Film Pendek Anita, Makna Kehadiran bagi Bocah yang Merana
Jum'at, 15 April 2022 - 16:00 WIB
JAKARTA - Film pendek berdurasi delapan menit ini berkisah tentang pahitnya kehidupan Anita (Aisyah), gadis kecil yang setiap malam selalu ditinggal tidur sendiri oleh ibunya (Alicia Silverstone).
Hal ini terjadi lantaran sang ibu terpaksa bekerja sebagai PSK untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Suaminya meninggalkan mereka berdua dan memilih menikah dengan perempuan lain, sehingga tidak pernah mengurus mereka lagi.
Bisa dibayangkan, beratnya malam-malam yang harus ditanggung Anita sendirian. Anak sekecil itu sudah dituntut untuk mandiri, setidaknyapada malam hari. Bertarung melawan rasa takut, sepi, dan lapar. Kita dapat melihat melalui film ini bagaimana pentingnya makna kehadiran orang tua bagi anak.
Anak belum juga tahu mana orang tua yang baik dan buruk. Yang dipahami hanyalah dia membutuhkan orang tua yang selalu ada. Anak akan merasa gusar saat kebutuhannya ini tidak terpenuhi. Bahkan, jika kehadiran sang ibu sekadar mengomelinya melalui ponsel, itu lebih baik baginya.
Foto: Genflix
Hal ini diperkuat dengan aktivitas Anita yang memutar kenangan saat membuat video bersama ibunya berulang-ulang sepanjang malam hingga tertidur sambil memeluk foto sang ibu. Meski tampak di dalam video bahwa sang ibu kerap sedikit membentak dan memaksanya saat tampil di depan kamera, itu sudah cukup menerbitkan rasa haru dan rindu.
Baca Juga: Film Pendek Baju Lebaran, Haruskah Baru?
Sayangnya, jika ketidakhadiran sang ibu masih memiliki kompensasi, tidak demikian halnya dengan ayah. Anita telah diyatimkan oleh sang ibu. Jika memang ayah sudah tidak bisa lagi hadir secara fisik, setidaknya seorang ibu masih mampu menghadirkan sosok positif sang ayah melalui ceritanya.
Namun, ibu Anita justru memilih menjelek-jelekkan mantan suaminya itu. Lagi, Anita tentu tidak paham dengan semua cerita buruk yang terlontar. Yang paling menyakitkan bagi anak adalah ketika mendengar kabar bahwa ayahnya tidak lagi sayang padanya.
Foto: Genflix
Di bawah arahan Irwan Setyawan, film ini cukup mengiris hati penonton saat menyaksikan adegan demi adegan. Sangat terasa kesunyian yang diderita Anita kala sang ibu terbalut dentingan musik dan peluh nafsu.
Ekspresi polos Anita kala merengek dan bertanya, mencoret-coret foto ibunya dengan kesal, serta berusaha menghibur diri dengan membuat susu sendiri dan memungut sebatang permen yang ditemukannya di lantai, benar-benar menitipkan nyeri di kalbu.
Baca Juga: Drama Korea 2022 Paling Trending di Twitter Korea, Nomor 1 Bukan Business Proposal
Hanya saja, ada satu hal mengganjal bagi saya. Ekspresi marah Anita pada akhir cerita terasa kurang alami untuk seorang anak. Ekspresi semacam itu hanya bisa terjadi jika dia pernah melihat orang dewasa melakukannya. Apakah sang sutradara hendak menyampaikan bahwa demikianlah Anita merekam cara ibunya jika sedang tertekan selama ini?
Farida Pane (Semarang)
Penikmat film dan anggota komunitas ISP Community
Hal ini terjadi lantaran sang ibu terpaksa bekerja sebagai PSK untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Suaminya meninggalkan mereka berdua dan memilih menikah dengan perempuan lain, sehingga tidak pernah mengurus mereka lagi.
Bisa dibayangkan, beratnya malam-malam yang harus ditanggung Anita sendirian. Anak sekecil itu sudah dituntut untuk mandiri, setidaknyapada malam hari. Bertarung melawan rasa takut, sepi, dan lapar. Kita dapat melihat melalui film ini bagaimana pentingnya makna kehadiran orang tua bagi anak.
Anak belum juga tahu mana orang tua yang baik dan buruk. Yang dipahami hanyalah dia membutuhkan orang tua yang selalu ada. Anak akan merasa gusar saat kebutuhannya ini tidak terpenuhi. Bahkan, jika kehadiran sang ibu sekadar mengomelinya melalui ponsel, itu lebih baik baginya.
Foto: Genflix
Hal ini diperkuat dengan aktivitas Anita yang memutar kenangan saat membuat video bersama ibunya berulang-ulang sepanjang malam hingga tertidur sambil memeluk foto sang ibu. Meski tampak di dalam video bahwa sang ibu kerap sedikit membentak dan memaksanya saat tampil di depan kamera, itu sudah cukup menerbitkan rasa haru dan rindu.
Baca Juga: Film Pendek Baju Lebaran, Haruskah Baru?
Sayangnya, jika ketidakhadiran sang ibu masih memiliki kompensasi, tidak demikian halnya dengan ayah. Anita telah diyatimkan oleh sang ibu. Jika memang ayah sudah tidak bisa lagi hadir secara fisik, setidaknya seorang ibu masih mampu menghadirkan sosok positif sang ayah melalui ceritanya.
Namun, ibu Anita justru memilih menjelek-jelekkan mantan suaminya itu. Lagi, Anita tentu tidak paham dengan semua cerita buruk yang terlontar. Yang paling menyakitkan bagi anak adalah ketika mendengar kabar bahwa ayahnya tidak lagi sayang padanya.
Foto: Genflix
Di bawah arahan Irwan Setyawan, film ini cukup mengiris hati penonton saat menyaksikan adegan demi adegan. Sangat terasa kesunyian yang diderita Anita kala sang ibu terbalut dentingan musik dan peluh nafsu.
Ekspresi polos Anita kala merengek dan bertanya, mencoret-coret foto ibunya dengan kesal, serta berusaha menghibur diri dengan membuat susu sendiri dan memungut sebatang permen yang ditemukannya di lantai, benar-benar menitipkan nyeri di kalbu.
Baca Juga: Drama Korea 2022 Paling Trending di Twitter Korea, Nomor 1 Bukan Business Proposal
Hanya saja, ada satu hal mengganjal bagi saya. Ekspresi marah Anita pada akhir cerita terasa kurang alami untuk seorang anak. Ekspresi semacam itu hanya bisa terjadi jika dia pernah melihat orang dewasa melakukannya. Apakah sang sutradara hendak menyampaikan bahwa demikianlah Anita merekam cara ibunya jika sedang tertekan selama ini?
Farida Pane (Semarang)
Penikmat film dan anggota komunitas ISP Community
(ita)
Lihat Juga :
tulis komentar anda