Sejarah Manhwa: dari Politik, Manga, ke Romansa

Sabtu, 13 November 2021 - 09:50 WIB
loading...
Sejarah Manhwa: dari Politik, Manga, ke Romansa
Kelahiran manhwa tak lepas dari situasi politik di Korea Selatan, dan kini bertransformasi menjadi kisah beragam genre. Foto/Kim Soo-ji
A A A
JAKARTA - Manhwa adalah istilah untuk menyebut komik dari Korea Selatan. Manhwajuga punya sejarah panjang terkait politik negara tersebut.

Dimulai pada 1909, Lee Do-yeong, ilustrator Korea modern pertama menciptakan komik satire satu panel berjudul Saphwa. Mengutip Manga Planet, awalnya, sebelum disebut sebagai manhwa , masyarakat Korea pada masa itu menyebutnya sebagai “ilustrasi tulisan”.

Komik satu panel itu diterbitkan di harian Daehan Minbo pada 2 Juni 1909. Manhwa itu berisi kritik sosial terhadap upaya Jepang menaklukkan Korea. Komik inilah yang disebut sebagai kartun Korea pertama.

Setahun berikutnya, setelah Jepang menduduki Korea, karyanya pun dihentikan oleh Jepang karena mengandung satire pada penjajah.

Korea berada di bawah kekuasaan Jepang pada 1910-1945. Selama itu, unsur-unsur bahasa dan budaya Jepang masuk ke dalam masyarakat Korea. Seniman Korea pun mulai mengenal manga yang menjadi cikal bakal munculnya manhwa.

Kemudian, pada 1923, Kim Dong-sung menerbitkan komik berjudul How To Draw Manhwa, yang menjadi landasan membuat komik bagi seniman Korea saat itu dan membuat istilah manhwa mulai populer digunakan di Korea.

Sejarah Manhwa: dari Politik, Manga, ke Romansa

Foto: Lee Do-Yeong/Lambiek Comicpledia

Kim Yong-Hwan,mulai membuat majalah komik pertama Korea, yaitu Manhwa Haengjin pada 1948. Namun, majalah tersebut menuai kontroversi lantaran gambar sampul yang tidak pantas. Manhwa Haengjin pun langsung ditutup oleh pemerintah. Secara keseluruhan, masa-masa awal kemunculan manhwa adalah untuk menyampaikan kritik sosial dan isu politik.

Baca Juga: 6 Komik Korea Isekai Seru yang Mengajak Kamu Bereinkarnasi ke Dunia Lain

Popularitas dan genre manhwa berkembang setelah Perang Korea dari 1950-an hingga 1960-an. Hal ini ditandai dengan munculnya Manhwabang atau kamar manhwa, tempat membaca seri terbaru manhwa secara gratis ataupun dengan tarif tertentu. Tercipta juga genre baru seperti sunjeong, cerita romantis yang ditujukan untuk perempuan muda.

Manhwa dan Masa Kegelapannya

Menanggapi meningkatnya publikasi manhwa serta perubahan sosial dan politik di Korea Selatan, pada 1960-an, pemerintah Korea Selatan menciptakan monopoli distribusi komik dan mulai memberlakukan undang-undang sensor dan pertimbangan yang ketat sehingga menekan banyak penerbit dan seniman manhwa.

Pada sekitar tahun 1960-an hingga 1970-an, manhwa pernah dianggap tabu di Korea saat dimulainya rezim militer di Korea Selatan. Pemerintah Korea yang sedang getol membangun usai kemerdekaan menganggap manhwa dapat merusak etos anak-anak. Pada saat itu, banyak manhwa yang dibakar karena dianggap mengganggu pendidikan.

Sejarah Manhwa: dari Politik, Manga, ke Romansa

Foto: LINE Webtoon

Namun, setelah kematian Presiden Park Chung-Hee, era yang mengekang manhwa pun juga berakhir pada 1980. Pada periode ini, manhwa makin populer. Lalu, pada 2004, portal pencarian Korea Selatan, Naver, meluncurkan LINE Webtoon, sebuah platform daringuntuk mendistribusikan manhwa secara daring dan gratis. Ini membuat popularitas manhwa sampai ke luar Korea, termasuk Indonesia.

Manhwa vs Manga

Selain bahasa dan negara asal, ada perbedaan mencolok antara manhwa dan manga. Manga dapat dibaca dari kanan ke kiri dan dari atas ke bawah, sedangkan manhwa dibaca dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah.

Baik cetak maupun digital, manga hampir selalu dibuat hitam-putih; sedangkan manhwa memiliki warna yang lebih bervariasi. Namun, apabila dicetak, manhwa akan dibuat hitam-putih. “Manhwa kalau diterbitin enggak berwarna. Ada yang berwarna, tapi enggak banyak,” jelas Ramandha Tryana, 19, mahasiswi pembaca manga dan manhwa.

Sementara dari segi penggambaran, mayoritas gambar dalammanhwa lebih semi-realis ketimbang manga. “Manhwa gambarnya lebih tajam dan detail banget. Terus karena kebanyakan manga enggak berwarna, jadi terasa bedanya,” ujar Nasya Zahrotunida, 18, mahasiswi yang juga hobi membaca manga dan manhwa.

Hal ini juga disetujui oleh Azrah Maysa, 19, seorang freelancer yang gemar membaca manga dan manhwa. “Karakter-karakternya digambar jelas, dari mata, mulut, anggota badan, hampir mirip ke real life dan detail banget. Bahkan, ada manhwa yang kayak bukan manhwa karena saking detail gambarnya,” ucapnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1150 seconds (0.1#10.140)