Aktivisme Bukan Cuma Urusan Politik
Senin, 13 April 2020 - 13:22 WIB
JAKARTA - Dulu, gerakan aktivisme dan aktivis identik dengan dunia politik dan aksi demonstrasi di jalan. Tapi sekarang, dunia sudah berubah.
Sehari-hari, kita pasti sering dengar istilah generasi Boomer, Milenial, atau Gen Z. Nah, ini jelas bukan sekadar pembagian generasi aja, tapi juga menunjukkan perbedaan zaman, pemikiran, dan cara mengekspresikan diri.
Foto: bigstock
Mengutip Teori Generasi (Generation Theory) yang dikemukakan oleh Graeme Codrington & Sue Grand Marshall (2004), manusia dibedakan menjadi lima generasi berdasarkan tahun kelahirannya. Yaitu Generasi Baby Boomer (1946-1964), Generasi X (1965-1980), Generasi Y (1981-1994), Generasi Z (1995-2010), dan Generasi Alpha (2011-2025).
Generasi yang sedang berada dalam masa produktif saat ini mayoritas berusia 20-30 tahun dan merupakan bagian dari Generasi Y dan Generasi Z. Kedua generasi ini sering disebut sebagai digital native karena tumbuh bersamaan dengan perkembangan teknologi yang pesat.
Perkembangan teknologi inilah yang membuat mereka memiliki perilaku bersosialisasi yang berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Dalam buku “Born Digital: Understanding the First Generation of Digital Natives” karya John Palfrey dari Harvard Law School, disebutkan bahwa konsekuensi dari dunia yang serba digital adalah berubahnya banyak hal dalam kehidupan, mulai dari konsep identitas, privasi, penciptaan konten, hingga aktivisme.
Desain: McClatchy/Tribune
Kamus Oxford mendefinisikan aktivisme sebagai kebijakan atau tindakan menggunakan kampanye yang giat untuk menciptakan perubahan politik atau perubahan sosial.
Nah, dulu, perubahan politik atau perubahan sosial ini diupayakan dengan cara mendesak pemerintah untuk membuat atau mengubah kebijakan melalui metode-metode yang cukup keras, seperti melakukan demonstrasi atau menggerakkan massa dalam jumlah banyak. Sementara untuk menggerakkan massa pun lebih banyak mengandalkan komunikasi tatap muka.
Kini, perkembangan teknologi membuat Gen Y dan Gen Z punya cara berbeda dalam mendorong perubahan politik dan sosial. Pertama, informasi yang didapatkan lebih banyak berasal dari media sosial. Dari sinilah segala opini dan reaksi berkumpul. Kabar baiknya, dari sinilah kegiatan aktivisme jadi lebih berkembang dan meluas ke bidang-bidang lainnya.
Foto: Flickr
Dari media sosial pula, perubahan citra aktivisme terjadi di masyarakat. Aktivisme yang sebelumnya dianggap keras dan erat kaitannya hanya dengan politik dan hanya menyasar pemerintah saja, kini dapat merambah banyak bidang dan menyasar banyak elemen.
Salah satu bentuk aktivisme yang marak saat ini adalah aktivisme dalam bidang lingkungan hidup. Salah satu jargon yang sangat terkenal dari aktivisme dalam bidang ini adalah ajakan untuk hidup dengan menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan seperti mengurangi sampah, melakukan 3R (reduce, reuse, recycle), hingga menghemat bahan bakar.
Bentukan aktivisme ini mengajak masyarakat untuk menjadi aktivis dengan melakukan hal yang mudah dan sederhana, yaitu mengubah gaya hidupnya. Hal ini menjadikan banyak orang dapat berpartisipasi nyata di dalamnya secara langsung tanpa harus menghimpun massa, merumuskan strategi, ataupun berteriak di jalanan.
Foto: CNN Turk
Sehari-hari, kita pasti sering dengar istilah generasi Boomer, Milenial, atau Gen Z. Nah, ini jelas bukan sekadar pembagian generasi aja, tapi juga menunjukkan perbedaan zaman, pemikiran, dan cara mengekspresikan diri.
Foto: bigstock
Mengutip Teori Generasi (Generation Theory) yang dikemukakan oleh Graeme Codrington & Sue Grand Marshall (2004), manusia dibedakan menjadi lima generasi berdasarkan tahun kelahirannya. Yaitu Generasi Baby Boomer (1946-1964), Generasi X (1965-1980), Generasi Y (1981-1994), Generasi Z (1995-2010), dan Generasi Alpha (2011-2025).
Generasi yang sedang berada dalam masa produktif saat ini mayoritas berusia 20-30 tahun dan merupakan bagian dari Generasi Y dan Generasi Z. Kedua generasi ini sering disebut sebagai digital native karena tumbuh bersamaan dengan perkembangan teknologi yang pesat.
Perkembangan teknologi inilah yang membuat mereka memiliki perilaku bersosialisasi yang berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Dalam buku “Born Digital: Understanding the First Generation of Digital Natives” karya John Palfrey dari Harvard Law School, disebutkan bahwa konsekuensi dari dunia yang serba digital adalah berubahnya banyak hal dalam kehidupan, mulai dari konsep identitas, privasi, penciptaan konten, hingga aktivisme.
Desain: McClatchy/Tribune
Kamus Oxford mendefinisikan aktivisme sebagai kebijakan atau tindakan menggunakan kampanye yang giat untuk menciptakan perubahan politik atau perubahan sosial.
Nah, dulu, perubahan politik atau perubahan sosial ini diupayakan dengan cara mendesak pemerintah untuk membuat atau mengubah kebijakan melalui metode-metode yang cukup keras, seperti melakukan demonstrasi atau menggerakkan massa dalam jumlah banyak. Sementara untuk menggerakkan massa pun lebih banyak mengandalkan komunikasi tatap muka.
Kini, perkembangan teknologi membuat Gen Y dan Gen Z punya cara berbeda dalam mendorong perubahan politik dan sosial. Pertama, informasi yang didapatkan lebih banyak berasal dari media sosial. Dari sinilah segala opini dan reaksi berkumpul. Kabar baiknya, dari sinilah kegiatan aktivisme jadi lebih berkembang dan meluas ke bidang-bidang lainnya.
Foto: Flickr
Dari media sosial pula, perubahan citra aktivisme terjadi di masyarakat. Aktivisme yang sebelumnya dianggap keras dan erat kaitannya hanya dengan politik dan hanya menyasar pemerintah saja, kini dapat merambah banyak bidang dan menyasar banyak elemen.
Salah satu bentuk aktivisme yang marak saat ini adalah aktivisme dalam bidang lingkungan hidup. Salah satu jargon yang sangat terkenal dari aktivisme dalam bidang ini adalah ajakan untuk hidup dengan menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan seperti mengurangi sampah, melakukan 3R (reduce, reuse, recycle), hingga menghemat bahan bakar.
Bentukan aktivisme ini mengajak masyarakat untuk menjadi aktivis dengan melakukan hal yang mudah dan sederhana, yaitu mengubah gaya hidupnya. Hal ini menjadikan banyak orang dapat berpartisipasi nyata di dalamnya secara langsung tanpa harus menghimpun massa, merumuskan strategi, ataupun berteriak di jalanan.
Foto: CNN Turk
tulis komentar anda