CERMIN AWARDS: 10 Film dan Serial Internasional Terbaik 2023
loading...
A
A
A
Selama lampu itu menyala, selama itu pula ada ruang aman bagi perempuan untuk menyelamatkan diri dari kemalangan yang hendak menimpanya.
Foto: Netflix
Dari A Star Is Born ke Maestro adalah lompatan luar biasa jauh bagi Bradley Cooper. Ia kini mendorong dirinya ke luar dari kenyamanan, masuk menelikung ke dalam kehidupan Lenny (panggilan Leonard) dan istrinya, Felicia, yang tak banyak diketahui orang.
Bradley menulis skenarionya bersama Josh Singer dan sekaligus memainkan peran sebagai Leonard. Bahkan Martin Scorsese dan Steven Spielberg yang menjadi produser dalam Maestro tak bisa melakukan yang dilakoni Bradley sekaligus.
Di tangan Bradley, kita melihat sosok flamboyan Lenny sejak awal. Mudah sekali akrab dengan siapa pun berkat pembawaannya yang ceria dan sekaligus karismatik, juga tentu saja dengan kepiawaiannya melakoni beragam peran (sebagaimana Bradley). Lenny adalah seorang dirigen, komposer, serta pencipta lagu.
Tapi Lenny juga adalah seorang suami bagi Felicia yang sangat mencintainya dan tiga orang anak yang sangat mengidolakan ayahnya. Kita tahu ada 'musim panas' yang terus menggelegak dalam diri Lenny yang sudah dilihat Felicia sejak awal. 'Musim panas' itulah yang membuatnya hidup dan membuatnya bisa mengisi hidupnya dengan musik.
Foto:O'Brother Distribution
Kisah Clara dalam film The Night of the 12th yang diputar sebagai bagian dari Festival Sinema Prancis 2023 adalah sebuah kisah fiksi. Ia terinspirasi dari kisah nyata yang ditulis novelis Pauline Guena dalam sebuah buku yang sama menggetarkannya dengan tulisan Hikayat Kebo berjudul 18.3: A Year at the Station.
Dalam laman Books From France, buku ini ditulis sebagai “sebuah kisah yang luar biasa: untuk pertama kalinya, sebuah kantor polisi membuka pintunya bagi seorang novelis, yang menghabiskan satu tahun bersama pasukannya.Selama setahun, novelis Pauline Guéna magang di kantor polisi dekat Paris dalam regu kejahatan, narkoba, dan anti-kejahatan terorganisir".
"Siang dan malam, dari kantor yang kotor hingga tempat kejadian perkara, dari penangkapan hingga interogasi, dari petugas koroner hingga ibu yang menangis, dia melihat dan mencatat semuanya. Hasilnya adalah sebuah kisah sastra yang luar biasa, karena kegeniusan kreatif para penulis dengan mudah menyaingi para penjahat".
Dominic Moll merentang kisah Clara dalam sebuah penyelidikan yang meresahkan, membuat frustasi dan mengubah cara pandang kita tentang kemanusiaan. Yohan, polisi yang memimpin penyelidikan atas kasus Clara, awalnya seperti kita semua, ingin sesegera mungkin mengupas tuntas kasus kejahatan ini.
Bersama timnya, ia menyisir tempat kejadian perkara (TKP), mengumpulkan sejumlah bukti, mewawancarai banyak orang, tak hanya orang tua Clara yang remuk dengan peristiwa mengerikan, tapi juga para pria yang dianggap menjadi kawanan “pria yang salah yang dijatuhi cinta oleh Clara".
Foto:Universal Pictures
Yang membuat terkesima adalah cara Christopher Nolan mengambil pendekatan yang tak pernah terbayangkan. Ia menjadikan kisah bagaimana Robert J. Oppenheimer yang sebelumnya dianggap berjasa oleh negaranya lantas integritasnya hendak dihancurkan oleh kalangan tertentu hanya karena dendam pribadi.
