CERMIN: Teror Itu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2001. Amerika diserang. Dua pesawat berpenumpang penuh ditabrakkan ke dua gedung pencakar langit di New York. Tak ada firasat apa pun pada pagi yang cerah itu. Tapi kita tahu setelah teror itu, Amerika tak akan lagi sama.
Serangan teroris pada 11 September 2001 itu adalah sebuah pertunjukan. Juga pernyataan. Atas tujuan apa pun, keduanya dilakukan secara spektakuler agar seluruh dunia melihatnya. Kita tahu pertunjukan sekaligus pernyataan sebesar itu memang diniatkan untuk merenggut sebanyak mungkin nyawa. Lebih dari 3000 orang tewas pada hari itu.
Serangan tersebut adalah sebuah pernyataan politik bagi Amerika. Sebuah pukulan telak yang sejatinya diniatkan agar Amerika bisa melihat kembali kebijakan politik yang selama ini dikajinya. Meski harganya semahal 3000 nyawa, Amerika rupanya bergeming.
Namun teror di atas pesawat berisi lebih dari 200 penumpang yang melaju dari Dubai ke London dalam serial Hijackbukanlah sebuah pernyataan politik. Ia murni sebuah kepentingan ekonomi dan tak menyerang kebijakan politik sebuah negara. Justru itu mungkin terasa lebih mengerikan dibanding teror sejenis yang terjadi sebelumnya.
Foto: Apple TV
Tak ada 'niat mulia' di balik teror itu. Tak ada iming-iming surga bagi para pelakunya. Tapi para penumpang, juga penonton, sempat mengira bahwa teror itu juga sebuah pertunjukan sebagaimana teror-teror lainnya. Tapi ternyata tidak. Serial tujuh episode yang tayang di Apple TV itu menawarkan perspektif tak terduga dari sebuah terorisme. Dan kita terhenyak.
Hijackbekerja efektif sebagai sebuah thriller, dengan menempatkan Idris Elba di tengah pusaran masalah. Ia, Sam Nelson, adalah seorang negosiator bisnis yang selalu diterjunkan oleh perusahaan besar ketika kesepakatan bisnis mengalami deadlock. Tapi Sam tak pernah sekali pun berpikir akan berada di tengah-tengah masalah terberat selama hidupnya: menjadi negosiator dalam sebuah aksi terorisme.
Hijackmenggempur penonton tanpa memberi napas sedikit pun selama kurang lebih tujuh jam. Menariknya adalah skenario dengan cerdik membongkar kisah-kisah di balik para tokoh-tokoh yang ada di pesawat itu. Bagaimana Sam yang sedang mengalami masalah dengan mantan istrinya, bagaimana sang pilot yang berselingkuh dengan pramugari, juga mengulas bagaimana hubungan antara sesama teroris.
Duet Jim Field Smith dan Mo Ali sebagai sutradara juga brilian memperlihatkan interaksi dari begitu banyak karakter yang berada di dalam pesawat yang membuat Hijacktak terasa sekadar drama aksi pembajakan pesawat. Sejatinya Hijackjuga menjelma sebagai a study of character terutama soal bagaimana aksi dan reaksi manusia ketika berhadapan dengan masalah hidup dan mati.
Foto: Apple TV
Ketika kamu berada di sebuah pesawat dengan para teroris yang siap menembakkan peluru dari pistol di tangannya, apa yang akan kamu lakukan? Reaksi paling normal adalah merasa takut setengah mati dan merasa malaikat maut sudah siap menjemput nyawa.
Namun masih ada golongan manusia yang mencoba mencari peluang untuk berkelit dari masalah tanpa mempertimbangkan risiko yang mungkin terjadi. Sam Nelson berada di tengah-tengahnya dan mesti memberitahukan hal yang mungkin terjadi sekiranya tindakan-tindakan nekat dan ceroboh dilakukan.
