Ini Kata Orang-Orang yang sudah Nonton Film The Batman
Rabu, 02 Maret 2022 - 06:50 WIB
The Batman secara resmi telah tayang di bioskop. Dibintangi Robert Pattinson, film besutan Matt Reeves ini menampilkan sisi lain Batman sebagai detektif. Sejumlah orang yang telah menonton film ini sebelum resmi tayang di bioskop pun membagikan pengalaman mereka saat menonton film ini.
The Batman juga menampilkan Zoe Kravitz sebagai Selina Kyle/Catwoman, Jeffrey Wright sebagai Kapten Jim Gordon, Andy Serkis sebagai Alfred Pennyworth, Colin Farrel sebagai Penguin, Paul Dano sebagai Riddler dan lain-lain. Film ini ber-setting di Gotham City di masa menjelang pemilihan wali kota. Di tengah persaingan ketat antarpara kandidat, serangkaian pembunuhan berantai terjadi. Batman pun turun tangan untuk mengungkap siapa pelakunya.
Dari review awal, film ini telah meraih sertifikat fresh dari Rotten Tomatoes dan mendapatkan skor tinggi di situs tersebut. Ini mengindikasikan kalau The Batman layak untuk ditonton. Sebagian besar kritikus memuji bagaimana perjalanan karakter itu di film tersebut.
“The Batman masuk hati karakter itu sementara mempertahankan rasa kemanusiaannya. Film ini membumi di saat mengeksplorasi kedalaman korupsi di Gotham, sementara memamerkan kemampuan vigilante itu sebagai detektif cerdas. Reeves dan timnya telah meracik sebuah film Batman yang menawarkan sisi lain ke pahlawan yang sudah dikenal dan disukai audiens itu. Dengan adegan aksi yang mengasyikkan, cerita berlapis dan pedih, karakterisasi mendalam, The Batman adalah tambahan yang bernilai bagi slot live-action DC,” tulis Maea Abdulbaki dari Screen Rant.
Sebagian besar orang yang telah menonton The Batman memuji pendekatan yang dilakukan Matt untuk film ini. John Nugent dari Empire menyebut, meskipun pendekatan Matt itu bukanlah perubahan radikal dari era Christopher Nolan ataupun Zack Snyder, tapi film ini membangun sebuah Gotham City yang layak dikunjungi lagi. Sementara, David Ehrlich dari IndieWire menyebut, The Batman sukses dalam mengubah Bat-Signal menjadi suar harapan, bukan ketakutan.
“Bukan hanya bagi warga Gotham, tapi juga bagi banyak audiens yang jelas harus mengunjungi kota itu beberapa kali lagi sebelum Hollywood memberikan kita tempat lain untuk dikunjungi,” kata David.
Orang lain yang juga sudah menonton film ini juga mengakui suka dengan Gotham City di The Batman. Gotham yang biasanya digambarkan sebagai kota mati, di The Batman, kota ini hidup meski tetap punya aura yang gelap dan suram. Tapi, film ini berhasil menunjukkan kalau masih ada harapan di kota tersebut.
“Reeves membuat film terbaik Batman sejak The Dark Knight, dengan dunia yang menawan dan kaya yang menghidupkan kembali karakter yang telah kita lihat di layar berulang kali. Dengan The Batman, Reeves memprioritaskan bayangan Gotham, mengatur kota ini dengan cara yang belum pernah kita lihat sebelumnya di layar, membawa kehidupan ke dunia di sekitar Batman. Alih-alih pahlawan dan penjahat yang hidup dalam hitam dan putih, Reeves menghadirkan sebuah kota yang abu-abu. The Batman tidak mendefinisikan ulang apa yang kita ketahui tentang karakter ini, tetapi lewat arahan Reeves, kita diperlihatkan cerita Batman dengan cara yang belum pernah kita lihat sebelumnya," kata Ross Bonaime dari Collider.
Brandon Zachary dari CBR memuji bagaimana The Batman menunjukkan pendekatan karakter yang paling introspektif. Inilah yang membuat Batman versi Robert Pattinson ini berbeda. Dia menjadi Batman yang menonjol saat ini.
“Batman versi masa lalu menggunakan karakter ini untuk mengomentari perubahan dunia, mengisahkan tentang balas dendam, atau menjelajahi pertaruhan epic dari perspektif brutal. Tidak satu pun dari mereka yang mengambil peluang menginvestigasi apa artinya hidup di dunia di mana Batman adalah pendekatan masuk akal ke konflik—sesuatu yang diselidiki Batman dengan penuh semangat,” kata dia.
