CERMIN: Teluh Darah dan Banyuwangi pada tahun 1998

Rabu, 03 Mei 2023 - 13:25 WIB
loading...
CERMIN: Teluh Darah dan Banyuwangi pada tahun 1998
Serial horor Teluh Darah menampilkan cerita dan kengerian yang membuat penonton penasaran. Foto/Disney+ Hotstar
A A A
JAKARTA - Tahun 1998. Indonesia diguncang oleh desakan agar Soeharto turun dari jabatannya selama 32 tahun sebagai presiden. Sementara Banyuwangi diguncang oleh pembunuhan yang dilakukan oleh ninja dan menewaskan lebih dari 100 orang.

Banyuwangi adalah sebuah kota/kabupaten di provinsi Jawa Timur, dikenal sebagai kabupaten terluas di Jawa Timur sekaligus di pulau Jawa. Kota ini sudah berdiri sejak Desember 1771 atau lebih dari 250 tahun lampau.

Selain soal suku Osing, Banyuwangi juga diingat karena peristiwa kelam pembantaian yang terjadi lebih dari 20 tahun silam. Pembantaian yang menewaskan lebih dari 100 orang tersebut awalnya dianggap sebagai perang terhadap dukun santet hingga kelak ditemukan bahwa motif sesungguhnya masih terselimuti kabut misteri hingga saat ini.



Serial Teluh Darahyang tayang di Disney+ Hotstar menjadikan Banyuwangi sebagai sumber dari segala masalah di dalamnya. Kota ini menjadi akar dari segala masalah yang menghancurkan dua keluarga. Tapi akar sesungguhnya bukan soal Banyuwangi, dan dendam yang dipelihara selama puluhan tahun.

CERMIN: Teluh Darah dan Banyuwangi pada tahun 1998

Foto: Disney+ Hotstar

Apa yang terjadi di Teluh Darahyang menjadikan Banyuwangi sebagai latar pijakannya bercerita sesungguhnya bisa terjadi di kota mana pun. Ia bisa saja terjadi di Depok atau di Lampung atau di Makassar. Karena dendam tak mengenal tempat, tak mengenal waktu. Ia hanya perlu terus dipelihara, dijaga apinya agar terus menyala selama puluhan tahun untuk kemudian disiramkan kepada mereka yang dianggap bertanggung jawab.

Ahmad dan Bondan adalah sahabat yang merintis usaha bersama di Banyuwangi pada era 1990-an. Sebuah kejadian yang nyaris membuka aib Ahmad menjadi pintu bagi Bondan untuk melakukan hal yang kelak akan mengubah hidupnya 20 tahun kemudian menjadi neraka. Sebuah dosa masa lalu yang dianggap tak berampun oleh mereka yang menganggap diri mereka sebagai korban.

Pada 2022, keduanya menjalani hidup nyaman. Meski hidup menduda dan hanya berdua dengan putra semata wayangnya, Esa, toh Bondan tak kekurangan. Demikian pula dengan Ahmad yang kini tampak nyaman dengan kehidupan serba mewah dengan dua anak yang cantik dan ganteng, Wulan dan Wisnu.

Mereka sudah bergerak maju dengan hidup mereka, melupakan masa lalu, sebuah malam nahas yang menjadi sumbu dari meledaknya dendam yang sudah lama dipelihara dalam sekam.

CERMIN: Teluh Darah dan Banyuwangi pada tahun 1998

Foto: Disney+ Hotstar

Anak-anak Ahmad dan Bondan adalah produk masa kini. Ketika mereka berhadapan dengan situasi demi situasi tak lazim yang mengancam nyawa ayah-ayah mereka, mereka bersikap skeptis dan menganggapnya sebagai gangguan medis biasa. Terutama Wulan yang menjadi tokoh utama Teluh Darahdan digambarkan tampak sangat skeptis di awal.

Gangguan demi gangguan menghampiri kehidupan mereka yang nyaman yang secara perlahan meningkat eskalasinya dan kelak mengancam nyawa. Tapi sekali lagi Wulan tetap keras kepala dan skeptis terhadap semua hal di luar nalar yang terjadi di depan matanya, meski gangguan tersebut berubah menjadi pertarungan ayah-ayah mereka dengan maut.

Sebagaimana kita, Wulan dan Esa pun selalu menganggap kedua ayah mereka adalah sosok terbaik tanpa cela, seorang ayah teladan yang membaktikan diri memberi mereka kehidupan layak yang mereka nikmati sekarang. Padahal jelas betul, Ahmad dan Bondan bukan malaikat. Pada suatu masa, mereka adalah orang-orang yang membiarkan darah berlumuran di tangannya.

Teluh Darahmenggedor ketakutan dan kengerian penonton secara perlahan. Skenarionya selalu memberi ruang bagi kita mengintip bagaimana sesungguhnya dendam yang kini berwujud sebagai santet bekerja. Kita menjadi tahu dengan istilah asing seperti buhul dan bagaimana benda itu bisa ditemukan begitu saja dalam rumah dan memicu teror tak berkesudahan dari target dendam.

CERMIN: Teluh Darah dan Banyuwangi pada tahun 1998

Foto: Disney+ Hotstar

Kimo Stamboel sebagai sutradara perlu diberi kredit atas kejeliannya dalam memberikan visi yang jelas atas penceritaan, motivasi karakter, dan bagaimana cerita ini bergulir perlahan tapi bisa menjaga intensitasnya dengan baik. Terutama memang karena ia membuat pasangan Mikha Tambayong dan Deva Mahenra tampil bahu membahu dengan baik dan membawa cerita ini menuju puncaknya dengan maksimal.



Di luar adegan seks yang berlimpah dan bisa dibaca penonton sebagai 'normalisasi' hubungan seks pranikah di Indonesia, Teluh Darahtetap perlu dipujikan sebagai satu dari sangat sedikit serial lokal yang berani membawa ide cerita segar dan menarik (santet dengan bumbu Banyuwangi adalah perpaduan brilian).

Kita perlu terus menggali cerita-cerita berlimpah masa lalu yang ada di banyak sudut negeri ini untuk dipadukan dengan cerita-cerita masa kini. Ini supaya tersaji sebuah cerita segar dengan sudut pandang menarik dan membuat dunia serial Tanah Air menjadi lebih semarak.

TELUH DARAH
Produser: Sunil Samtani
Sutradara: Kimo Stamboel
Penulis Skenario: Agasyah Karim, Khalid Kashogi, Bayu Kurnia Prasetya, Kimo Stamboel
Pemain: Mikha Tambayong, Deva Mahenra, Justin Adiwinata

Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1907 seconds (0.1#10.140)