Belajar tentang Mimpi para Perempuan dari Film Little Women
loading...
A
A
A
JAKARTA - Film ini bercerita tentang masa remaja March bersaudara yang beranjak dewasa dan berusaha menggapai impian mereka. Banyak pesan yang bisa dipetik khususnya bagi perempuan.
Film “Little Women” diadaptasi dari novel karya Louisa May Alcott dengan judul yang sama. Cerita yang menarik dan mengandung pemikiran feminisme membuat novel ini banyak diadaptasi menjadi serial televisi dan film.
Berbeda dengan film yang dirilis pada tahun-tahun sebelumnya, film "Little Women" yang dirilis pada Desember 2019 terasa lebih ringan dan mengalir lancar tanpa harus kehilangan kualitas ceritanya. Versi ini disutradai oleh Greta Gerwig, yang juga mampu menampilkan sinematografi yang apik.
Alur film dibuat maju mundur, dan Greta membungkus kisah remaja March bersaudara dengan atmosfer yang hangat sekaligus realistis. Gak heran, dalam situs web aggregator rottentomatoes.com, film ini mencetak rating 95%, berdasarkan 376 ulasan.
1. HIDUP KELUARGA SEDERHANA
Foto: Sony Pictures
Berlatar belakang masa perang saudara pada 1800-an di Amerika Serikat, keluarga March bisa dibilang bukanlah keluarga yang kaya raya. Walaupun begitu, Jo (Saoirse Ronan), Meg (Emma Watson), Amy (Florence Pugh), dan Beth (Eliza Scanlen) dan ibu mereka Marmee (Laura Dern) suka menolong keluarga lain yang juga miskin. Mereka juga sabar menunggu ayah mereka untuk pulang dari perang.
2. PENTINGNYA MENGHARGAI MIMPI ORANG LAIN
Foto: Sony Pictures
March bersaudara punya kegemaran dan impian yang berbeda satu sama lain. Meg sangat menggemari seni akting dan impiannya ingin membangun keluarga yang harmonis. Jo sangat suka menulis dan tentu impiannya menjadi penulis sukses yang akan dikenang sejarah. Amy yang ceria sangat suka melukis dan ingin menjadi seniman di Eropa, serta bisa dicintai oleh seseorang yang dicintainya. Sementara Beth si bungsu yang pendiam sangat menyukai piano dan keinginan terbesarnya kelak bisa terus menemani ibu dan ayahnya di rumah sambil memainkan piano.
Dalam salah satu adegan saat Jo meragukan pernikahan Meg dan menyuruhnya kabur, Meg justru berkata, “Just because my dreams are different than yours, it doesn’t mean they’re unimportant” ("Mimpiku memang berbeda denganmu, tapi bukan berarti mimpiku tidak penting").
Di sini, Meg mengajarkan kita untuk menghargai impian orang lain, dalam hal ini mimpi sesama perempuan. Mau jadi ibu rumah tangga, mau mengejar mimpi sampai ke langit, atau mau jadi ibu rumah tangga sambil bekerja, semua pilihan harus dihargai.
3. BERPEGANG TEGUH PADA IMPIAN
Foto: Sony Pictures
Jo adalah gambaran perempuan yang ambisius, idealis, dan tomboi, berbeda dengan kebanyakan perempuan pada masa itu. Walaupun demikian, Laurie (Timothee Chalamet) tetangganya yang kaya raya tetap jatuh hati kepada Jo. Banyak yang berharap keduanya bisa bersatu, tapi tekad Jo dalam menggapai impiannya lebih besar dibanding perasaannya kepada Laurie.
Jo tahu betul apa yang akan dihadapinya kalau menikah dengan Laurie, “I’d hate elegant society, you’d hate my scribbling. And we would be unhappy, and we’d wish we hadn’t done it, and everything would be horrid.” (Aku benci masyarakat yang elegan, kamu benci dengan coretanku. Dan kita akan tidak bahagia, dan kita berharap kita tidak melakukannya, dan semuanya akan jadi mengerikan.")
Jo March saat itu beranggapan bahwa pernikahan akan menghambatnya untuk mencapai impiannya “Teddy, I don’t believe I will ever marry. I’m happy as I am. And I love my liberty too well to be in any hurry to give it up.” ("Teddy, aku tidak percaya bahwa aku akan menikah. Aku bahagia dengan kondisi seperti ini. Dan aku terlalu mencintai kebebasanku untuk melepasnya begitu saja.")
Ada masanya Jo melemah saat mengejar mimpinya, tapi pada akhirnya kerja keras dan keteguhannya memperlihatkan hasil yang gemilang.
4. SALING MENDUKUNG MIMPI ORANG LAIN
Foto: Sony Pictures
Kegigihan Jo March berbuah manis saat ia berhasil mencapai impiannya menjadi penulis tanpa harus menulis cerita klasik yang membuat tokoh perempuannya mati atau menikah pada akhir cerita. Ia berhasil menuliskan kisahnya bersama kakak-adiknya.
Film ini mengandung banyak kejutan, yang berhasil menggali apa sebenarnya yang benar-benar March bersaudara inginkan dalam hidup mereka.
