CERMIN: tentang Nia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2004. Saya sedang merasakan cinta pertama dengan film dan mulai mengonsumsi film dengan beragam tema-tema sulit dari seluruh dunia, dan dikejutkan dengan Arisanyang dirilis di bioskop.
Saya tak bisa membayangkan jika Arisan diproduksi dan dirilis di bioskop dalam lima tahun terakhir. Tema besar film ini memang mengangkat soal gemerlap kalangan sosialita di Jakarta, tapi juga memberi ruang pada isu yang sensitif: homoseksualitas.
Homoseksualitas dalam sinema Indonesia sesungguhnya bukan hal baru. Duet maut sutradara Wahyu Sihombing dan penulis Asrul Sani terlebih dahulu mengeksplorasinya pada 1988 dalam film Istana Kecantikan. Mathias Muchus didapuk menjadi Nico, gay yang harus berpura-pura menjadi normal ketika didesak menikah oleh orang tuanya.
Soal kepura-puraan dan homoseksualitas kembali diolah Nia Dinata dalam Arisan. Meski 'hanya' menjadi subplot, tapi menarik perhatian publik, juga berkat kecemerlangan Tora Sudiro yang menjadi gay dan memadu kasih dengan Surya Saputra.
Sejak itu, kita mengenal Nia sebagai sutradara yang selalu mengedepankan soal LGBTQ+. Beberapa karyanya tak luput dari unsur itu meski selalu dikemasnya tak vulgar dan masih bisa diterima masyarakat.
Foto: Vidio
Soal LGBTQ+ menjadi isu panas dalam beberapa tahun terakhir. Tapi Nia tetaplah Nia. Ia seperti tak peduli semua itu dan selalu punya cara yang menarik untuk memasukkannya ke dalam cerita yang digarapnya. Seperti pada karyanya yang terakhir, serial Suka Duka Berduka.
Indonesia baru mengenal sistem serial sejak layanan streaming mulai diterima baik oleh masyarakat. Saya memproduksi sekaligus menyutradarai serial Cerita Dokter Cintauntuk Maxstream pada 2019. Kisah 10 episode yang bercerita soal suka duka dokter muda ini dibintangi Deva Mahenra, Prilly Latuconsina, dan Kemal Palevi.
Sejak pandemi, serial mulai ramai diproduksi dan kita mulai melihat upaya untuk memproduksi karya berkualitas yang selama ini sangat jarang kita dapatkan dari stasiun televisi. Begitupun belakangan, tema-tema yang disodorkan serial dalam berbagai layanan streaming cenderung mengulang pola-pola yang sama. Jadinya terasa semakin lama semakin membosankan dan tak menawarkan kesegaran baru.
Suka Duka Berdukadatang dengan tema yang sangat berbeda dan khas Nia. Plot utamanya soal warisan dan dipenuhi dengan subplot yang tak kalah menarik dan terasa betul kekhasan Indonesia-nya.
Setelah kematian datanglah warisan. Opa Rauf meninggal mendadak dan mengguncang rumah di Kemang Selatan itu. Kemang menjadi representasi status sosial dari keluarga itu. Dengan harga rumah yang ditaksir bisa mencapai 30 miliar di kawasan itu, tahulah kita bahwa Nia kembali ke akarnya yang sangat dikuasainya: ia kembali bercerita soal keluarga kelas atas yang problematik.
Foto: Vidio
Kita akan bertemu dengan karakter-karakter yang menarik sepanjang delapan episode. Mulai dari Mitha yang bercerai dari suami bulenya dan membesarkan putra pesepakbola bernama Vano. Lantas ada Ella yang sedang menggebu mendukung suaminya, Paul, menjadi gubernur.
Tentu saja, karakter paling menarik dari tiga bersaudara ini: Rasyid a.k.a Acid, anak bungsu sekaligus anak laki-laki satunya. Acid datang menggandeng perempuan cantik eksotik, tapi sesekali tak bisa menyembunyikan gemulai tubuhnya ketika sedang melintas di depan saudara maupun keponakannya.
Mitha, Ella, dan Acid adalah sosok yang mudah kita temui dalam kehidupan nyata. Nia memang berusaha betul membuat ketiga karakter ini tampak membumi. Meski dandanan mereka tampak betul mahal dengan tas bermerek tapi mereka bertingkah seperti layaknya kita.
