Otak Manusia Ternyata Produksi Bahan Kimia Sejenis Ganja
loading...
A
A
A
CALIFORNIA - Yap, kamu gak salah baca. Ganja atau marijuana yang dimaksud di sini adalah psikotropika yang di Indonesia masuk dalam narkoba golongan satu.
Artinya, di Indonesia ganja cuma boleh digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, bukan untuk terapi, dan punya potensi yang sangat tinggi menyebabkan ketergantungan.
Terus, kenapa bisa otak memproduksi bahan kimia mirip ganja?
Mengutip dari uclahealth.org, sudah hampir 30 tahun yang lalu peneliti menemukan bahwa otak memproduksi bahan kimia sejenis ganja, yang disebut endocannabinoid.
Foto: Freepik
Investigasi taksonomi mengungkapkan bahwa sistem endocannabinoid terbilang sangat tua, telah berkembang lebih dari 500 juta tahun yang lalu.
Selain itu, bahan kimia ini bisa ditemukan di semua vertebrata, mulai dari mamalia, burung, reptil, amfibi, ikan, dan lainnya. Semuanya menghasilkan endocannabinoid.
Penelitian awalnya menunjukkan reseptor endocannabinoid cuma ada di otak dan saraf, tapi para ilmuwan kemudian menemukan bahwa reseptor tersebut ada di seluruh tubuh, termasuk kulit, sel kekebalan, tulang, jaringan lemak, hati, pankreas, otot kerangka, jantung, pembuluh darah, ginjal, dan saluran pencernaan.
Kita sekarang tahu sistem endocannabinoid terlibat dalam berbagai proses, termasuk rasa sakit, ingatan, suasana hati, nafsu makan, stres, tidur, metabolisme, fungsi kekebalan tubuh, dan fungsi reproduksi.
Endocannabinoid bisa dibilang merupakan salah satu molekul pemberi sinyal yang paling luas dan serbaguna yang dikenal manusia.
Foto: Freepik
Daniele Piomelli, profesor farmakologi dan Direktur Pusat Penemuan Obat di Fakultas Kedokteran University of California, Irvine (UCI), dan rekannya, telah menemukan bahwa endocannabinoid berperan penting dalam nyeri yang disebabkan oleh stres.
"Studi ini menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa bahan kimia seperti ganja alami di otak punya kaitan dengan penekanan rasa sakit," ujar Piomelli.
Cannabinoid alami tubuh berfungsi untuk mengendalikan berbagai aktivitas, seperti rasa sakit, kegelisahan dan nafsu makan, sehingga cannabinoid (kandungan aktif dalam ganja) menjadi target yang menarik untuk pengembangan obat.
Obat berbasis cannabinoid pun digunakan untuk mengurangi mual dan merangsang nafsu makan pada pasien kanker dan AIDS.
Tes baru-baru ini juga menunjukkan cannabinoid efektif dalam membantu penanganan penderita sindrom Tourette dan beberapa gejala sklerosis.
Fauziatun Nabila Sudarko
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @fauziatunnabila
Artinya, di Indonesia ganja cuma boleh digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, bukan untuk terapi, dan punya potensi yang sangat tinggi menyebabkan ketergantungan.
Terus, kenapa bisa otak memproduksi bahan kimia mirip ganja?
Mengutip dari uclahealth.org, sudah hampir 30 tahun yang lalu peneliti menemukan bahwa otak memproduksi bahan kimia sejenis ganja, yang disebut endocannabinoid.
Foto: Freepik
Investigasi taksonomi mengungkapkan bahwa sistem endocannabinoid terbilang sangat tua, telah berkembang lebih dari 500 juta tahun yang lalu.
Selain itu, bahan kimia ini bisa ditemukan di semua vertebrata, mulai dari mamalia, burung, reptil, amfibi, ikan, dan lainnya. Semuanya menghasilkan endocannabinoid.
Penelitian awalnya menunjukkan reseptor endocannabinoid cuma ada di otak dan saraf, tapi para ilmuwan kemudian menemukan bahwa reseptor tersebut ada di seluruh tubuh, termasuk kulit, sel kekebalan, tulang, jaringan lemak, hati, pankreas, otot kerangka, jantung, pembuluh darah, ginjal, dan saluran pencernaan.
Kita sekarang tahu sistem endocannabinoid terlibat dalam berbagai proses, termasuk rasa sakit, ingatan, suasana hati, nafsu makan, stres, tidur, metabolisme, fungsi kekebalan tubuh, dan fungsi reproduksi.
Endocannabinoid bisa dibilang merupakan salah satu molekul pemberi sinyal yang paling luas dan serbaguna yang dikenal manusia.
Foto: Freepik
Daniele Piomelli, profesor farmakologi dan Direktur Pusat Penemuan Obat di Fakultas Kedokteran University of California, Irvine (UCI), dan rekannya, telah menemukan bahwa endocannabinoid berperan penting dalam nyeri yang disebabkan oleh stres.
"Studi ini menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa bahan kimia seperti ganja alami di otak punya kaitan dengan penekanan rasa sakit," ujar Piomelli.
Cannabinoid alami tubuh berfungsi untuk mengendalikan berbagai aktivitas, seperti rasa sakit, kegelisahan dan nafsu makan, sehingga cannabinoid (kandungan aktif dalam ganja) menjadi target yang menarik untuk pengembangan obat.
Obat berbasis cannabinoid pun digunakan untuk mengurangi mual dan merangsang nafsu makan pada pasien kanker dan AIDS.
Tes baru-baru ini juga menunjukkan cannabinoid efektif dalam membantu penanganan penderita sindrom Tourette dan beberapa gejala sklerosis.
Fauziatun Nabila Sudarko
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @fauziatunnabila
(it)