Kita pun melihat Robert sama saja seperti kita, yang tak pernah imun dengan prasangka, selalu bergulat dengan emosi-emosi internalnya yang kompleks dan tak tercerabut dari statusnya sebagai seorang suami dan ayah. Selama tiga jam dipaku ke kursi bioskop, kita menyadari satu hal yang tak pernah sejelas ini sebelumnya: begini seharusnya kita membuat film biopik. Fokus, intens, dan memuat pergulatan-pergulatan emosi seorang manusia.
Dalam sebuah wawancara, pembuat film dokumenter peraih Oscar, Alex Gibney, mengatakan bahwa film biopik memang selayaknya punya esensi dan tahu titik serangnya. “It’s finding an essence. It’s finding an attack.” Ditambahkannya lagi bahwa film biopik yang bagus selayaknya menghindar dari keinginan melakukan semuanya. “I think the ones that are less successful are the ones that dutifully try to do everything, and in trying to do everything, end up with nothing.”
Foto: CJ ENM
Past Lives membentangkan ceritanya dari usia Nora menginjak 12 tahun dan bersahabat dengan Hae Sung. Lebih tepatnya menjadi sahabat yang kompetitif. Terutama Nora yang selalu ingin mendapat peringkat di kelas yang lebih baik dari Hae Sung.
Tapi kita tahu bahwa cinta pertama bisa terjadi dengan beragam cara. Bagi Hae Sung, Nora adalah cinta pertamanya. Dan kita tahu cinta pertama susah betul dilupakan.
Bahkan hingga 24 tahun kemudian. Ketika Nora sudah bertahun-tahun bermigrasi ke Kanada dan akhirnya menikah dengan pria berkebangsaan Amerika. Hae Sung tetap setia dengan perasaan yang dipeliharanya bertahun-tahun. Perlahan Celine memperkenalkan kita dengan sebuah konsep yang menurutnya dikenal secara universal di Asia, tak hanya di Korea. Sebuah konsep yang dikenal dengan nama Inyeon.
4. MAESTRO (Sutradara: Bradley Cooper)
Foto: Netflix
Dari A Star Is Born ke Maestro adalah lompatan luar biasa jauh bagi Bradley Cooper. Ia kini mendorong dirinya ke luar dari kenyamanan, masuk menelikung ke dalam kehidupan Lenny (panggilan Leonard) dan istrinya, Felicia, yang tak banyak diketahui orang.
Bradley menulis skenarionya bersama Josh Singer dan sekaligus memainkan peran sebagai Leonard. Bahkan Martin Scorsese dan Steven Spielberg yang menjadi produser dalam Maestro tak bisa melakukan yang dilakoni Bradley sekaligus.
Di tangan Bradley, kita melihat sosok flamboyan Lenny sejak awal. Mudah sekali akrab dengan siapa pun berkat pembawaannya yang ceria dan sekaligus karismatik, juga tentu saja dengan kepiawaiannya melakoni beragam peran (sebagaimana Bradley). Lenny adalah seorang dirigen, komposer, serta pencipta lagu.
Tapi Lenny juga adalah seorang suami bagi Felicia yang sangat mencintainya dan tiga orang anak yang sangat mengidolakan ayahnya. Kita tahu ada 'musim panas' yang terus menggelegak dalam diri Lenny yang sudah dilihat Felicia sejak awal. 'Musim panas' itulah yang membuatnya hidup dan membuatnya bisa mengisi hidupnya dengan musik.
5. The Night of the 12th (Sutradara: Dominik Moll)
Foto:O'Brother Distribution
Kisah Clara dalam film The Night of the 12th yang diputar sebagai bagian dari Festival Sinema Prancis 2023 adalah sebuah kisah fiksi. Ia terinspirasi dari kisah nyata yang ditulis novelis Pauline Guena dalam sebuah buku yang sama menggetarkannya dengan tulisan Hikayat Kebo berjudul 18.3: A Year at the Station.