Baca Juga: CERMIN: Perempuan Itu Bernama Nana
Ketiganya menyimpan banyak rahasia tapi menjaga citranya habis-habisan di depan orang banyak. Berusaha terlihat kompak di muka umum padahal ketiganya mudah bertikai satu sama lain.
Kepura-puraan, kemunafikan, dan homoseksualitas. Ketiga isu ini ditumpuk begitu saja ke dalam cerita tapi bisa mengalir tanpa menutupi satu sama lain. Soal kepura-puraan, toh kita pun mengalaminya. Berapa banyak dari kita yang selalu pura-pura berusaha keras terlihat bahagia di media sosial?
Berapa banyak dari kita yang selalu pura-pura berusaha keras menutupi identitas kita sebenarnya di media sosial? Berapa banyak dari kita yang selalu pura-pura berusaha keras tampak baik-baik saja di media sosial?
Foto: Vidio
Saya bertemu dengan beberapa sosok mirip Acid dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa di antara mereka bahkan menjalani kehidupan ganda. Di satu sisi menampakkan diri sebagai suami yang bahagia, di sisi lain menutupi diri sebagai pasangan homoseksual yang berbahagia dengan caranya sendiri. Setiap orang pada akhirnya punya standar kebahagiaannya masing-masing dan menjalani pilihan-pilihan tersebut dengan risiko masing-masing.
Baca Juga: 5 Alasan Nonton If You Wish Upon Me, Drama Korea Terinspirasi Kisah Nyata
Dengan pilihan-pilihan yang diambilnya, Nia berusaha jujur sebagai sineas. Sesuatu yang terasa semakin sulit didapatkanpada masa ini, ketika karya dipaksa menjadi sekadar komoditas tanpa identitas, ketika karya terpaksa hadir hanya sebagai produk tanpa jiwa. Kita selalu bisa belajar pada Nia dengan pilihan-pilihan sulit berisiko yang diambilnya selama menjalani kariernya.
SUKA DUKA BERDUKA
Produser: Tia Hendani, Sunil Samtani, Nia Dinata
Sutradara: Nia Dinata, Andri Cung
Penulis Skenario: Agasyah Karim, Khalid Kashogi, Nia Dinata
Pemain: Jihane Elmira, Ersa Mayori, Luna Maya
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute
Saya tak bisa membayangkan jika Arisan diproduksi dan dirilis di bioskop dalam lima tahun terakhir. Tema besar film ini memang mengangkat soal gemerlap kalangan sosialita di Jakarta, tapi juga memberi ruang pada isu yang sensitif: homoseksualitas.
Homoseksualitas dalam sinema Indonesia sesungguhnya bukan hal baru. Duet maut sutradara Wahyu Sihombing dan penulis Asrul Sani terlebih dahulu mengeksplorasinya pada 1988 dalam film Istana Kecantikan. Mathias Muchus didapuk menjadi Nico, gay yang harus berpura-pura menjadi normal ketika didesak menikah oleh orang tuanya.
Soal kepura-puraan dan homoseksualitas kembali diolah Nia Dinata dalam Arisan. Meski 'hanya' menjadi subplot, tapi menarik perhatian publik, juga berkat kecemerlangan Tora Sudiro yang menjadi gay dan memadu kasih dengan Surya Saputra.
Sejak itu, kita mengenal Nia sebagai sutradara yang selalu mengedepankan soal LGBTQ+. Beberapa karyanya tak luput dari unsur itu meski selalu dikemasnya tak vulgar dan masih bisa diterima masyarakat.
Foto: Vidio
Soal LGBTQ+ menjadi isu panas dalam beberapa tahun terakhir. Tapi Nia tetaplah Nia. Ia seperti tak peduli semua itu dan selalu punya cara yang menarik untuk memasukkannya ke dalam cerita yang digarapnya. Seperti pada karyanya yang terakhir, serial Suka Duka Berduka.
Indonesia baru mengenal sistem serial sejak layanan streaming mulai diterima baik oleh masyarakat. Saya memproduksi sekaligus menyutradarai serial Cerita Dokter Cintauntuk Maxstream pada 2019. Kisah 10 episode yang bercerita soal suka duka dokter muda ini dibintangi Deva Mahenra, Prilly Latuconsina, dan Kemal Palevi.