Menurut Kofi Outlaw dari Comicbook.com, The Batman adalah pengenalan kembali franchise film Batman yang sangat bagus. Namun, film ini terasa seperti korban keadaan. Dia beranggapan, sepertinya ada titik tematik lebih dalam yang asli di film ini, sampai seluruh dunia jadi kacau.
“Yang paling kita dapatkan dari The Batman adalah pesan terakhirnya, ‘Hey, semuanya memang kacau, tapi, ah, mari coba membantu orang lain, oke?’ Dengan kondisi di seluruh dunia saat ini (saat menulis ini), mungkin itulah satu-satunya pesan yang bisa diberikan sebuah film superhero sekarang,” tulis Kofi.
Meskipun film ini banyak dipuji, tapi ada juga yang mengeluhkannya. Keluhan ini utamanya karena durasinya yang cukup panjang, yaitu 2 jam 56 menit. Dengan panjangnya durasi ini, The Batman berisiko membuat bosan penontonnya jika tidak mampu mempertahankan fokus dan laju ceritanya.
“Jadi, ya, The Batman itu benar-benar kepanjangan, dan film ini punya lebih dari cukup keseriusan diri untuk ditandingi. Tapi, Reeves mengambil risiko tidak biasa di era mitologi dan semesta sinematik tak berakhir dengan menceritakan kisahn yang sebenarnya bisa ditandingi, bahkan kalaupun ini juga jelas berarti menjadi awal dari sebuah cerita yang lebih besar,” kata Todd Gilchrist dari The Wrap.
Sementara, Peter Debruge dari Variety mencoba menjawab keraguan orang atas The Batman. Bukan rahasia lagi kalau setiap perwujudan Batman pascatrilogi Dark Knight akan dibandingkan dengan era tersebut. Selain itu, orang juga biasanya akan menanyakan apakah Batman memang harus gelap.
“Ada cukup ruang bagi kedua hal tersebut, ruang untuk sekuel pun bisa dibangun dengan fondasi tersebut, yang mengasumsikan keakraban tertentu dengan mitologi karakter ini. Itulah keindahan Batman, yang melampaui semua pahlawan lain di jajaran DC Comics, seperti Dracula atau Hamlet, antihero ikonik ini berdiri untuk penemuan ulang tanpa akhir,” tulis dia.
The Batman juga menampilkan Zoe Kravitz sebagai Selina Kyle/Catwoman, Jeffrey Wright sebagai Kapten Jim Gordon, Andy Serkis sebagai Alfred Pennyworth, Colin Farrel sebagai Penguin, Paul Dano sebagai Riddler dan lain-lain. Film ini ber-setting di Gotham City di masa menjelang pemilihan wali kota. Di tengah persaingan ketat antarpara kandidat, serangkaian pembunuhan berantai terjadi. Batman pun turun tangan untuk mengungkap siapa pelakunya.
Dari review awal, film ini telah meraih sertifikat fresh dari Rotten Tomatoes dan mendapatkan skor tinggi di situs tersebut. Ini mengindikasikan kalau The Batman layak untuk ditonton. Sebagian besar kritikus memuji bagaimana perjalanan karakter itu di film tersebut.
“The Batman masuk hati karakter itu sementara mempertahankan rasa kemanusiaannya. Film ini membumi di saat mengeksplorasi kedalaman korupsi di Gotham, sementara memamerkan kemampuan vigilante itu sebagai detektif cerdas. Reeves dan timnya telah meracik sebuah film Batman yang menawarkan sisi lain ke pahlawan yang sudah dikenal dan disukai audiens itu. Dengan adegan aksi yang mengasyikkan, cerita berlapis dan pedih, karakterisasi mendalam, The Batman adalah tambahan yang bernilai bagi slot live-action DC,” tulis Maea Abdulbaki dari Screen Rant.
Sebagian besar orang yang telah menonton The Batman memuji pendekatan yang dilakukan Matt untuk film ini. John Nugent dari Empire menyebut, meskipun pendekatan Matt itu bukanlah perubahan radikal dari era Christopher Nolan ataupun Zack Snyder, tapi film ini membangun sebuah Gotham City yang layak dikunjungi lagi. Sementara, David Ehrlich dari IndieWire menyebut, The Batman sukses dalam mengubah Bat-Signal menjadi suar harapan, bukan ketakutan.
