CERMIN: Ditolak Google, Lahirkan Spotify

Rabu, 26 Oktober 2022 - 14:05 WIB
Miniseri The Playlist menceritakan kelahiran Spotify dan dilema yang lahir dari kemunculan aplikasi musik ini. Foto/Netflix
JAKARTA - Tahun 2010. Saya gagal dua kali menjadi produser film untuk pertama kalinya, dan sosok Mark Zuckerberg 'diperkenalkan' secara luas melalui film The Social Network.

Saya merasa beruntung bisa menyaksikan garapan David Fincher itu di layar besar. Sebuah film yang menjadi salah satu mahakarya Fincher itu menceritakan tentang bagaimana Mark mencetuskan ide tentang Facebook.

Baik filmnya maupun Facebook sama-sama mengubah banyak hal. Dan film tentang para perintis teknologi masa depan memasang standar tinggi berkat The Social Network.

Jika Mark menciptakan Facebook karena ditolak cewek, maka Daniel Ek menggebu-gebu meluncurkan Spotify karena ditolak Google. Siapa yang mengira karena sebuah penolakan, dunia memiliki platform teknologi yang mengubah dunia secara revolusioner?





Foto: Netflix

Daniel Ek menjadi orang paling bertanggung jawab atas lahirnya Spotify dari sebuah negara bernama Swedia. Setelah ditolak Google, ia merasa bahwa Silicon Valley selalu bisa dikalahkan. Toh negaranya tak kekurangan talenta. Ini bukan sekadar isapan jempol karena dibuktikannya dengan menggandeng sosok-sosok paling genius yang akhirnya melahirkan Spotify yang mengubah dunia musik selamanya.

Miniseri enam episodeThe Playlistyang tayang di Netflix memperlihatkan bagaimana Daniel Ek melewati rintangan demi rintangan demi mewujudkan impiannya. Tapi Daniel mungkin sedikit lebih beruntung dari Mark. Karena sedari awal ia punya Martin Lorentzon, pengusaha bervisi tajam, yang mendukungnya.

Tapi sedari awal juga kita disadarkan bahwa uang bukan segalanya bagi sebuah impian. Kadang kala ia berhadapan dengan regulasi, kali lain ia berhadapan dengan kebiasaan lama yang susah diubah dan sering kali ia mesti beradu dengan ego dari sang pemilik mimpi.

Karena impian sering lahir dari mereka yang berusia muda dengan watak yang mencoba idealis, kompromi kadang terasa seperti mencari jarum di dalam jerami. Suatu hal yang bisa jadi mustahil.



Foto: Netflix

Namun impian akan terus mengalami benturan demi benturan hingga pada akhirnya ia terbentuk. Daniel pada akhirnya tahu itu. Bahwa yang dilakukannya adalah hal yang revolusioner dan memerlukan kapasitas diri untuk fleksibel.

Sebelumnya industri musik dikendalikan penuh oleh label rekaman, setelahnya musik 'didemokratisasi' habis-habisan oleh situs bajakan hingga akhirnya muncullah Spotify sebagai solusi. Tapi betulkah Spotify adalah solusi, terutama bagi musisi yang menggantungkan hidupnya dari musik?

Baca Juga: CERMIN: Bom Waktu dari Ponsel Kita

Dari sisi inilah The Playlistmenampakkan wajahnya yang menarik: ia memunculkan dilema demi dilema. Ia menguarkan pertentangan demi pertentangan dan para pendiri Spotify dipaksa untuk terus menerus terbentur. Dan apakah risiko terbentur terus-menerus setara dengan apa yang akan dilakukan Spotify ke depannya?

The Playlistyang diadaptasi dari buku karya duo jurnalis investigasi, Sven Carlsson dan Jonas Leijonhufvud, ini seperti membongkar dua sisi mata uang dari lahirnya teknologi serevolusioner Spotify. Di satu sisi, ia membuat musik bisa diakses dengan sangat mudah oleh masyarakat.

Di sisi lain, ia membuat musik juga terkesan nyaris tak berharga lagi karena bisa didengarkan tanpa perlu dibeli lagi. Tapi zaman memang tak bisa dikekang, karena jika bukan Spotify hampir pasti akan ada perintis serupa yang akan lahir.

Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. SINDOnews.com tidak terlibat dalam materi konten ini.
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More