CERMIN: Ketika Walt Disney Studio Membalikkan Prasangka Rasisme

Jum'at, 26 Mei 2023 - 14:58 WIB
loading...
CERMIN: Ketika Walt Disney Studio Membalikkan Prasangka Rasisme
Film The Little Mermaid yang awalnya dibenci, ternyata mampu menunjukkan cerita yang solid. Foto/The Walt Disney Studios Motion Pictures
A A A
JAKARTA - Tahun 2022. Walt Disney Studio merilis teaser perdana film The Little Mermaid. Sejarah mencatat betapa banyaknya ujaran kebencian yang ditujukan pada film ini.

Teaser perdana tersebut dirilis sejak 10 September 2022 dan langsung panen dislike. Tercatat tak kurang 3,5 juta dislikes darivideo berdurasi 1 menit 23 detik yang ditonton lebih dari 28 juta kali itu. Bisa jadi ini menjadi teaserfilm yang mencatat sejarah dengan dislike terbanyak.

Semua ini semata karena Walt Disney Studio dinilai punya agenda tersendiri ketika memberi peran utama kepada seorang aktris berkulit hitam bernama Halle Bailey. Tapi pertanyaan yang sesungguhnya muncul adalah apakah betul Walt Disney Studio punya agenda tertentu? Apakah betul filmnya seburuk itu hanya karena prasangka rasisme?



Saya justru menonton The Little Mermaidkarena ingin membuktikan prasangka rasisme itu. Hanya orang berpikiran tak logis yang membenarkan prasangka tanpa dasar. Maka hari itu, Rabu, 24 Mei, saya meluncur ke Cinere Bellevue saat sore hari. Surprise, bioskop dibanjiri para orang tua yang membawa anak-anaknya menyaksikan film tersebut.

CERMIN: Ketika Walt Disney Studio Membalikkan Prasangka Rasisme

Foto: The Walt Disney Studios

Saya pun menyaksikan The Little Mermaidtanpa ekspektasi, melepaskan semua prasangka yang digembar-gemborkan banyak orang dan menguasai internet selama berbulan-bulan. Di luar dugaan, sudah cukup lama saya tak menyaksikan film semenyenangkan The Little Mermaid.

Padahal bisa jadi kita semua tahu, paling tidak tahu dasar cerita dari kisah putri duyung dan pangeran tampan itu. Tapi tak apa kita berkenalan ulang dengan mereka. Ariel adalah putri bungsu dari raja laut, Triton.

Berbeda dengan kakak-kakaknya yang digambarkan penurut, Ariel yang sekilas tampak kalem selalu penuh rasa ingin tahu dan tak ragu-ragu menuruti rasa penasarannya. Sudah lama ia penasaran dengan dunia manusia. Meski selalu dilarang oleh ayahnya untuk membiarkan penasaran itu terus tumbuh, Ariel justru sengaja memeliharanya. Hingga suatu ketika, rasa penasaran itu menemukan jawabannya.

Di tengah lautan yang tengah mengamuk, sebuah kapal yang dinakhodai pangeran tampan bernama Eric terkena musibah. Kapal tersebut dilalap api dan membuat para awak kocar-kacir menyelamatkan diri. Sementara Eric memastikan semua awak dalam kondisi selamat sampai ke sekoci, ia melihat seekor anjing di tengah kapal yang perlu diselamatkan. Tanpa ragu ia kembali ke kapal tanpa peduli dengan nyawanya sendiri.

CERMIN: Ketika Walt Disney Studio Membalikkan Prasangka Rasisme

Foto: The Walt Disney Studios

Kita sudah tahu kelanjutan cerita ini. Ariel akan menyelamatkan Eric dan Eric penasaran dengan sosok sang penyelamat. Tapi The Little Mermaidtentu berjalan tak sesederhana itu. Ariel yang setelah menyelamatkan Eric justru semakin penasaran dengan dunia manusia tahu bahwa inilah saatnya ia untuk membayar rasa penasarannya, berapa pun harganya. Termasuk melepaskan hal paling berharga dari dirinya: suaranya yang merdu.

Saya rasa semua prasangka rasisme itu lenyap ketika kita melihat bagaimana cerdiknya Rob Marshall sebagai sutradara menyelipkan ide soal keragaman manusia. Rasanya baru kali ini kita melihat putri duyung dari beragam ras. Tak hanya berkulit putih atau hitam, juga berkulit kuning dan cokelat. Apa pun agenda Walt Disney Studios soal itu, saya rasa tak ada masalah sama sekali terkait hal tersebut.

Terutama pemilihan Halle Bailey sebagai Ariel adalah pilihan yang tepat. Sebagai sesama sutradara, saya memaklumi bagaimana Rob terpikat dengan sosok Halle. Ia tak cuma cantik dan punya kualitas loveable, tapi juga bersuara merdu dan berhasil berakting dengan baik.

CERMIN: Ketika Walt Disney Studio Membalikkan Prasangka Rasisme

Foto: The Walt Disney Studios

Kini kita melihat Ariel seperti layaknya remaja biasa yang selalu penasaran, selalu ingin menabrak peraturan demi peraturan yang mengekang dan kadang tak peduli dengan segala risiko yang melibatkan orang lain termasuk ayahnya. Sama seperti kita melihat Eric yang juga seperti layaknya remaja biasa yang ingin lepas dari bayang-bayang gelar dan orang tuanya, dan ingin menjadi dirinya sendiri.

Tapi pencuri perhatian dari The Little Mermaidbisa jadi adalah Sebastian. Diisi suarakan oleh Daveed Diggs dengan aksen ala Karibia, kita melihat sosok kepiting yang sok patuh, kocak, penyayang, dan punya rasa peduli yang tinggi. Sekali lagi kita melihat bagaimana seekor binatang “dimanusiakan” oleh Rob Marshall sedemikian asyiknya dengan segala tingkah polahnya yang sering kali menyebalkan dan selalu berhasil memancing tawa.



Saya kira Walt Disney Studios berhasil membuat masyarakat terperangah. Mereka berhasil membalikkan ujaran kebencian dan prasangka rasisme menjadi pujian demi pujian atas sebuah film yang menyenangkan, menghangatkan hati, dengan visual spektakuler dan lagu-lagu yang ditata merdu dan indah.

Semoga kita semua memulai dari sekarang berhenti untuk membenci sesuatu yang tak kita pahami, berhenti untuk membenci sesuatu atas dasar prasangka rasisme dan terutama berhenti membenci sesuatu tanpa alasan yang cukup penting dan bisa dipertanggungjawabkan secara moral.

THE LITTLE MERMAID
Produser: John DeLuca, Rob Marshall, Lin-Manuel Miranda, Marc Platt
Penulis Skenario: David Magee
Sutradara: Rob Marshall
Pemain: Halle Bailey, Jonah Hauer-King, Melissa McCarthy

Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2394 seconds (0.1#10.140)