CERMIN: Perkara Menikah Orang Indonesia Memang Tak Ada Habisnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 1990. Sutradara Nya Abbas Akup merilis film Boneka dari Indiana. Kisahnya tentang seorang suami yang dijadikan boneka oleh istrinya sendiri.
Nama Nya Abbas Akup mungkin tak secemerlang Teguh Karya dalam skena sinema Indonesia. Namun jika menelusuri jejak karya-karyanya, kita akan terperangah. Banyak dari karya-karyanya tak sekadar klasik tapi juga bisa mencampurbaurkan genre komedi yang disenanginya dengan kritik sosial yang pekat. Kelebihan Nya Abbas Akup lainnya adalah ramuan itu terbukti laris di bioskop.
Salah satunya Boneka dari Indiana yang membuatnya beroleh nomine Penulis Cerita Asli Terbaik dalam FFI 1991. Cerita tentang Egy, seorang suami yang bisa jadi paling pantas menjadi ketua dari ISTI (Ikatan Suami Takut Istri). Egy membiarkan hidupnya dikendalikan sepenuhnya oleh Cece, istrinya. Tapi ada masa Egy merasa perlu untuk mengambil kembali hidupnya dari tangan istrinya sendiri.
Nama Ody C Harahap juga mungkin tak sementereng nama Riri Riza dalam skena sinema Indonesia kontemporer. Namun Ody juga pernah beberapa kali berhasil menyutradarai film komedi dengan kritik sosial yang kental. Mungkin yang paling kita ingat ketika tahun 2008, ia memotret situasi unik di salah satu wilayah di negeri ini melalui Kawin Kontrak.
Saya pernah menjadi associate producer untuk film komedi Cinta/Mati yang disutradarai Ody yang memotret perkara dua orang yang ingin bunuh diri dengan segala kekonyolannya. Serupa dengan Nya Abbas Akup, meski laris manis, Kawin Kontrak juga 'cuma' dihargai nomine Pemeran Pendukung Pria Terbaik untuk Lukman Sardi.
Foto: Screenplay Films
Lalu15 tahun setelahnya, Ody kembali ke ranah komedi dengan menggarap film berjudul menarik, Mohon Doa Restu. Sekilas kita terkesan familier dengan judulnya. Di benak sebagian besar penonton, juga saya, apa lagi, sih, yang bisa segar dan menarik aat membicarakan seputar sepasang manusia yang hendak menikah?
Tapi ternyata, kita membicarakan Indonesia saat perkara menikah bagi sebagian besar warganya mungkin memang tak akan pernah ada habisnya.
Mari berkenalan dengan Satya. Laki-laki dewasa yang membiarkan sebagian besar aspek dari hidupnya dikendalikan sepenuhnya oleh ibunya, Ira. Seperti Egy, Satya menjadi boneka kesayangan ibunya dan nyaris tak punya kuasa menentukan apa pun dalam hidupnya, termasuk soal menikah.
Di sudut berbeda, kita bertemu dengan Mel yang justru ingin mengendalikan segala hal dalam hidupnya. Ia bahkan memimpikan pernikahan sempurna dengan pasangan terbaik. Tapi apa sesungguhnya makna sempurna dan terbaik pada hari-hari ini?
Sempurna bisa jadi ilusi yang tak akan mungkin bisa digapai oleh seorang manusia. Manusia lahir tak hanya dengan segala kelebihan, tapi juga dengan segala kekurangannya. Yang menjadikan kita manusia adalah ketidaksempurnaan.
Foto: Screenplay Films
Sama halnya dengan hasrat mendapatkan “terbaik” yang akan dengan mudah dikonfrontasi untuk mendapatkan kesepahaman dengan banyak orang. Terbaik buat saya belum tentu jadi terbaik buat orang tua saya, juga sebaliknya.
Di tengah-tengah Satya dan Mel ada pasangan Arif dan Widi, ayah dan ibu Mel. Berada dalam lingkungan ibu dominan dan ayah penurut justru membuat Mel tak ingin mengikuti begitu saja kemauan ibunya.
Ia punya mimpi-mimpinya meski mungkin muluk-muluk. Ia punya cita-citanya sendiri meski mungkin terdengar utopis. Tapi Mel tahu bahwa masa depannya harus ditentukan sendiri olehnya, juga oleh suaminya kelak.
Yang mengejutkan dari Mohon Doa Restu bukan soal Jefri Nichol yang memainkan peran yang sukar disukai itu dengan menarik, atau soal Dea Panendra yang selalu berhasil mencuri perhatian, atau soal duet Cut Mini dan Sarah Sechan yang meluberkan tawa dalam 106 menit durasinya. Namun bagaimana Ody menyikapi soal bagaimana campur tangan orang tua dalam kehidupan anak-anaknya.
Sebagai orang tua, Ody bisa jadi belajar dari pengalamannya sendiri, juga pengalaman orang-orang di sekelilingnya yang membuatnya bisa melihat masalah ini lebih dalam dan sama sekali tak berpihak. Sesungguhnya kritik ini terasa pedas bagi orang tua yang selalu memaksakan kehendak pada anaknya, tapi Ody berhasil membuat kritik ini terasa cair dan tak jarang menyentuh.
Foto:Screenplay Films
Dalam Mohon Doa Restu, anak tak perlu selalu menuruti kata-kata orang tua dan tentu tak perlu pula menjadi durhaka karenanya. Orang tua juga berbesar hati mengakui kesalahannya kepada anaknya, sebelum semuanya terlambat. Posisi orang tua dan anak pun setara, anak tetap menghormati orang tua, tapi orang tua juga perlu memberi teladan yang baik bagi kehidupan anak-anaknya kelak.