Adita Roro Lastamimi
Kontributor GenSINDO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Instagram: @adietarr
Film “Little Women” diadaptasi dari novel karya Louisa May Alcott dengan judul yang sama. Cerita yang menarik dan mengandung pemikiran feminisme membuat novel ini banyak diadaptasi menjadi serial televisi dan film.
Berbeda dengan film yang dirilis pada tahun-tahun sebelumnya, film "Little Women" yang dirilis pada Desember 2019 terasa lebih ringan dan mengalir lancar tanpa harus kehilangan kualitas ceritanya. Versi ini disutradai oleh Greta Gerwig, yang juga mampu menampilkan sinematografi yang apik.
Alur film dibuat maju mundur, dan Greta membungkus kisah remaja March bersaudara dengan atmosfer yang hangat sekaligus realistis. Gak heran, dalam situs web aggregator rottentomatoes.com, film ini mencetak rating 95%, berdasarkan 376 ulasan.
1. HIDUP KELUARGA SEDERHANA
Foto: Sony Pictures
Berlatar belakang masa perang saudara pada 1800-an di Amerika Serikat, keluarga March bisa dibilang bukanlah keluarga yang kaya raya. Walaupun begitu, Jo (Saoirse Ronan), Meg (Emma Watson), Amy (Florence Pugh), dan Beth (Eliza Scanlen) dan ibu mereka Marmee (Laura Dern) suka menolong keluarga lain yang juga miskin. Mereka juga sabar menunggu ayah mereka untuk pulang dari perang.
2. PENTINGNYA MENGHARGAI MIMPI ORANG LAIN
Foto: Sony Pictures
March bersaudara punya kegemaran dan impian yang berbeda satu sama lain. Meg sangat menggemari seni akting dan impiannya ingin membangun keluarga yang harmonis. Jo sangat suka menulis dan tentu impiannya menjadi penulis sukses yang akan dikenang sejarah. Amy yang ceria sangat suka melukis dan ingin menjadi seniman di Eropa, serta bisa dicintai oleh seseorang yang dicintainya. Sementara Beth si bungsu yang pendiam sangat menyukai piano dan keinginan terbesarnya kelak bisa terus menemani ibu dan ayahnya di rumah sambil memainkan piano.
Dalam salah satu adegan saat Jo meragukan pernikahan Meg dan menyuruhnya kabur, Meg justru berkata, “Just because my dreams are different than yours, it doesn’t mean they’re unimportant” ("Mimpiku memang berbeda denganmu, tapi bukan berarti mimpiku tidak penting").
Di sini, Meg mengajarkan kita untuk menghargai impian orang lain, dalam hal ini mimpi sesama perempuan. Mau jadi ibu rumah tangga, mau mengejar mimpi sampai ke langit, atau mau jadi ibu rumah tangga sambil bekerja, semua pilihan harus dihargai.
3. BERPEGANG TEGUH PADA IMPIAN
Foto: Sony Pictures
Jo adalah gambaran perempuan yang ambisius, idealis, dan tomboi, berbeda dengan kebanyakan perempuan pada masa itu. Walaupun demikian, Laurie (Timothee Chalamet) tetangganya yang kaya raya tetap jatuh hati kepada Jo. Banyak yang berharap keduanya bisa bersatu, tapi tekad Jo dalam menggapai impiannya lebih besar dibanding perasaannya kepada Laurie.
Jo tahu betul apa yang akan dihadapinya kalau menikah dengan Laurie, “I’d hate elegant society, you’d hate my scribbling. And we would be unhappy, and we’d wish we hadn’t done it, and everything would be horrid.” (Aku benci masyarakat yang elegan, kamu benci dengan coretanku. Dan kita akan tidak bahagia, dan kita berharap kita tidak melakukannya, dan semuanya akan jadi mengerikan.")
Jo March saat itu beranggapan bahwa pernikahan akan menghambatnya untuk mencapai impiannya “Teddy, I don’t believe I will ever marry. I’m happy as I am. And I love my liberty too well to be in any hurry to give it up.” ("Teddy, aku tidak percaya bahwa aku akan menikah. Aku bahagia dengan kondisi seperti ini. Dan aku terlalu mencintai kebebasanku untuk melepasnya begitu saja.")
Ada masanya Jo melemah saat mengejar mimpinya, tapi pada akhirnya kerja keras dan keteguhannya memperlihatkan hasil yang gemilang.
4. SALING MENDUKUNG MIMPI ORANG LAIN
Foto: Sony Pictures
Kegigihan Jo March berbuah manis saat ia berhasil mencapai impiannya menjadi penulis tanpa harus menulis cerita klasik yang membuat tokoh perempuannya mati atau menikah pada akhir cerita. Ia berhasil menuliskan kisahnya bersama kakak-adiknya.
Film ini mengandung banyak kejutan, yang berhasil menggali apa sebenarnya yang benar-benar March bersaudara inginkan dalam hidup mereka.
Adita Roro Lastamimi
Kontributor GenSINDO
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Instagram: @adietarr
(it)