CERMIN: Apa yang Kau Cari, Sophie?
Sabtu, 03 September 2022 - 13:07 WIB
JAKARTA - Tahun 2000. Di tengah suntuk jadwal dan tugas kuliah di Fakultas Kedokteran, saya berkenalan dengan Christopher Nolan.
Mementoadalah film yang memperkenalkan saya dengan Nolan. Film ini adalah mahakaryanya jauh sebelum era dwilogi Batman yang brilian. Kita akan berkenalan dengan Nolan yang sepertinya punya obsesi tertentu tentang waktu, seperti yang sudah diperlihatkannya dalam Interceptionhingga Tenet. Bagi Nolan, waktu adalah misteri.
Dari Mementosaya tahu bahwa film tak hanya bisa diceritakan melalui plot maju. Ia juga bisa dibikin berselang-seling antara alur maju dan alur mundur. Pertanyaannya bukan cuma soal “apa yang akan terjadi selanjutnya” tapi juga tentang “apa yang terjadi sebelumnya”.
Dan memang perlu kegeniusan untuk merangkai adegan demi adegan sehingga penonton tak kehilangan arah dalam mengikuti arah ceritanya. Waktu menjadi kunci penting untuk mengenali jejak demi jejak yang berceceran sepanjang durasi film.
Pasca-Memento, kita pun semakin familier dengan cara penceritaan semacam ini. Seperti ketika mengikuti serial Surfaceyang tayang di Apple TV. Kita akan berkenalan dengan Sophie, karakter utama yang diceritakan melakukan upaya bunuh diri yang gagal.
Foto: Apple TV
Di balik penampilannya yang nyaris sempurna, Sophie menyimpan luka dan trauma. Juga sesuatu yang tiba-tiba menghilang dari benaknya: masa lalu.
Bagi sebagian orang, masa lalu adalah hantu. Sesuatu yang sering menakutkan ketika bermunculan kembali, sesuatu yang mengagetkan ketika kita harus kembali berhadapan dengannya. Sebagiannya lagi menganggap masa lalu adalah kenangan manis.
Yang bisa dimampatkan dalam lembar foto demi foto, juga bisa diingat sembari tersenyum dalam gambar-gambar video.
Tapi bagi Sophie, masa lalu tak ada. Ia tiba-tiba hilang lenyap. Masa lalu hanya muncul berupa ribuan piksel tak jelas, yang menunggunya untuk menggabungkannya satu persatu dengan sabar.
Bagi Hannah, psikiater Sophie, tak punya masa lalu mungkin bisa jadi berkah. Tergantung dari sudut pandang mana ia melihatnya. Bisa saja kita beranggapan demikian, tapi bukankah menakutkan jika kita tak bisa membayangkan masa lalu?
Ada 1001 kemungkinan tentang masa lalu kita yang bisa menyerang kita kapan saja. Bagaimana jika pada masa lalu, kita adalah seseorang dengan perilaku buruk? Bagaimana jikapada masa lalu, kita justru adalah karakter antagonis dalam cerita kita sendiri?
Foto: Apple TV
Saya ingat sebuah film yang tak kalah uniknya, Eternal Sunshine of the Spotless Minds. Dikisahkan Clem yang sakit hati dengan mantan kekasihnya, Joel, melakukan tindakan radikal: menghapus semua memori tentang mantan dan akhirnya tak mengenalinya sama sekali. Bagi Clem, masa lalu tentang seorang adalah kabar buruk dan ia punya pilihan untuk menghilangkannya sama sekali.
Tapi Sophie berbeda. Ia penasaran dengan masa lalunya. Bayangan samar-samar justru memberinya rasa penasaran. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan diriku sebelumnya?” mungkin begitu tanya yang terus bergaung di benaknya.
Baca Juga: CERMIN: Drama Sambo di Tangan Charles, Oliver, dan Mabel
Benarkah ia ingin bunuh diri di tengah kehidupan yang tampak sempurna yang dijalaninya? Apakah tak mungkin jika ia dijebak untuk melakukan upaya bunuh diri? Dan 1001 pertanyaan terus bermunculan di benak Sophie dan di benak kita semua sebagai penonton.