Nama Nya Abbas Akup mungkin tak secemerlang Teguh Karya dalam skena sinema Indonesia. Namun jika menelusuri jejak karya-karyanya, kita akan terperangah. Banyak dari karya-karyanya tak sekadar klasik tapi juga bisa mencampurbaurkan genre komedi yang disenanginya dengan kritik sosial yang pekat. Kelebihan Nya Abbas Akup lainnya adalah ramuan itu terbukti laris di bioskop.
Salah satunya Boneka dari Indiana yang membuatnya beroleh nomine Penulis Cerita Asli Terbaik dalam FFI 1991. Cerita tentang Egy, seorang suami yang bisa jadi paling pantas menjadi ketua dari ISTI (Ikatan Suami Takut Istri). Egy membiarkan hidupnya dikendalikan sepenuhnya oleh Cece, istrinya. Tapi ada masa Egy merasa perlu untuk mengambil kembali hidupnya dari tangan istrinya sendiri.
Nama Ody C Harahap juga mungkin tak sementereng nama Riri Riza dalam skena sinema Indonesia kontemporer. Namun Ody juga pernah beberapa kali berhasil menyutradarai film komedi dengan kritik sosial yang kental. Mungkin yang paling kita ingat ketika tahun 2008, ia memotret situasi unik di salah satu wilayah di negeri ini melalui Kawin Kontrak.
Saya pernah menjadi associate producer untuk film komedi Cinta/Mati yang disutradarai Ody yang memotret perkara dua orang yang ingin bunuh diri dengan segala kekonyolannya. Serupa dengan Nya Abbas Akup, meski laris manis, Kawin Kontrak juga 'cuma' dihargai nomine Pemeran Pendukung Pria Terbaik untuk Lukman Sardi.
Foto: Screenplay Films
Lalu15 tahun setelahnya, Ody kembali ke ranah komedi dengan menggarap film berjudul menarik, Mohon Doa Restu. Sekilas kita terkesan familier dengan judulnya. Di benak sebagian besar penonton, juga saya, apa lagi, sih, yang bisa segar dan menarik aat membicarakan seputar sepasang manusia yang hendak menikah?
Tapi ternyata, kita membicarakan Indonesia saat perkara menikah bagi sebagian besar warganya mungkin memang tak akan pernah ada habisnya.
Mari berkenalan dengan Satya. Laki-laki dewasa yang membiarkan sebagian besar aspek dari hidupnya dikendalikan sepenuhnya oleh ibunya, Ira. Seperti Egy, Satya menjadi boneka kesayangan ibunya dan nyaris tak punya kuasa menentukan apa pun dalam hidupnya, termasuk soal menikah.
Di sudut berbeda, kita bertemu dengan Mel yang justru ingin mengendalikan segala hal dalam hidupnya. Ia bahkan memimpikan pernikahan sempurna dengan pasangan terbaik. Tapi apa sesungguhnya makna sempurna dan terbaik pada hari-hari ini?
Sempurna bisa jadi ilusi yang tak akan mungkin bisa digapai oleh seorang manusia. Manusia lahir tak hanya dengan segala kelebihan, tapi juga dengan segala kekurangannya. Yang menjadikan kita manusia adalah ketidaksempurnaan.
Foto: Screenplay Films
Sama halnya dengan hasrat mendapatkan “terbaik” yang akan dengan mudah dikonfrontasi untuk mendapatkan kesepahaman dengan banyak orang. Terbaik buat saya belum tentu jadi terbaik buat orang tua saya, juga sebaliknya.
Di tengah-tengah Satya dan Mel ada pasangan Arif dan Widi, ayah dan ibu Mel. Berada dalam lingkungan ibu dominan dan ayah penurut justru membuat Mel tak ingin mengikuti begitu saja kemauan ibunya.
Ia punya mimpi-mimpinya meski mungkin muluk-muluk. Ia punya cita-citanya sendiri meski mungkin terdengar utopis. Tapi Mel tahu bahwa masa depannya harus ditentukan sendiri olehnya, juga oleh suaminya kelak.
Yang mengejutkan dari Mohon Doa Restu bukan soal Jefri Nichol yang memainkan peran yang sukar disukai itu dengan menarik, atau soal Dea Panendra yang selalu berhasil mencuri perhatian, atau soal duet Cut Mini dan Sarah Sechan yang meluberkan tawa dalam 106 menit durasinya. Namun bagaimana Ody menyikapi soal bagaimana campur tangan orang tua dalam kehidupan anak-anaknya.
Sebagai orang tua, Ody bisa jadi belajar dari pengalamannya sendiri, juga pengalaman orang-orang di sekelilingnya yang membuatnya bisa melihat masalah ini lebih dalam dan sama sekali tak berpihak. Sesungguhnya kritik ini terasa pedas bagi orang tua yang selalu memaksakan kehendak pada anaknya, tapi Ody berhasil membuat kritik ini terasa cair dan tak jarang menyentuh.
Foto:Screenplay Films
Dalam Mohon Doa Restu, anak tak perlu selalu menuruti kata-kata orang tua dan tentu tak perlu pula menjadi durhaka karenanya. Orang tua juga berbesar hati mengakui kesalahannya kepada anaknya, sebelum semuanya terlambat. Posisi orang tua dan anak pun setara, anak tetap menghormati orang tua, tapi orang tua juga perlu memberi teladan yang baik bagi kehidupan anak-anaknya kelak.