Dalam laman Books From France, buku ini ditulis sebagai “sebuah kisah yang luar biasa: untuk pertama kalinya, sebuah kantor polisi membuka pintunya bagi seorang novelis, yang menghabiskan satu tahun bersama pasukannya.Selama setahun, novelis Pauline Guéna magang di kantor polisi dekat Paris dalam regu kejahatan, narkoba, dan anti-kejahatan terorganisir".
"Siang dan malam, dari kantor yang kotor hingga tempat kejadian perkara, dari penangkapan hingga interogasi, dari petugas koroner hingga ibu yang menangis, dia melihat dan mencatat semuanya. Hasilnya adalah sebuah kisah sastra yang luar biasa, karena kegeniusan kreatif para penulis dengan mudah menyaingi para penjahat".
Dominic Moll merentang kisah Clara dalam sebuah penyelidikan yang meresahkan, membuat frustasi dan mengubah cara pandang kita tentang kemanusiaan. Yohan, polisi yang memimpin penyelidikan atas kasus Clara, awalnya seperti kita semua, ingin sesegera mungkin mengupas tuntas kasus kejahatan ini.
Bersama timnya, ia menyisir tempat kejadian perkara (TKP), mengumpulkan sejumlah bukti, mewawancarai banyak orang, tak hanya orang tua Clara yang remuk dengan peristiwa mengerikan, tapi juga para pria yang dianggap menjadi kawanan “pria yang salah yang dijatuhi cinta oleh Clara".
6. Oppenheimer (Sutradara: Christopher Nolan)
Foto:Universal Pictures
Yang membuat terkesima adalah cara Christopher Nolan mengambil pendekatan yang tak pernah terbayangkan. Ia menjadikan kisah bagaimana Robert J. Oppenheimer yang sebelumnya dianggap berjasa oleh negaranya lantas integritasnya hendak dihancurkan oleh kalangan tertentu hanya karena dendam pribadi.
Kita pun melihat Robert sama saja seperti kita, yang tak pernah imun dengan prasangka, selalu bergulat dengan emosi-emosi internalnya yang kompleks dan tak tercerabut dari statusnya sebagai seorang suami dan ayah. Selama tiga jam dipaku ke kursi bioskop, kita menyadari satu hal yang tak pernah sejelas ini sebelumnya: begini seharusnya kita membuat film biopik. Fokus, intens, dan memuat pergulatan-pergulatan emosi seorang manusia.
Dalam sebuah wawancara, pembuat film dokumenter peraih Oscar, Alex Gibney, mengatakan bahwa film biopik memang selayaknya punya esensi dan tahu titik serangnya. “It’s finding an essence. It’s finding an attack.” Ditambahkannya lagi bahwa film biopik yang bagus selayaknya menghindar dari keinginan melakukan semuanya. “I think the ones that are less successful are the ones that dutifully try to do everything, and in trying to do everything, end up with nothing.”
7. Pasti Lives (Sutradara: Celine Song)
Foto: CJ ENM
Past Lives membentangkan ceritanya dari usia Nora menginjak 12 tahun dan bersahabat dengan Hae Sung. Lebih tepatnya menjadi sahabat yang kompetitif. Terutama Nora yang selalu ingin mendapat peringkat di kelas yang lebih baik dari Hae Sung.
Tapi kita tahu bahwa cinta pertama bisa terjadi dengan beragam cara. Bagi Hae Sung, Nora adalah cinta pertamanya. Dan kita tahu cinta pertama susah betul dilupakan.
Bahkan hingga 24 tahun kemudian. Ketika Nora sudah bertahun-tahun bermigrasi ke Kanada dan akhirnya menikah dengan pria berkebangsaan Amerika. Hae Sung tetap setia dengan perasaan yang dipeliharanya bertahun-tahun. Perlahan Celine memperkenalkan kita dengan sebuah konsep yang menurutnya dikenal secara universal di Asia, tak hanya di Korea. Sebuah konsep yang dikenal dengan nama Inyeon.