Mengenal Perkembangan Transaksi Aset Kripto
Kamis, 24 November 2022 - 04:40 WIB
JAKARTA - Dalam rangka memperingati Hari Fintech Nasional yang jatuh pada 11 November, acara 4thIndonesia Fintech Summit diselenggarakan di Bali pada 10-11 November 2022.
Kegiatan ini sekaligus menjadi pembuka rangkaian kegiatan Bulan Fintech Nasional yang diselenggarakan dari 11 November hingga 12 Desember 2022. Indonesia Fintech Summit ke-4 merupakan salah satu program yang bertujuan untuk mempercepat digitalisasi pada industri jasa keuangan serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional dengan mempertemukan para fintech lokal dan internasional, regulator, lembaga keuangan, investor, akademisi, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Acara 4thIndonesia Fintech Summit 2022 diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), AFPI, dan AFTECH dengan temaThe Role of Digital Finance & Fintech in Promoting Resilient Economic Growth and Financial Stabilityyang terbagi menjadi beberapa sesi dan masing-masing dibawakan oleh pembicara yang hebat.
Salah satu sesi materi yang ada pada acara 4thIndonesia Fintech Summit 2022hari pertama pada 10 November lalu adalahVisionary Talk#1 dengan topik All Aboard: Cohort Initiatives to Support the Growth of Digital Assets and Digital Assets Securities. Sesi ini menghadirkan Jerry Sambuaga selaku Wakil Menteri Perdagangan, Yu Ozaki selaku Deputi Direktur Jenderal Biro Kebijakan dan Pasar Otoritas Jasa Keuangan Jepang, dan Iman Rachman selaku Direktur Utama Bursa Efek Indonesia.
Pada kesempatan itu, Jerry Sambuaga membahas terkait aset kripto dan perkembangan transaksinya. Aset kripto dilarang sebagai alat pembayaran, tapi dapat menjadi alat investasi dan komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.
Aset kripto sebagai aset digital di Indonesia mengalami perkembangan transaksi dan peningkatan pelanggan. Jika dilihat dari nilai transaksi aset, perkembangan aset kripto pada tahun 2020 mencapai Rp64,9 triliun dan kemudian mengalami peningkatan hingga Rp859,4 triliun pada tahun 2021.
Pada 2022, aset kripto mencapai Rp266,9 triliun (periode Januari-September). Tidak hanya nilai transaksi, pelanggan terdaftar aset kripto juga mengalami kenaikan. Pelanggan terdaftar pada 2021 mencapai 11,2 juta dan pada 2022 (per bulan September) pelanggan terdaftar mengalami kenaikan hingga mencapai 16,3 juta.
Perdagangan aset kripto dapat memberikan manfaat, salah satunya dalam pajak. Aset kripto sebagai komoditi yang diperdagangkan termasuk ke dalam Barang Kena Pajak Tidak Berwujud. Dari sisi penjual, pajak yang dikenakan dari aset kripto adalah Pajak Penghasilan atau PPh.
PPh yang dikenakan kepada pedagang yang terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sebesar 0,1% dari nilai transaksi. Sedangkan PPh yang dikenakan kepada pedagang yang tidak terdaftar di Bappebti terkena 0,2% dari nilai transaksi.
Dari sisi pembeli, pajak yang dikenakan dari aset kripto berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)). PPN dikenakan sebesar 0,11% dari nilai transaksi kepada pembeli aset kripto dari pedagang yang terdaftar di Bappebti. Sedangkan PPN dikenakan sebesar 0,12% dari nilai transaksi kepada pembeli aset kripto dari pedagang yang tidak terdaftar di Bappebti.
Pemungutan PPN maupun PPh dari transaksi aset kripto tersebut dilakukan oleh Pedagang Fisik Aset Kripto. Manfaat perdagangan aset kripto dalam perpajakan dibuktikan dengan terkumpulnya Rp159,1 miliar pajak perdagangan dari aset kripto per September 2022.
Walaupun aset kripto memiliki perkembangan yang sangat baik dan memberikan manfaat bagi pedagang, pembeli, maupun pemerintah, tetap perlu adanya penguatan literasi digital agar menjadi pelanggan aset kripto yang cerdas. Masyarakat yang ingin melakukan investasi disarankan untuk berinvestasi pada jenis komoditi yang telah terdaftar dan diperdagangkan oleh perusahaan yang juga telah terdaftar di Bappebti.
Perusahaan tersebut harus memenuhi syarat LEGAL, yaitu memiliki izin dari otoritas berwenang, keaslian surat izin yang digunakan, serta LOGIS, menawarkan keuntungan yang tergolong masuk akal.