Dalam penerbangan tujuh jam dari Dubai ke London, dengan 200-an penumpang yang ketakutan dan kelaparan, apa yang kamu harapkan? Hijackmemperlihatkan banyak sisi menarik yang selama ini luput diperlihatkan drama pembajakan sejenis.
Sam Nelson memang menjadi pusat semesta cerita, tapi skenario masih bisa memberi banyak ruang bagi karakter-karakter lainnya untuk masuk dan memperkaya cerita. Kita tahu keterampilan semacam ini perlu diapresiasi.
Foto: Apple TV
Saya tak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi salah satu penumpang di pesawat American Airlines AA11 yang lepas landas dari bandara internasional Logan di Boston menuju Los Angeles pada 11 September 2001 itu. Saya tak bisa membayangkan bagaimana menakutkannya situasi yang terjadi ketika tahu di antara 81 penumpang, terdapat 5 orang teroris.
Saya pun tak bisa membayangkan sekiranya Sam Nelson berada di pesawat itu, apa yang akan ia lakukan?
Teror adalah sesuatu yang tak pernah terduga. Kita hampir selalu tak pernah tahu apa penyebabnya. Kita juga hampir selalu tak pernah paham mengapa orang-orang tak berdosa harus menjadi collateral damage dari aksi serupa.
Namun ketika itu terjadi, mungkin kita berharap seseorang seperti Sam Nelson ada di tengah-tengah kita. Seseorang dengan kemampuan negosiasi yang bertindak bukan untuk dirinya sendiri, yang beraksi dengan membahayakan dirinya sendiri, hanya dengan tujuan sederhana: ingin bisa kembali ke rumah dengan selamat dan memeluk mantan istri dan anaknya.
Hijack
Produser: Peter Heslop
Sutradara: Jim Field Smith, Mo Ali
Penulis Skenario: George Kay, Fred Armesto, Adam Gyngell, Catherine Moulton, Kam Odedra, Anna-Maria Ssemuyaba
Pemain: Idris Elba, Neil Maskell, Max Beesley
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
Lihat Juga: 5 Drama China Terpopuler pada November 2024, Rekomendasi Terbaik untuk Pecinta Serial Asia
Serangan teroris pada 11 September 2001 itu adalah sebuah pertunjukan. Juga pernyataan. Atas tujuan apa pun, keduanya dilakukan secara spektakuler agar seluruh dunia melihatnya. Kita tahu pertunjukan sekaligus pernyataan sebesar itu memang diniatkan untuk merenggut sebanyak mungkin nyawa. Lebih dari 3000 orang tewas pada hari itu.
Serangan tersebut adalah sebuah pernyataan politik bagi Amerika. Sebuah pukulan telak yang sejatinya diniatkan agar Amerika bisa melihat kembali kebijakan politik yang selama ini dikajinya. Meski harganya semahal 3000 nyawa, Amerika rupanya bergeming.
Namun teror di atas pesawat berisi lebih dari 200 penumpang yang melaju dari Dubai ke London dalam serial Hijackbukanlah sebuah pernyataan politik. Ia murni sebuah kepentingan ekonomi dan tak menyerang kebijakan politik sebuah negara. Justru itu mungkin terasa lebih mengerikan dibanding teror sejenis yang terjadi sebelumnya.
Foto: Apple TV
Tak ada 'niat mulia' di balik teror itu. Tak ada iming-iming surga bagi para pelakunya. Tapi para penumpang, juga penonton, sempat mengira bahwa teror itu juga sebuah pertunjukan sebagaimana teror-teror lainnya. Tapi ternyata tidak. Serial tujuh episode yang tayang di Apple TV itu menawarkan perspektif tak terduga dari sebuah terorisme. Dan kita terhenyak.
Hijackbekerja efektif sebagai sebuah thriller, dengan menempatkan Idris Elba di tengah pusaran masalah. Ia, Sam Nelson, adalah seorang negosiator bisnis yang selalu diterjunkan oleh perusahaan besar ketika kesepakatan bisnis mengalami deadlock. Tapi Sam tak pernah sekali pun berpikir akan berada di tengah-tengah masalah terberat selama hidupnya: menjadi negosiator dalam sebuah aksi terorisme.