“Bukan hanya bagi warga Gotham, tapi juga bagi banyak audiens yang jelas harus mengunjungi kota itu beberapa kali lagi sebelum Hollywood memberikan kita tempat lain untuk dikunjungi,” kata David.
Orang lain yang juga sudah menonton film ini juga mengakui suka dengan Gotham City di The Batman. Gotham yang biasanya digambarkan sebagai kota mati, di The Batman, kota ini hidup meski tetap punya aura yang gelap dan suram. Tapi, film ini berhasil menunjukkan kalau masih ada harapan di kota tersebut.
“Reeves membuat film terbaik Batman sejak The Dark Knight, dengan dunia yang menawan dan kaya yang menghidupkan kembali karakter yang telah kita lihat di layar berulang kali. Dengan The Batman, Reeves memprioritaskan bayangan Gotham, mengatur kota ini dengan cara yang belum pernah kita lihat sebelumnya di layar, membawa kehidupan ke dunia di sekitar Batman. Alih-alih pahlawan dan penjahat yang hidup dalam hitam dan putih, Reeves menghadirkan sebuah kota yang abu-abu. The Batman tidak mendefinisikan ulang apa yang kita ketahui tentang karakter ini, tetapi lewat arahan Reeves, kita diperlihatkan cerita Batman dengan cara yang belum pernah kita lihat sebelumnya," kata Ross Bonaime dari Collider.
Brandon Zachary dari CBR memuji bagaimana The Batman menunjukkan pendekatan karakter yang paling introspektif. Inilah yang membuat Batman versi Robert Pattinson ini berbeda. Dia menjadi Batman yang menonjol saat ini.
“Batman versi masa lalu menggunakan karakter ini untuk mengomentari perubahan dunia, mengisahkan tentang balas dendam, atau menjelajahi pertaruhan epic dari perspektif brutal. Tidak satu pun dari mereka yang mengambil peluang menginvestigasi apa artinya hidup di dunia di mana Batman adalah pendekatan masuk akal ke konflik—sesuatu yang diselidiki Batman dengan penuh semangat,” kata dia.
Menurut Kofi Outlaw dari Comicbook.com, The Batman adalah pengenalan kembali franchise film Batman yang sangat bagus. Namun, film ini terasa seperti korban keadaan. Dia beranggapan, sepertinya ada titik tematik lebih dalam yang asli di film ini, sampai seluruh dunia jadi kacau.
“Yang paling kita dapatkan dari The Batman adalah pesan terakhirnya, ‘Hey, semuanya memang kacau, tapi, ah, mari coba membantu orang lain, oke?’ Dengan kondisi di seluruh dunia saat ini (saat menulis ini), mungkin itulah satu-satunya pesan yang bisa diberikan sebuah film superhero sekarang,” tulis Kofi.
Meskipun film ini banyak dipuji, tapi ada juga yang mengeluhkannya. Keluhan ini utamanya karena durasinya yang cukup panjang, yaitu 2 jam 56 menit. Dengan panjangnya durasi ini, The Batman berisiko membuat bosan penontonnya jika tidak mampu mempertahankan fokus dan laju ceritanya.
“Jadi, ya, The Batman itu benar-benar kepanjangan, dan film ini punya lebih dari cukup keseriusan diri untuk ditandingi. Tapi, Reeves mengambil risiko tidak biasa di era mitologi dan semesta sinematik tak berakhir dengan menceritakan kisahn yang sebenarnya bisa ditandingi, bahkan kalaupun ini juga jelas berarti menjadi awal dari sebuah cerita yang lebih besar,” kata Todd Gilchrist dari The Wrap.
Sementara, Peter Debruge dari Variety mencoba menjawab keraguan orang atas The Batman. Bukan rahasia lagi kalau setiap perwujudan Batman pascatrilogi Dark Knight akan dibandingkan dengan era tersebut. Selain itu, orang juga biasanya akan menanyakan apakah Batman memang harus gelap.
“Ada cukup ruang bagi kedua hal tersebut, ruang untuk sekuel pun bisa dibangun dengan fondasi tersebut, yang mengasumsikan keakraban tertentu dengan mitologi karakter ini. Itulah keindahan Batman, yang melampaui semua pahlawan lain di jajaran DC Comics, seperti Dracula atau Hamlet, antihero ikonik ini berdiri untuk penemuan ulang tanpa akhir,” tulis dia.
(alv)
tulis komentar anda