Aktivis Tuli Surya Sahetapy Ceritakan Pengalaman Berpuasa di Amerika Serikat

Jum'at, 30 April 2021 - 14:00 WIB
Aktivis tuli Surya Sahetapy tetap bersemangat menjalani puasa Ramadan di kota dingin Rochester. Foto/Instagram @suryasahetapy
JAKARTA - Surya Sahetapy, aktivis tuli Indonesia yang kini juga melanjutkan studinya di Rochester Institute of Technology (RIT), membagikan pengalaman uniknya dalam menjalankan ibadah puasa di Amerika Serikat (AS).

Aktivis muda berusia 27 tahun ini mengaku tak ada hambatan yang benar-benar berarti selama berkuliah dan menjalani bulan Ramadan di Rochester, AS. Meski beberapa kali dianggap sebagai kota dingin, Rochester, dalam pandangan Surya, sangat ramah terhadap penyandang disabilitas, terutama tuli.

Kebiasaan baru Surya selama berpuasa di Rochester tak jarang mengingatkannya akan kampung halaman. Contohnya, Surya jadi harus terbiasa bangun lebih pagi dan menyiapkan masakan untuk sahur dan berbuka seorang diri.

“Kalau di Indonesia itu sudah ada keluarga, sahur sudah dibangunkan, dan ada makanan. Tapi, di Amerika, saya sendiri,” terang surya, menggunakan bahasa isyarat yang diterjemahkan oleh Juru Bahasa Isyarat (JBI) dalam acara daring “Ramadan and the Daily Life of Students with Disabilities in the U.S.” bersama At America. Kamis (29/4).





Foto: Screenshot oleh Sevilla Vanda

Surya juga menggunakan perangkat khusus yang diselipkannya di bawah bantal tidur untuk membangunkannya saat sahur. Jenis “alarm” ini tidak menggunakan suara, melainkan kedipan lampu dan getaran kuat pada waktu yang telah ditentukan. “Getarannya keras, jadi saya bisa bangun sendiri,” ungkap Surya.

Selain alarm khusus, Surya juga mengandalkan aplikasi “Muslim Pro” untuk mengetahui jadwal keagamaan seperti salat dan imsak. Sebab, di Amerika, tak ditemukan saluran TV yang menampilkan jadwal-jadwal tersebut.

Baca Juga: 6 Warna Hijab untuk Bikin Wajahmu Kelihatan Cerah

Bagi Surya, konsumsi tidak menjadi masalah selama menetap di Rochester. Sebab, ada toko-toko yang menyediakan makanan halal, seperti International Food Market (IFM). Terlebih lagi, pemilik toko ini adalah keluarga muslim asal Turki.

Pada awalnya, Surya sempat mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Namun, baginya itu bukanlah kesulitan yang sangat besar. Pada akhirnya, layanan yang disediakan kampus membuatnya terbiasa berkomunikasi dengan American Sign Language (ASL).

“Alhamdulillah, saya mendapat akses ke ASL dasar, lalu level 1 dan 2. Saya juga dapat ASL Linguistic, struktur bahasa isyarat Amerika, lalu pendidikan Amerika,” jelas Surya.



Foto: Ilustrasi Cottonbro/Pexels

Sebelum pandemi pun, Surya tak kesulitan mengikuti kegiatan ceramah yang diadakan kampus. Sebab, ada aplikasi yang menunjukkan jadwal salat dan ceramah. Surya pun bisa meminta bantuan untuk menghadirkan juru bahasa isyarat jauh hari sebelumnya.

Di Rochester, terdapat komunitas muslim tuli dan dengar. Sebelum pandemi, komunitas ini biasa berkumpul, menyimak ceramah yang menggunakan ASL, serta membagikan makanan gratis. Menurut Surya, fasilitas-fasilitas itu berhak digunakan oleh para mahasiswa.

Baca Juga: Belajar Isu Kesehatan Mental dari 7 Webtoon Ini, Yuk!

Meski perkumpulan tak lagi bisa dilakukan karena pandemi, Surya menganggap teman tuli di AS masih bisa produktif melalui layar. “Jadi, ada dua komunitas. Yang pertama fokus ke teman tuli dan komunikasi dengan bahasa isyarat. Kalau kita tidak bisa berkumpul, kita tetap bisa produktif,” kata Surya.

Tak hanya itu, meski transportasi umum di Rochester tak ramai seperti halnya di New York, Surya mampu mengatasinya dengan lebih sering membeli kebutuhan harian bersama teman yang memiliki kendaraan.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. SINDOnews.com tidak terlibat dalam materi konten ini.
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More