Review Film Lafran, Biopik Pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri film Indonesia kembali menghadirkan film biografi pahlawan nasional berjudul Lafran. Film ini telah tayang di jaringan bioskop Indonesia.
Sesuai judulnya, film ini mengisahkan tentang Lafran Pane yang merupakan pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ia mendirikan HMI pada 5 Februari 1947. Sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/TAHUN 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, pada 6 November 2017 Lafran Pane resmi dinobatkan sebagai pahlawan nasional Indonesia.
Setelah mendapat gelar tersebut, pada 2020 KAHMI dan Reborn Initiatives memutuskan untuk memproduksi biopik Lafran Pane menjadi sebuah film. Film Lafran disutradarai oleh Faozan Rizal yang pernah menggarap biopikHabibie & Ainun (2012) dan Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta (2018).
Adapun para pemainnya ada Dimas Anggara, Mathias Muchus, Lala Karmela, Aryo Wahab, Farandika, Alfie Alfandy, dan Tanta Ginting. Meski produksinya sempat tertunda sekitar enam tahun karena adanya pandemi Covid-19, film ini akhirnya dapat diselesaikan dan diharapkan mampu meningkatkan rasa nasionalisme bagi para penonton terutama bagi anak-anak muda.
Film yang menempatkan Dimas Anggara sebagai Lafran ini diawali dengan menampilkan Lafran kecil yang memiliki sifat cerdas, tapi kurang disiplin. Karena hal itu Lafran dipindahkan dari desa kelahirannya. Namun setelah remaja justru ia tumbuh menjadi pemberontak bahkan sempat menjadi petinju jalanan.
Setelah didorong oleh para abangnya untuk menyalurkan emosinya lewat karya, Lafran mulai menuju ke jalan yang benar dan berhenti menjadi petinju. Pada masa penjajahan Jepang, Lafran sempat dipenjara karena membela hak para pribumi, tapi dirinya bebas berkat pengorbanan ayahnya.
Foto:Reborn Initiatives
Namun karena itu pula ia harus pergi dari desanya. Lafran memutuskan untuk berkuliah di Yogyakarta, tapi ia malah terganggu dengan umat Islam yang justru saling berdebat satu sama lain.
Dia juga gelisah melihat kaum muslim terpelajar yang larut dalam sekularisme dan melupakan ibadah. Hal inilah yang menjadi motivasi baginya untuk mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Secara keseluruhan film Lafran dapat dikatakan sangat efektif. Ini karena dalam durasi sekitar 100 menit saja, film ini dapat merangkum perjalanan seorang Lafran Pane dari seorang anak yang sering bolos sekolah hingga menjadi tokoh kunci dalam berdirinya HMI.
Tentu film ini juga memiliki banyak pesan yang dapat meningkatkan rasa nasionalisme bagi para penonton. Meski memiliki nuansa Islam yang cukup kuat, tapi filmnya sama sekali bukan film agama sehingga dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Justru film ini dapat membuka pikiranpenonton tentang pentingnya keberagaman dan saling menghormati satu sama lain bagi keberlangsungan sebuah bangsa. Film ini juga mengajarkan arti sebuah pengorbanan untuk mencapai sebuah kepentingan bersama.
Foto: Reborn Initiatives
Untuk akting dari para pemain tentu tidak perlu diragukan lagi. Dimas Anggara yang dipilih sebagai Lafran Pane berhasil menyampaikan rasa semangat juang yang tinggi yang dimiliki oleh pahlawan nasional Indonesia tersebut.
Tokoh-tokoh lain yang dihadirkan dalam film ini juga saling mengisi satu sama lain sehingga film ini tidak terasa membosankan. Ada sisi komedi serta sisi haru secara bersamaan dalam satu film yang dikemas dengan sangat apik.
Latar yang dihadirkan juga cukup sesuai mempresentasikan latar waktu sekitar akhir masa penjajahan Belanda dan Jepang hingga awal tahun kemerdekaan Indonesia. Selain latar, kostum para pemain juga sangat sesuai dengan karakter masing-masing.
Yang paling mengesankan dalam film Lafran adalah konflik utama dalam film ini terasa sangat dekat dengan yang terjadi di Indonesia saat ini. Ini membuat penonton bisa belajar dari sejarah dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Foto: Reborn Initiatives
Jika berbicara soal editing dan pemilihan musik latar, film ini juga hampir tidak memiliki kekurangan. Perpindahan scene dari satu ke yang lain terasa sangatmulus sehingga penonton tidak dibuat bingung dengan alurnya. Musik latar yang dipilih juga membuat emosi dalam film ini dapat tersalurkan dengan baik kepada para penonton.
