram @fiyoriza
Uniknya warga Baduy setiap menuju kota seperti Jakarta dan Bogor tidak pernah naik kendaraan. Mereka hanya diperbolehkan berjalan kaki. Kalau melanggar peraturan tersebut, maka akan terjadi hal buruk pada diri mereka seperti sakit atau hal lain.
Mereka hanya berjalan kaki tanpa alas kaki. Waktu yang mereka tempuh hanya sekitar 3-4 jam, sangat tidak masuk akal dengan jarak dan waktu tempuh begitu singkatnya.
Kalau melakukan perjalanan dari Baduy Luar ke Baduy Dalam pun, mereka cuma membutuhkan waktu satu jam. Padahal kalau pengunjung, butuh waktu sampai enam jam.
Telapak kaki warga Baduy memang punya bentuk yang berbeda dengan kaki orang pada umumnya, yaitu jari yang berjarak dan kulit tebal. Itulah yang membuat mereka kuat berjalan ribuan kilometer.
Selama perjalanan menuju kota, mereka cuma membawa tas kain selempang yang diisi oleh pakaian ganti saja tanpa membawa perbekalan lain. Mata uang yang mereka gunakan sama seperti penduduk yang lain, yaitu masih menggunakan rupiah. Suku Baduy pun tetap ada transaksi jual beli lainnya. Uang yang diterima biasanya untuk membeli emas dan ditabung.
Safitri Rochmah
Kontributor GenSINDO
Universitas Al-Azhar Indonesia
Instagram: @safitri.rochmah
(her)