CERMIN: Kisah Sapu Tangan Berwarna Kuning
Rabu, 28 September 2022 - 15:00 WIB
JAKARTA - Tahun 1988. Saya masih duduk di bangku SD dan Stefanus Soewarno menggantung diri di kamarnya di kampung Sewu, Solo, Jawa Tengah.
Stefanus Soewarno lebih dikenal dengan nama S Warno adalah pencipta lagu Sapu Tangan Merah Jambu. Sebuah persembahan bagi rasa cinta diwakili sebuah benda dengan bentuk dan warna khas. Pada masanya, sapu tangan selalu dibawa oleh laki-laki dewasa untuk “dipinjamkan ke perempuan yang sedang butuh untuk menangis”, seperti kata Robert De Niro ke Anne Hathaway dalam The Intern.
Bagi Stefanus, sapu tangan merah jambu adalah perlambang bentuk cintanya untuk sang kekasih. Sementara bagi Brett, sapu tangan berwarna kuning adalah perlambang kerinduan yang teramat dalam. Kerinduan yang dipisahkan oleh enam tahun kesunyian dan penyesalan.
Brett dalam film The Yellow Handkerchiefyang tayang di Lionsgate Play adalah seorang laki-laki dengan sebongkah penyesalan yang memenuhi dadanya. Ia tahu waktu enam tahun tak cukup baginya untuk menghapus kesalahan demi kesalahan yang dilakukannya.
Foto: Lionsgate Play
Ia tahu waktu enam tahun tahun tak cukup untuk menghapus luka menganga yang dilakukannya kepada May, mantan istrinya. Dan ia memilih berjalan menyusuri hari ini demi memulihkan diri dan masa lalunya.
Masa lalu memang kadang seperti hantu. Tak tampak tapi sering kali menakutkan. Tak terlihat tapi sering kali membingungkan. Dan laki-laki kadang punya caranya sendiri untuk berhadapan dengan masa lalunya. Kebanyakan di antaranya memilih untuk menghindar dirinya. Sebagian kecil di antaranya dengan gagah berani menatapnya lekat.
Baca Juga: CERMIN: Pemberontakan Elvis Presley
Tapi kita tak akan ada pada hari ini jika bukan karena kemarin. Masa kini tak ada tanpa masa lalu. Brett tahu itu dan ia tak pernah membantah soal kesalahan yang dilakukannya pada May yang diceritakannya dengan nada tercekat pada Gordon dan Martine.
Sebagaimana sebagian besar laki-laki, ia tak terbiasa membahas isi hatinya, mengorek masa lalunya. Mungkin karena Gordon dan Martine adalah seorang asing yang bertemu dengannya karena sebuah kebetulan pada hari ini, maka ia bisa dengan lega bercerita soal masa lalu yang menyesakkannya selama enam tahun terakhir.
Foto: Lionsgate Play
Untungnya memang Brett bukan Stefanus yang memilih gantung diri karena frustasi dengan dirinya sendiri. Setidaknya Brett masih punya nyali untuk menjalani hidupnya selanjutnya. Sebuah episode baru baginya yang direncanakannya untuk mengalir begitu saja, tanpa rencana, tanpa ambisi. Tapi hidup kadang memang tak diduga-duga.
Sebagaimana Brett, saya pun punya masa lalu yang mungkin saya sesali hari ini. Masa lalu yang ingin betul saya hapus. Masa lalu yang jika memungkinkan tak perlu terjadi. Tapi saya tak berdiri tegak di sinipada hari ini jika bukan karena masa lalu yang tak sepenuhnya menyenangkan itu.
Perjalanan menyusuri masa lalu adalah sebuah refleksi bagi siapa pun. Menyadari sekali lagi kesalahan demi kesalahan yang diperbuat dan tahu betul bahwa hanya sedikit kesempatan untuk memperbaikinya.
Berkat dua orang asing, Gordon dan Martine, yang jauh lebih muda darinya, Brett akhirnya sadar bahwa masa lalunya mungkin buruk tapi ia masih punya masa depan. Masih ada sapu tangan berwarna oranye yang kelak akan melambai dari kejauhan dan menunggu untuk ditemukan.
Film tentang perjalanan atau lazim disebut road movie memang selalu menjadi favorit saya. Selalu menyenangkan melihat karakter-karakter di dalamnya yang berbeda watak akan saling beradu. Mereka akan beradu dalam satu pertentangan untuk kemudian bertemu dalam sebuah pengertian.
