Review Film The Three Blackbirds: Homoseksualitas dalam Keluarga Islami

Rabu, 14 Februari 2024 - 15:32 WIB
loading...
A A A
Hal inilah yang membuat Marus akhirnya memutuskan untuk mengirim Halal ke pesantren sebagai tempat untuk ‘memperbaiki’ anaknya agar menjadi lelaki seutuhnya dengan ketertarikan seksual yang ‘normal’.

Islam dengan jelas menganggap homoseksualitas sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, sebagaimana tercermin dalam kisah Nabi Luth A.S., yang menjelaskan bahwa ketertarikan terhadap sesama jenis adalah hal yang dilarang dalam ajaran Islam.

Pesantren sering kali menjadi opsi bagi sebagian keluarga yang berpegang teguh terhadap nilai-nilai agama untuk membuat anak mereka patuh terhadap ajaran Islam. Para orang tua mempercayai pesantren sebagai tempat untuk mendidik anak-anak sesuai ajaran agama, yang harapannya kelak mereka bisa menjadi putra-putri yang sholeh dan sholehah, serta senantiasa berbakti terhadap orang tuanya.

Hal ini sedikit mengingatkan pada pengalaman pribadi ketika saya menghabiskan tiga tahun di pesantren selama masa pendidikan SMP. Hanya bedanya pada proses pengambilan keputusan, kalau Halal dipesantrenkan oleh orang tuanya, maka pilihan saya lahir dari dorongan keinginan pribadi.

Dalam konteks tema dalam film ini, memasukkan anak ke dalam pesantren mungkin bisa saja menjadi opsi yang tepat untuk 'memperbaiki' seseorang agar bisa memiliki orientasi seksual yang 'lurus'. Terlebih lagi di pesantren banyak diajarkan soal nilai-nilai Islami yang bisa membuat seseorang lebih dekat dengan Tuhannya.

Namun ada juga potensi yang kontradiktif, bahwa keputusan tersebut justru bisa membuat anak memiliki ruang lebih terhadap eksplorasi identitas atau preferensi seksualitasnya. Sebagaimana terlihat dalam lingkungan pesantren yang kesehariannya banyak melibatkan interaksi dengan individu sejenis, yang bukan tidak mungkin hal ini bisa menjadi peluang seseorang untuk lebih mendalami dan mengeksplorasi dimensi seksualitasnya.

Sejauh ini memang tidak ada riset yang pasti.Namun melihat dari pengalaman pribadi selama menempuh pendidikan di pesantren, beberapa orang memang terlihat menunjukkan ketertarikan terhadap sesama jenis meski sudah tinggal di lingkungan dengan nilai agama yang kuat.

Sedikit ironis, ketika sebagian orang tua menganggap pesantren sebagai tempat yang suci. Namun nyatanya beberapa kali saya menemukan atau bahkan mengalami tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam yang diajarkan.

Sama halnya dengan keputusan Marus yang memilih pesantren sebagai sarana untuk menyembuhkan Halal, tapi pada akhirnya tidak sejalan dengan yang diharapkan.

The Three Blackbirds dibuka dengan kepulangan Halal setelah tiga tahun menempuh pendidikan agama di pesantren. Pemilihan tone warna hitam-putih dan pembangunan atmosfer yang sunyi seolah menggambarkan kepulangan Halal bukan merupakan sesuatu yang menggembirakan baginya.

Review Film The Three Blackbirds: Homoseksualitas dalam Keluarga Islami

Foto: Vidsee

Esok harinya suara azan berkumandang dari mulut sang ayah, diiringi dengan suara tangisan bayi. Ini seolah mengartikan bahwa Halal, anak bungsunya telah terlahir dengan jiwa yang berbeda, kembali menjadi anak yang suci dan terlepas dari dosa-dosanya.

Berbeda dengan Halal, sang kakak, Kan'an, memiliki kepribadian yang berbanding terbalik, mungkin hingga 180 derajat. Halal cenderung terlihat seperti anak yang pendiam dan penurut, berbeda dengan Kan'an yang terlihat seperti anak nakal.

Film ini menggambarkan homoseksual sebagai sebuah dosa yang sangat berat. Namun uniknya juga memperlihatkan adanya inkonsistensi moral terhadap nilai Islam yang dipegang teguh oleh Marus.

Meski terlihat seperti orang yang taat pada ajaran Islam, tapi nyatanya sang ayah malah menutup mata terhadap dosa lain. Ia hanya berfokus pada dosa anaknya yang mempunyai ketertarikan terhadap sesama jenis.

Kalau ingin membandingkan, tentu sang kakak juga tak luput dari dosa. Namun dosa tersebut agaknya tertutup oleh karakter Kan’an yang lebih terlihat ‘lelaki’ dibanding adiknya, jadilah dosanya seolah termaafkan.

Namun substansi film rasanya bukan untuk mencari mana dosa yang lebih berat, atau mencari siapa yang benar dan siapa yang salah. Justru The Three Blackbirds ingin mengajak penonton untuk turut merasakan bagaimana seseorang yang dinilai memiliki penyimpangan seksual hidup di tengah lingkungan yang konservatif dan kuat dalam menganut ajaran Islam.



Baik The Three Blackbirds maupun sejumlah film bertema sejenis yang disebutkan di awal memiliki benang merah tentang penerimaan terhadap individu queer oleh masyarakat. Masing-masing film menggambarkan bagaimana realitas kehidupan mereka sering kali dipenuhi dengan tantangan yang berat, termasuk sulitnya mendapatkan penerimaan dari berbagai lapisan masyarakat.

Meski masyarakat telah berkembang dalam berbagai aspek, stigma dan diskriminasi terhadap komunitas queer tetap menjadi kenyataan yang masih sulit dihindari.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1136 seconds (0.1#10.140)