GenBI
Ni Putu Bella Indry Cahyani
Universitas Udayana
Kegiatan ini sekaligus menjadi pembuka rangkaian kegiatan Bulan Fintech Nasional yang diselenggarakan dari 11 November hingga 12 Desember 2022. Indonesia Fintech Summit ke-4 merupakan salah satu program yang bertujuan untuk mempercepat digitalisasi pada industri jasa keuangan serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional dengan mempertemukan para fintech lokal dan internasional, regulator, lembaga keuangan, investor, akademisi, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Acara 4thIndonesia Fintech Summit 2022 diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), AFPI, dan AFTECH dengan temaThe Role of Digital Finance & Fintech in Promoting Resilient Economic Growth and Financial Stabilityyang terbagi menjadi beberapa sesi dan masing-masing dibawakan oleh pembicara yang hebat.
Salah satu sesi materi yang ada pada acara 4thIndonesia Fintech Summit 2022hari pertama pada 10 November lalu adalahVisionary Talk#1 dengan topik All Aboard: Cohort Initiatives to Support the Growth of Digital Assets and Digital Assets Securities. Sesi ini menghadirkan Jerry Sambuaga selaku Wakil Menteri Perdagangan, Yu Ozaki selaku Deputi Direktur Jenderal Biro Kebijakan dan Pasar Otoritas Jasa Keuangan Jepang, dan Iman Rachman selaku Direktur Utama Bursa Efek Indonesia.
Pada kesempatan itu, Jerry Sambuaga membahas terkait aset kripto dan perkembangan transaksinya. Aset kripto dilarang sebagai alat pembayaran, tapi dapat menjadi alat investasi dan komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.
Aset kripto sebagai aset digital di Indonesia mengalami perkembangan transaksi dan peningkatan pelanggan. Jika dilihat dari nilai transaksi aset, perkembangan aset kripto pada tahun 2020 mencapai Rp64,9 triliun dan kemudian mengalami peningkatan hingga Rp859,4 triliun pada tahun 2021.
Pada 2022, aset kripto mencapai Rp266,9 triliun (periode Januari-September). Tidak hanya nilai transaksi, pelanggan terdaftar aset kripto juga mengalami kenaikan. Pelanggan terdaftar pada 2021 mencapai 11,2 juta dan pada 2022 (per bulan September) pelanggan terdaftar mengalami kenaikan hingga mencapai 16,3 juta.
Perdagangan aset kripto dapat memberikan manfaat, salah satunya dalam pajak. Aset kripto sebagai komoditi yang diperdagangkan termasuk ke dalam Barang Kena Pajak Tidak Berwujud. Dari sisi penjual, pajak yang dikenakan dari aset kripto adalah Pajak Penghasilan atau PPh.
PPh yang dikenakan kepada pedagang yang terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sebesar 0,1% dari nilai transaksi. Sedangkan PPh yang dikenakan kepada pedagang yang tidak terdaftar di Bappebti terkena 0,2% dari nilai transaksi.
Dari sisi pembeli, pajak yang dikenakan dari aset kripto berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)). PPN dikenakan sebesar 0,11% dari nilai transaksi kepada pembeli aset kripto dari pedagang yang terdaftar di Bappebti. Sedangkan PPN dikenakan sebesar 0,12% dari nilai transaksi kepada pembeli aset kripto dari pedagang yang tidak terdaftar di Bappebti.
Pemungutan PPN maupun PPh dari transaksi aset kripto tersebut dilakukan oleh Pedagang Fisik Aset Kripto. Manfaat perdagangan aset kripto dalam perpajakan dibuktikan dengan terkumpulnya Rp159,1 miliar pajak perdagangan dari aset kripto per September 2022.
Walaupun aset kripto memiliki perkembangan yang sangat baik dan memberikan manfaat bagi pedagang, pembeli, maupun pemerintah, tetap perlu adanya penguatan literasi digital agar menjadi pelanggan aset kripto yang cerdas. Masyarakat yang ingin melakukan investasi disarankan untuk berinvestasi pada jenis komoditi yang telah terdaftar dan diperdagangkan oleh perusahaan yang juga telah terdaftar di Bappebti.
Perusahaan tersebut harus memenuhi syarat LEGAL, yaitu memiliki izin dari otoritas berwenang, keaslian surat izin yang digunakan, serta LOGIS, menawarkan keuntungan yang tergolong masuk akal.
GenBI
Ni Putu Bella Indry Cahyani
Universitas Udayana
(ita)
tulis komentar anda