CERMIN: Amor Fati, Takdir, dan Sebuah Kisah Memaafkan Diri Sendiri

Jum'at, 01 September 2023 - 13:36 WIB
loading...
CERMIN: Amor Fati, Takdir,...
Film A Good Person mengisahkan perempuan yang tenggelam dalam kedukaan dan rasa bersalah. Foto/Prime Video
A A A
JAKARTA - Tahun 2017. Setelah menyelesaikan membaca buku Time of Your Life yang menenangkan hati dari Rando Kim, saya mulai melahap buku berikut yang ditulisnya berjudul Amor Fati.

Amor Fati bercerita tentang cobaan yang terpaksa kita hadapi dalam hidup dan bagaimana kita menerimanya sebagai takdir. Kutipan kata-kata berikut menjadi salah satu highlight dari buku tersebut yang perlu menjadi bahan renungan: “Sebenarnya, kita semua memiliki cobaan yang tidak bisa kita selesaikan dengan seluruh tenaga sekalipun".

"Karena itu, terimalah takdirmu, bertahanlah, jadikan ia teman. Pada akhirnya, kamu akan bisa melewatinya dengan baik, belajar setahap demi setahap “cara” mencintai takdir itu. Jika kita tabah melewati kerikil dalam takdir kita yang curam dan kasar, suatu saat kita pasti akan tiba di jalan kebahagiaan yang telah menunggu”.



Allison tidak pernah membaca buku itu. Ia hanya sekilas melihat kata Amor Fati sebagai tato di tangan kanan seorang laki-laki tua bernama Daniel. Namun kata-kata itu seakan menjadi mantra bagi keseluruhan film A Good Personyang tayang di Prime Video.

CERMIN: Amor Fati, Takdir, dan Sebuah Kisah Memaafkan Diri Sendiri

Foto: Prime Video

Coba bayangkan dirimu sebagai Allison. Menjelang hari pernikahan, di tengah perasaan berbunga karena sebentar lagi akan menjadi istri seseorang, Allison ditakdirkan mengalami kecelakaan dahsyat. Mobil yang dikemudikannya bertabrakan mendadak dan dua penumpangnya tewas seketika. Kedua penumpang bukan sekadar orang lain dalam kehidupan Allison. Ia adalah calon kakak ipar dan suaminya.

Dunia Allison runtuh seketika. Hidupnya yang stabil hilang begitu saja. Meski setelah setahun fisiknya pulih tapi luka hati dan traumanya tak pernah benar-benar pulih. Apalagi kelak Daniel yang adalah ayah dari seorang penumpang dalam mobil nahas itu selalu menyalahkan dirinya atas kecelakaan itu.

Allison kehilangan pekerjaan seketika, teman-teman menghindarinya dan membuat ia terjatuh ke dalam lubang yang dalam. Sebuah lubang yang mengenalkannya dengan obat pereda nyeri dan narkoba yang kelak dicandunya. Sebuah lubang yang mungkin dirasakannya aman untuk sekadar menyembunyikan luka hati dan perasaan bersalahnya yang tak kunjung pergi.

Saya tak pernah menjadi Allison dalam kehidupan nyata tapi mengalami kejadian yang mirip. Ibu saya meninggal seketika usai mobil yang ditumpanginya ditabrak seorang pengemudi terburu-buru. Ia meninggal bersama supir yang mengendarai mobil tersebut. Setelah ibu saya meninggal, adik laki-laki saya yang masih berusia 13 tahun jatuh ke dalam lubang yang dalam.

CERMIN: Amor Fati, Takdir, dan Sebuah Kisah Memaafkan Diri Sendiri

Foto: Prime Video

Ia menenggelamkan dirinya ke dalam narkoba selama bertahun-tahun tanpa pernah meluapkan perasaan kehilangan sosok ibu di saat ia membutuhkannya sebagai remaja. Kelak adik saya meninggal saat berusia usia 27 tahun karena AIDS.

Mungkin saya menjadi salah satu orang yang bisa memahami dengan mudah yang dialami Allison. Bagi orang yang tak punya pengalaman serupa, bisa jadi akan melihat yang dilakukan Allison sebagai “upaya untuk mengasihani diri sendiri”. Sebuah bentuk kemanjaan untuk berlama-lama larut dalam duka dan tak ingin keluar darinya. Sebuah sikap yang tak ingin mencoba berhadapan dengan takdir dan kelak menerimanya.

Tapi sesungguhnya apa itu takdir? Bagi J.K. Rowling, takdir adalah nama yang sering diberikan dalam retrospeksi pilihan yang memiliki konsekuensi dramatis. Retrospeksi, pilihan, dramatis. Tiga kata yang sulit dibayangkan bertaut dalam satu kalimat.

Betulkah takdir akan menjadi jalan kita untuk menjalani retrospeksi diri? Bisakah kita punya pilihan-pilihan lain untuk menjalani hidup kita selain sekadar mengikuti takdir kita? Bisakah kita menjalani takdir yang mungkin sudah digariskan untuk kita tanpa harus menjadi dramatis?

CERMIN: Amor Fati, Takdir, dan Sebuah Kisah Memaafkan Diri Sendiri

Foto: Prime Video

Bagi Allison, juga Daniel, soal takdir memang tak sesederhana yang dibayangkan. Ketika cobaan terjadi, sering kali susah betul kita menerimanya sebagai bagian dari ketentuan Tuhan. Dengan segala upaya yang kita punya, kita menolak menerimanya dengan ikhlas dan sering kali memilih menyalahkan diri sendiri.

Di lain pihak, kita juga memilih cara paling mudah: menyalahkan orang lain atas nasib buruk yang menimpa kita. Keduanya adalah konsekuensi manusiawi yang mungkin memang harus dilewati setahap demi setahap hingga kita bisa menerimanya dengan ikhlas.

Florence Pugh yang ditakdirkan menjadi Allison menjalankan tugasnya dengan baik. Ia membuat kita memahami bagaimana rasanya menjadi seseorang yang merasa tak pantas selamat dalam sebuah kecelakaan fatal. Ia membuat kita bisa menyelami bagaimana rasanya hidup dengan perasaan sakit dan bersalah selama bertahun-tahun.

Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2744 seconds (0.1#10.140)