Hijackmenggempur penonton tanpa memberi napas sedikit pun selama kurang lebih tujuh jam. Menariknya adalah skenario dengan cerdik membongkar kisah-kisah di balik para tokoh-tokoh yang ada di pesawat itu. Bagaimana Sam yang sedang mengalami masalah dengan mantan istrinya, bagaimana sang pilot yang berselingkuh dengan pramugari, juga mengulas bagaimana hubungan antara sesama teroris.
Duet Jim Field Smith dan Mo Ali sebagai sutradara juga brilian memperlihatkan interaksi dari begitu banyak karakter yang berada di dalam pesawat yang membuat Hijacktak terasa sekadar drama aksi pembajakan pesawat. Sejatinya Hijackjuga menjelma sebagai a study of character terutama soal bagaimana aksi dan reaksi manusia ketika berhadapan dengan masalah hidup dan mati.
Foto: Apple TV
Ketika kamu berada di sebuah pesawat dengan para teroris yang siap menembakkan peluru dari pistol di tangannya, apa yang akan kamu lakukan? Reaksi paling normal adalah merasa takut setengah mati dan merasa malaikat maut sudah siap menjemput nyawa.
Namun masih ada golongan manusia yang mencoba mencari peluang untuk berkelit dari masalah tanpa mempertimbangkan risiko yang mungkin terjadi. Sam Nelson berada di tengah-tengahnya dan mesti memberitahukan hal yang mungkin terjadi sekiranya tindakan-tindakan nekat dan ceroboh dilakukan.
Dalam penerbangan tujuh jam dari Dubai ke London, dengan 200-an penumpang yang ketakutan dan kelaparan, apa yang kamu harapkan? Hijackmemperlihatkan banyak sisi menarik yang selama ini luput diperlihatkan drama pembajakan sejenis.
Sam Nelson memang menjadi pusat semesta cerita, tapi skenario masih bisa memberi banyak ruang bagi karakter-karakter lainnya untuk masuk dan memperkaya cerita. Kita tahu keterampilan semacam ini perlu diapresiasi.
Foto: Apple TV
Saya tak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi salah satu penumpang di pesawat American Airlines AA11 yang lepas landas dari bandara internasional Logan di Boston menuju Los Angeles pada 11 September 2001 itu. Saya tak bisa membayangkan bagaimana menakutkannya situasi yang terjadi ketika tahu di antara 81 penumpang, terdapat 5 orang teroris.
Saya pun tak bisa membayangkan sekiranya Sam Nelson berada di pesawat itu, apa yang akan ia lakukan?
Teror adalah sesuatu yang tak pernah terduga. Kita hampir selalu tak pernah tahu apa penyebabnya. Kita juga hampir selalu tak pernah paham mengapa orang-orang tak berdosa harus menjadi collateral damage dari aksi serupa.
Namun ketika itu terjadi, mungkin kita berharap seseorang seperti Sam Nelson ada di tengah-tengah kita. Seseorang dengan kemampuan negosiasi yang bertindak bukan untuk dirinya sendiri, yang beraksi dengan membahayakan dirinya sendiri, hanya dengan tujuan sederhana: ingin bisa kembali ke rumah dengan selamat dan memeluk mantan istri dan anaknya.
Hijack
Produser: Peter Heslop
Sutradara: Jim Field Smith, Mo Ali
Penulis Skenario: George Kay, Fred Armesto, Adam Gyngell, Catherine Moulton, Kam Odedra, Anna-Maria Ssemuyaba
Pemain: Idris Elba, Neil Maskell, Max Beesley
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
Lihat Juga: 5 Drama China Terpopuler pada November 2024, Rekomendasi Terbaik untuk Pecinta Serial Asia
(ita)