Stefanus Soewarno lebih dikenal dengan nama S Warno adalah pencipta lagu Sapu Tangan Merah Jambu. Sebuah persembahan bagi rasa cinta diwakili sebuah benda dengan bentuk dan warna khas. Pada masanya, sapu tangan selalu dibawa oleh laki-laki dewasa untuk “dipinjamkan ke perempuan yang sedang butuh untuk menangis”, seperti kata Robert De Niro ke Anne Hathaway dalam The Intern.
Bagi Stefanus, sapu tangan merah jambu adalah perlambang bentuk cintanya untuk sang kekasih. Sementara bagi Brett, sapu tangan berwarna kuning adalah perlambang kerinduan yang teramat dalam. Kerinduan yang dipisahkan oleh enam tahun kesunyian dan penyesalan.
Brett dalam film The Yellow Handkerchiefyang tayang di Lionsgate Play adalah seorang laki-laki dengan sebongkah penyesalan yang memenuhi dadanya. Ia tahu waktu enam tahun tak cukup baginya untuk menghapus kesalahan demi kesalahan yang dilakukannya.
Foto: Lionsgate Play
Ia tahu waktu enam tahun tahun tak cukup untuk menghapus luka menganga yang dilakukannya kepada May, mantan istrinya. Dan ia memilih berjalan menyusuri hari ini demi memulihkan diri dan masa lalunya.
Masa lalu memang kadang seperti hantu. Tak tampak tapi sering kali menakutkan. Tak terlihat tapi sering kali membingungkan. Dan laki-laki kadang punya caranya sendiri untuk berhadapan dengan masa lalunya. Kebanyakan di antaranya memilih untuk menghindar dirinya. Sebagian kecil di antaranya dengan gagah berani menatapnya lekat.
Baca Juga: CERMIN: Pemberontakan Elvis Presley
Tapi kita tak akan ada pada hari ini jika bukan karena kemarin. Masa kini tak ada tanpa masa lalu. Brett tahu itu dan ia tak pernah membantah soal kesalahan yang dilakukannya pada May yang diceritakannya dengan nada tercekat pada Gordon dan Martine.
Sebagaimana sebagian besar laki-laki, ia tak terbiasa membahas isi hatinya, mengorek masa lalunya. Mungkin karena Gordon dan Martine adalah seorang asing yang bertemu dengannya karena sebuah kebetulan pada hari ini, maka ia bisa dengan lega bercerita soal masa lalu yang menyesakkannya selama enam tahun terakhir.
Foto: Lionsgate Play
Untungnya memang Brett bukan Stefanus yang memilih gantung diri karena frustasi dengan dirinya sendiri. Setidaknya Brett masih punya nyali untuk menjalani hidupnya selanjutnya. Sebuah episode baru baginya yang direncanakannya untuk mengalir begitu saja, tanpa rencana, tanpa ambisi. Tapi hidup kadang memang tak diduga-duga.
Sebagaimana Brett, saya pun punya masa lalu yang mungkin saya sesali hari ini. Masa lalu yang ingin betul saya hapus. Masa lalu yang jika memungkinkan tak perlu terjadi. Tapi saya tak berdiri tegak di sinipada hari ini jika bukan karena masa lalu yang tak sepenuhnya menyenangkan itu.
Perjalanan menyusuri masa lalu adalah sebuah refleksi bagi siapa pun. Menyadari sekali lagi kesalahan demi kesalahan yang diperbuat dan tahu betul bahwa hanya sedikit kesempatan untuk memperbaikinya.
Berkat dua orang asing, Gordon dan Martine, yang jauh lebih muda darinya, Brett akhirnya sadar bahwa masa lalunya mungkin buruk tapi ia masih punya masa depan. Masih ada sapu tangan berwarna oranye yang kelak akan melambai dari kejauhan dan menunggu untuk ditemukan.
Film tentang perjalanan atau lazim disebut road movie memang selalu menjadi favorit saya. Selalu menyenangkan melihat karakter-karakter di dalamnya yang berbeda watak akan saling beradu. Mereka akan beradu dalam satu pertentangan untuk kemudian bertemu dalam sebuah pengertian.
tulis komentar anda