Sesuai judulnya, film ini mengisahkan tentang Lafran Pane yang merupakan pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ia mendirikan HMI pada 5 Februari 1947. Sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/TAHUN 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, pada 6 November 2017 Lafran Pane resmi dinobatkan sebagai pahlawan nasional Indonesia.
Setelah mendapat gelar tersebut, pada 2020 KAHMI dan Reborn Initiatives memutuskan untuk memproduksi biopik Lafran Pane menjadi sebuah film. Film Lafran disutradarai oleh Faozan Rizal yang pernah menggarap biopikHabibie & Ainun (2012) dan Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta (2018).
Adapun para pemainnya ada Dimas Anggara, Mathias Muchus, Lala Karmela, Aryo Wahab, Farandika, Alfie Alfandy, dan Tanta Ginting. Meski produksinya sempat tertunda sekitar enam tahun karena adanya pandemi Covid-19, film ini akhirnya dapat diselesaikan dan diharapkan mampu meningkatkan rasa nasionalisme bagi para penonton terutama bagi anak-anak muda.
Sinopsis Film Lafran
Film yang menempatkan Dimas Anggara sebagai Lafran ini diawali dengan menampilkan Lafran kecil yang memiliki sifat cerdas, tapi kurang disiplin. Karena hal itu Lafran dipindahkan dari desa kelahirannya. Namun setelah remaja justru ia tumbuh menjadi pemberontak bahkan sempat menjadi petinju jalanan.
Setelah didorong oleh para abangnya untuk menyalurkan emosinya lewat karya, Lafran mulai menuju ke jalan yang benar dan berhenti menjadi petinju. Pada masa penjajahan Jepang, Lafran sempat dipenjara karena membela hak para pribumi, tapi dirinya bebas berkat pengorbanan ayahnya.
Foto:Reborn Initiatives
Namun karena itu pula ia harus pergi dari desanya. Lafran memutuskan untuk berkuliah di Yogyakarta, tapi ia malah terganggu dengan umat Islam yang justru saling berdebat satu sama lain.
Dia juga gelisah melihat kaum muslim terpelajar yang larut dalam sekularisme dan melupakan ibadah. Hal inilah yang menjadi motivasi baginya untuk mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Review Film Lafran
Secara keseluruhan film Lafran dapat dikatakan sangat efektif. Ini karena dalam durasi sekitar 100 menit saja, film ini dapat merangkum perjalanan seorang Lafran Pane dari seorang anak yang sering bolos sekolah hingga menjadi tokoh kunci dalam berdirinya HMI.
Tentu film ini juga memiliki banyak pesan yang dapat meningkatkan rasa nasionalisme bagi para penonton. Meski memiliki nuansa Islam yang cukup kuat, tapi filmnya sama sekali bukan film agama sehingga dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Justru film ini dapat membuka pikiranpenonton tentang pentingnya keberagaman dan saling menghormati satu sama lain bagi keberlangsungan sebuah bangsa. Film ini juga mengajarkan arti sebuah pengorbanan untuk mencapai sebuah kepentingan bersama.
Foto: Reborn Initiatives
Untuk akting dari para pemain tentu tidak perlu diragukan lagi. Dimas Anggara yang dipilih sebagai Lafran Pane berhasil menyampaikan rasa semangat juang yang tinggi yang dimiliki oleh pahlawan nasional Indonesia tersebut.
Tokoh-tokoh lain yang dihadirkan dalam film ini juga saling mengisi satu sama lain sehingga film ini tidak terasa membosankan. Ada sisi komedi serta sisi haru secara bersamaan dalam satu film yang dikemas dengan sangat apik.
Latar yang dihadirkan juga cukup sesuai mempresentasikan latar waktu sekitar akhir masa penjajahan Belanda dan Jepang hingga awal tahun kemerdekaan Indonesia. Selain latar, kostum para pemain juga sangat sesuai dengan karakter masing-masing.
Yang paling mengesankan dalam film Lafran adalah konflik utama dalam film ini terasa sangat dekat dengan yang terjadi di Indonesia saat ini. Ini membuat penonton bisa belajar dari sejarah dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Foto: Reborn Initiatives
Jika berbicara soal editing dan pemilihan musik latar, film ini juga hampir tidak memiliki kekurangan. Perpindahan scene dari satu ke yang lain terasa sangatmulus sehingga penonton tidak dibuat bingung dengan alurnya. Musik latar yang dipilih juga membuat emosi dalam film ini dapat tersalurkan dengan baik kepada para penonton.