Sejak pandemi, serial mulai ramai diproduksi dan kita mulai melihat upaya untuk memproduksi karya berkualitas yang selama ini sangat jarang kita dapatkan dari stasiun televisi. Begitupun belakangan, tema-tema yang disodorkan serial dalam berbagai layanan streaming cenderung mengulang pola-pola yang sama. Jadinya terasa semakin lama semakin membosankan dan tak menawarkan kesegaran baru.
Suka Duka Berdukadatang dengan tema yang sangat berbeda dan khas Nia. Plot utamanya soal warisan dan dipenuhi dengan subplot yang tak kalah menarik dan terasa betul kekhasan Indonesia-nya.
Setelah kematian datanglah warisan. Opa Rauf meninggal mendadak dan mengguncang rumah di Kemang Selatan itu. Kemang menjadi representasi status sosial dari keluarga itu. Dengan harga rumah yang ditaksir bisa mencapai 30 miliar di kawasan itu, tahulah kita bahwa Nia kembali ke akarnya yang sangat dikuasainya: ia kembali bercerita soal keluarga kelas atas yang problematik.
Foto: Vidio
Kita akan bertemu dengan karakter-karakter yang menarik sepanjang delapan episode. Mulai dari Mitha yang bercerai dari suami bulenya dan membesarkan putra pesepakbola bernama Vano. Lantas ada Ella yang sedang menggebu mendukung suaminya, Paul, menjadi gubernur.
Tentu saja, karakter paling menarik dari tiga bersaudara ini: Rasyid a.k.a Acid, anak bungsu sekaligus anak laki-laki satunya. Acid datang menggandeng perempuan cantik eksotik, tapi sesekali tak bisa menyembunyikan gemulai tubuhnya ketika sedang melintas di depan saudara maupun keponakannya.
Mitha, Ella, dan Acid adalah sosok yang mudah kita temui dalam kehidupan nyata. Nia memang berusaha betul membuat ketiga karakter ini tampak membumi. Meski dandanan mereka tampak betul mahal dengan tas bermerek tapi mereka bertingkah seperti layaknya kita.
Baca Juga: CERMIN: Perempuan Itu Bernama Nana
Ketiganya menyimpan banyak rahasia tapi menjaga citranya habis-habisan di depan orang banyak. Berusaha terlihat kompak di muka umum padahal ketiganya mudah bertikai satu sama lain.
Kepura-puraan, kemunafikan, dan homoseksualitas. Ketiga isu ini ditumpuk begitu saja ke dalam cerita tapi bisa mengalir tanpa menutupi satu sama lain. Soal kepura-puraan, toh kita pun mengalaminya. Berapa banyak dari kita yang selalu pura-pura berusaha keras terlihat bahagia di media sosial?
Berapa banyak dari kita yang selalu pura-pura berusaha keras menutupi identitas kita sebenarnya di media sosial? Berapa banyak dari kita yang selalu pura-pura berusaha keras tampak baik-baik saja di media sosial?
Foto: Vidio
Saya bertemu dengan beberapa sosok mirip Acid dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa di antara mereka bahkan menjalani kehidupan ganda. Di satu sisi menampakkan diri sebagai suami yang bahagia, di sisi lain menutupi diri sebagai pasangan homoseksual yang berbahagia dengan caranya sendiri. Setiap orang pada akhirnya punya standar kebahagiaannya masing-masing dan menjalani pilihan-pilihan tersebut dengan risiko masing-masing.
Baca Juga: 5 Alasan Nonton If You Wish Upon Me, Drama Korea Terinspirasi Kisah Nyata
Dengan pilihan-pilihan yang diambilnya, Nia berusaha jujur sebagai sineas. Sesuatu yang terasa semakin sulit didapatkanpada masa ini, ketika karya dipaksa menjadi sekadar komoditas tanpa identitas, ketika karya terpaksa hadir hanya sebagai produk tanpa jiwa. Kita selalu bisa belajar pada Nia dengan pilihan-pilihan sulit berisiko yang diambilnya selama menjalani kariernya.
SUKA DUKA BERDUKA
Produser: Tia Hendani, Sunil Samtani, Nia Dinata
Sutradara: Nia Dinata, Andri Cung
Penulis Skenario: Agasyah Karim, Khalid Kashogi, Nia Dinata
Pemain: Jihane Elmira, Ersa Mayori, Luna Maya
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute
(ita)