Review Film Pendek Delete: Film Pendek Itu Film, Bukan Fragmen di TikTok

Rabu, 20 Maret 2024 - 18:30 WIB
loading...
Review Film Pendek Delete: Film Pendek Itu Film, Bukan Fragmen di TikTok
Film pendek Delete membawa isu yang menarik dan relevan, tapi dieksekusi dengan tidak tepat. Foto/YouTube Indosat Ooredoo Hutchison
A A A
JAKARTA - Tahun 2019. Setelah memproduseri sembilan film bioskop, saya memutuskan mengejar mimpi saya menjadi sutradara dengan pertama kali menyutradarai film pendek.

Buat saya, belajar menjadi sutradara melalui film pendek adalah sesungguh-sungguhnya proses belajar sebenar-benarnya. Dengan keterbatasan sumber daya, biaya hingga durasi filmnya, maka sutradara yang menjadi penentu visi dari filmnya perlu betul-betul belajar bagaimana menyampaikan pesan secara efektif dalam waktu terbatas.

Dua film pendek pertama yang saya sutradarai masing-masing berjudul Hari ke 40 dan Family Room bisa disaksikan secara gratis di layanan streaming Maxstream. Dari kedua film tersebut, saya kembali diyakinkan bahwa nyawa semua film/serial sesungguhnya adalah skenario, bukan pada isu yang ingin diangkat pada film/serial tersebut.



Film pendek berjudul Delete yang menjadi pemenang Gold dan Best of the Best dari Festival Film Pendek SOS 2023 yang diselenggarakan Indosat mengukuhkan keyakinan saya tersebut. Delete boleh saja datang dengan isu penting dan relevan yang terdengar semakin nyaring hingga hari-hari ini, tapi dieksekusi layaknya fragmen pendek yang bisa disaksikan di TikTok tak serta merta membuatnya bisa dikualifikasikan sebagai film pendek berkualitas.

Review Film Pendek Delete: Film Pendek Itu Film, Bukan Fragmen di TikTok

Foto: YouTube Indosat Ooredoo Hutchison

Sejak menit pertama Delete dibuka, kita langsung dipaksa masuk ke dalam dunia yang dikonstruksi sutradara Aulia Raudha. Kita tak diajak berkenalan terlebih dahulu dengan tokoh utama filmnya. Padahal ia seharusnya membuat kita menginvestasikan waktu untuk tahu, juga peduli pada yang akan terjadi padanya setelah menit demi menit berlangsung.

Sayangnya skenario tak melakukan upaya itu. Delete sibuk bercoleteh ke sana-ke mari layaknya fragmen di TikTok yang mementingkan narasi dan tak mencoba berpegang pada khittah film sebagai media visual.

Oleh karena itulah dalam banyak hal, film ini terdengar berceloteh terlalu berlebihan, memuntahkan informasi yang terlampau banyak tanpa membuat kita peduli dengan si tokoh utama. Tak ada informasi ap apun terkait soal mengapa si tokoh utama bisa begitu kejam pada orang yang tak dikenalnya di media sosial.

Review Film Pendek Delete: Film Pendek Itu Film, Bukan Fragmen di TikTok

Foto: YouTube Indosat Ooredoo Hutchison

Jadinya memang Delete begitu melelahkan menontonnya hanya dalam enam menit durasinya karena menyajikan “war” yang biasa kita lihat di media sosial tanpa mencoba menggali lebih dalam tentang motivasi hingga apa yang bisa kita lakukan jika menghadapi kejadian serupa di dunia nyata.

Delete hadir sekadar memotret tanpa berusaha mencoba menyadarkan penonton betapa pentingnya berinternet secara positif, betapa pentingnya saling menghargai baik di dunia maya maupun di dunia nyata.

Sebagai fragmen ala TikTok, Delete bisa saja dianggap berhasil dan dielu-elukan. Namun sebagai film pendek, Delete gagal merangkul semua kelebihan yang dimiliki media visual serevolusioner film.

Review Film Pendek Delete: Film Pendek Itu Film, Bukan Fragmen di TikTok

Foto: YouTube Indosat Ooredoo Hutchison

Begitupun kita tak bisa memalingkan muka bahwa sekali lagi isu yang disajikan dalam Delete terlampau penting untuk dilewatkan begitu saja. Tapi menjual isu penting saja tentu tak cukup, juga perlu kapasitas yang cukup untuk menginjeksikannya isu penting ke dalam sebuah storytelling yang menarik layaknya sebuah film.



Sayang sekali memang karena sekali lagi kita masih belum memandang penting perlunya belajar bercerita secara efektif terlebih dahulu melalui skenario, sebelum kelak memvisualkannya sebagai film, bukan sekadar sebagai fragmen.

Semoga ke depannya pembuat film hari ini semakin sadar untuk terus belajar berbicara dalam bahasa film sehingga bisa menyampaikan pesannya dengan baik ke segenap lapisan masyarakat dengan baik pula.

Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1167 seconds (0.1#10.140)