CERMIN: Senjata dan Indonesia di Tangan Pelobi

Sabtu, 12 November 2022 - 08:44 WIB
Film Miss Sloane menggambarkan kisah pelobi perempuan di tengah isu senjata dan strategi untuk menang. Foto/Lionsgate Play
JAKARTA - Tahun 2015. Saya sedang mempersiapkan rilis film MIRACLE: Jatuh Dari Surga dan isu soal pelobi menggemparkan Tanah Air.

Benjamin Bland, jurnalis Financial Times, 'melepaskan bom' ke tengah media dunia. Liputannya soal menyewa jasa pelobi yang dilakukan pejabat Indonesia terkait data yang dipublikasikan Foreign Agents Registration Acts [FARA] membuat masyarakat terhenyak.

Tapi setelah itu informasi demi informasi mulai terbuka. Disinyalir Indonesia bahkan sudah menggunakan pelobi sejak zaman Presiden Soekarno. Pelobi akan menjangkau 'simpul-simpul yang tak tersentuh' seperti ujar Dino Patti Djalal, mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat.



Dalam film Miss Sloane yang bisa disaksikan di Lionsgate Play, kita akan berkenalan dengan seorang pelobi perempuan tangguh bernama Elizabeth Sloane. Ia tergelincir dalam sebuah kasus terkait industri kelapa sawit yang mengaitkan Indonesia dengan kiprahnya sebagai pelobi.



Foto: Lionsgate Play

Buat penonton Indonesia tentu menjadi sangat menarik bagaimana perempuan secerdik Liz, demikian ia bisa dipanggil, bisa tergelincir hingga harus disidang di depan senat Amerika Serikat. Dalam Miss Sloanesesungguhnya ini semua adalah tentang survival, tentang cara bertahan hidup. Dan Indonesia sesungguhnya menjadi kartu truf Liz untuk membuka tabir demi tabir yang menutupi kisah yang lebih besar dalam cerita ini yaitu soal penggunaan senjata.

Baca Juga: CERMIN: Saya dan Selena Gomez Melawan Depresi

Soal kepemilikan senjata sesungguhnya sudah banyak dibahas dalam berbagai film lainnya tapi lebih banyak menyorot aspek soal bagaimana penggunaan senjata bisa disalahgunakan. Hampir setiap tahun di Amerika selalu terjadi kasus terjadi penembakan brutal di area publik terutama sekolah. Sudah banyak jiwa melayang, sudah banyak keluarga kehilangan orang terkasih.

Namun industri senjata telanjur sangat kuat di Amerika. Amandemen Kedua Konstitusi Amerika Serikat tahun 1971 mengatur soal kebebasan kepemilikan senjata. Karenanya tak heran jika toko senjata di Amerika disinyalir lebih banyak dibanding restoran cepat saji McDonalds dan kafe Starbucks.

Salah satu studi yang dilakukan peneliti dari Universitas Nevada dan Harvard juga mengemukakan kemungkinan orang terbunuh di Amerika karena kepemilikan senjata 25 kali lebih banyak dibanding di negara maju lainnya. Lantas mengapa Amerika Serikat tak mencoba meninjau ulang soal regulasi senjata agar tak jatuh korban lebih banyak?



Foto: Lionsgate Play

Lebih dari 10 tahun lalu saat menyelenggarakan Festival Film Perdamaian di Universitas Hasanuddin Makassar, Bowling for Columbine diputar. Film garapan Michael Moore ini dengan tegas mempertanyakan mengapa angka kekerasan senjata api begitu tinggi di negaranya? Adakah akar penyebab di balik semua itu?

Bowling for Columbine membawa kita, para penonton, untuk melihat kembali apa yang sebenarnya terjadi pada 23 tahun silam. Tepatnya pada tahun 1999 ketika dua orang pelajar Columbine High School secara membabi buta menembaki teman-teman sekolahnya dan menyebabkan kematian 12 orang pelajar dan seorang guru.

Dengan caranya yang menarik dan sesekali komedik, Michael mengisyaratkan soal kecanduan masyarakat Amerika pada senjata dan juga bagaimana orang tua yang sering kali tanpa sengaja mengajarkan anak-anaknya untuk membeli dan memiliki senjata.



Foto: Lionsgate Play

Inilah yang diperjuangkan Liz bertahun-tahun kemudian setelah peristiwa yang terjadi di SMA Columbine. Ia berjuang agar undang-undang Heaton-Harris yang mengatur agar orang yang ingin membeli senjata api diperketat dengan mengecek latar belakangnya terlebih dahulu bisa disahkan.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More