Mementoadalah film yang memperkenalkan saya dengan Nolan. Film ini adalah mahakaryanya jauh sebelum era dwilogi Batman yang brilian. Kita akan berkenalan dengan Nolan yang sepertinya punya obsesi tertentu tentang waktu, seperti yang sudah diperlihatkannya dalam Interceptionhingga Tenet. Bagi Nolan, waktu adalah misteri.
Dari Mementosaya tahu bahwa film tak hanya bisa diceritakan melalui plot maju. Ia juga bisa dibikin berselang-seling antara alur maju dan alur mundur. Pertanyaannya bukan cuma soal “apa yang akan terjadi selanjutnya” tapi juga tentang “apa yang terjadi sebelumnya”.
Dan memang perlu kegeniusan untuk merangkai adegan demi adegan sehingga penonton tak kehilangan arah dalam mengikuti arah ceritanya. Waktu menjadi kunci penting untuk mengenali jejak demi jejak yang berceceran sepanjang durasi film.
Pasca-Memento, kita pun semakin familier dengan cara penceritaan semacam ini. Seperti ketika mengikuti serial Surfaceyang tayang di Apple TV. Kita akan berkenalan dengan Sophie, karakter utama yang diceritakan melakukan upaya bunuh diri yang gagal.
Foto: Apple TV
Di balik penampilannya yang nyaris sempurna, Sophie menyimpan luka dan trauma. Juga sesuatu yang tiba-tiba menghilang dari benaknya: masa lalu.
Bagi sebagian orang, masa lalu adalah hantu. Sesuatu yang sering menakutkan ketika bermunculan kembali, sesuatu yang mengagetkan ketika kita harus kembali berhadapan dengannya. Sebagiannya lagi menganggap masa lalu adalah kenangan manis.
Yang bisa dimampatkan dalam lembar foto demi foto, juga bisa diingat sembari tersenyum dalam gambar-gambar video.
Tapi bagi Sophie, masa lalu tak ada. Ia tiba-tiba hilang lenyap. Masa lalu hanya muncul berupa ribuan piksel tak jelas, yang menunggunya untuk menggabungkannya satu persatu dengan sabar.
Bagi Hannah, psikiater Sophie, tak punya masa lalu mungkin bisa jadi berkah. Tergantung dari sudut pandang mana ia melihatnya. Bisa saja kita beranggapan demikian, tapi bukankah menakutkan jika kita tak bisa membayangkan masa lalu?
Ada 1001 kemungkinan tentang masa lalu kita yang bisa menyerang kita kapan saja. Bagaimana jika pada masa lalu, kita adalah seseorang dengan perilaku buruk? Bagaimana jikapada masa lalu, kita justru adalah karakter antagonis dalam cerita kita sendiri?
Foto: Apple TV
Saya ingat sebuah film yang tak kalah uniknya, Eternal Sunshine of the Spotless Minds. Dikisahkan Clem yang sakit hati dengan mantan kekasihnya, Joel, melakukan tindakan radikal: menghapus semua memori tentang mantan dan akhirnya tak mengenalinya sama sekali. Bagi Clem, masa lalu tentang seorang adalah kabar buruk dan ia punya pilihan untuk menghilangkannya sama sekali.
Tapi Sophie berbeda. Ia penasaran dengan masa lalunya. Bayangan samar-samar justru memberinya rasa penasaran. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan diriku sebelumnya?” mungkin begitu tanya yang terus bergaung di benaknya.
Baca Juga: CERMIN: Drama Sambo di Tangan Charles, Oliver, dan Mabel
Benarkah ia ingin bunuh diri di tengah kehidupan yang tampak sempurna yang dijalaninya? Apakah tak mungkin jika ia dijebak untuk melakukan upaya bunuh diri? Dan 1001 pertanyaan terus bermunculan di benak Sophie dan di benak kita semua sebagai penonton.
tulis komentar anda