Review Tunnel Indonesia Season 1: Sajian Detektif Lokal yang Bukan Sekadar Remake Biasa
Rabu, 14 Oktober 2020 - 14:00 WIB
JAKARTA - Setelah sekian lama menunggu, akhirnya saya bisa menyaksikan sajian serial lokal yang benar-benar solid, baik dari cerita, akting, maupun tata produksi.
"Tunnel" benar-benar adalah sebuah sajian mahal yang sulit dipercaya adalah produksi dalam negeri.
Serial yang disutradarai trio Ifa Ifansyah, Wicaksono Wisnu Legowo, dan Tata Sidharta serta ditulis Ratih Kumala ini adalah perpaduan hampir tak bercela. Setiap unsur-unsur di dalamnya bisa dibilang merupakan perpaduan yang sangat baik.
Diadaptasi dari serial berjudul sama dari Korea Selatan , "Tunnel" berhasil memikat saya sejak episode pertama. Menyajikan cerita yang sangat unik dan berisiko tinggi, time travel. Ya, serial ini berani bermain-main dengan konsep yang bila tidak bisa dieksekusi dengan matang, akan terasa dangkal dan bodoh.
Untungnya, penulis dan sutradaranya tahu cara membuat ceritanya tidak tampak konyol. Meski masih banyak lubang dalam konsep time travel-nya, terutama kurangnya penjelasan hal yang mendasari time travel-nya.
Misalnya: Apakah hal itu terjadi karena efek dari gelombang elektromagnet mahakuat atau karena lipatan ruang dan waktu. Meski begtu, kekurangan ini sama sekali tidak mengurangi kenikmatan menonton serial ini.
Foto: Fourcolours Films
Dari segi set, saya sangat suka karena benar-benar dibangun. Contoh paling gamblang adalah terowongannya. Itu benar-benar dibangun untuk keperluan serial ini.
Begitu juga dengan penggambaran dua latar waktunya, 2020 dan 1990. Keduanya benar-benar dibangun dengan detail. Hal yang paling kelihatan tentu saja adalah kontrasnya teknologi yang dipakai pada kedua setting waktu itu.
Penyuntingandan scoring-nya juga merupakan dua hal yang sangat keren dari serial ini. Keduanya semakin membuat serial ini semakin matang dan nyaman untuk ditonton. ( )
Selain dari unsur teknisnya yang begitu baik, serial ini juga menawarkan deretan karakter-karakter yang sangat baik. Mulai dari Tigor, seorang polisi berdarah Batak yang meski masih sedikit stereotip, pembangunan karakternya masih sangat baik.
Karakternya bukan hanya menawarkan stereotip, tapi juga ada kedalaman karakter yang membuatnya sangat manusiawi. Karakternya turut sempurna bila ditambah dengan istrinya Ambar, seorang gadis Jawa yang lembut.
Meski mereka hanya beberapa kali beradu akting secara langsung, harus diakui bahwa keduanya adalah pasangan terbaik dalam serial ini. Karakter Tigor dan Ambar adalah pusat dari serial ini ditambah performa Donny Alamsyah dan Putri Ayudya yang sangat matang dan keren.
Foto: Fourcolours Films
Kemudian ada Tito dan Sita. Pasangan malu-malu kucing ini adalah kombinasi yang benar-benar kawin. Tito adalah seorang detektif, sedangkan Sita seorang ahli kriminologi. Keduanya bisa bekerja sama dengan sangat baik dan saling mengisi satu sama lain.
Kombinasi keduanya bisa dibilang lucu, canggung, menegangkan, tapi juga bisa romantis dengan cara yang tidak murahan. Performa Andri Mashadi dan Hana Malasan turut meningkatkan intensitas kedua karakter ini.
Ada juga duo Markus dan Ojan yang berfungsi sebagai comic relief. Tapi bukan berarti karakternya dibuat asal-asalan. Tetap ada kedalaman karakter yang membuat keduanya sangat relevan dengan penonton. Misalnya tentang persahabatan, pekerjaan, hingga keluarga.
"Tunnel" benar-benar adalah sebuah sajian mahal yang sulit dipercaya adalah produksi dalam negeri.
Serial yang disutradarai trio Ifa Ifansyah, Wicaksono Wisnu Legowo, dan Tata Sidharta serta ditulis Ratih Kumala ini adalah perpaduan hampir tak bercela. Setiap unsur-unsur di dalamnya bisa dibilang merupakan perpaduan yang sangat baik.
Diadaptasi dari serial berjudul sama dari Korea Selatan , "Tunnel" berhasil memikat saya sejak episode pertama. Menyajikan cerita yang sangat unik dan berisiko tinggi, time travel. Ya, serial ini berani bermain-main dengan konsep yang bila tidak bisa dieksekusi dengan matang, akan terasa dangkal dan bodoh.
Untungnya, penulis dan sutradaranya tahu cara membuat ceritanya tidak tampak konyol. Meski masih banyak lubang dalam konsep time travel-nya, terutama kurangnya penjelasan hal yang mendasari time travel-nya.
Misalnya: Apakah hal itu terjadi karena efek dari gelombang elektromagnet mahakuat atau karena lipatan ruang dan waktu. Meski begtu, kekurangan ini sama sekali tidak mengurangi kenikmatan menonton serial ini.
Foto: Fourcolours Films
Dari segi set, saya sangat suka karena benar-benar dibangun. Contoh paling gamblang adalah terowongannya. Itu benar-benar dibangun untuk keperluan serial ini.
Begitu juga dengan penggambaran dua latar waktunya, 2020 dan 1990. Keduanya benar-benar dibangun dengan detail. Hal yang paling kelihatan tentu saja adalah kontrasnya teknologi yang dipakai pada kedua setting waktu itu.
Penyuntingandan scoring-nya juga merupakan dua hal yang sangat keren dari serial ini. Keduanya semakin membuat serial ini semakin matang dan nyaman untuk ditonton. ( )
Selain dari unsur teknisnya yang begitu baik, serial ini juga menawarkan deretan karakter-karakter yang sangat baik. Mulai dari Tigor, seorang polisi berdarah Batak yang meski masih sedikit stereotip, pembangunan karakternya masih sangat baik.
Karakternya bukan hanya menawarkan stereotip, tapi juga ada kedalaman karakter yang membuatnya sangat manusiawi. Karakternya turut sempurna bila ditambah dengan istrinya Ambar, seorang gadis Jawa yang lembut.
Meski mereka hanya beberapa kali beradu akting secara langsung, harus diakui bahwa keduanya adalah pasangan terbaik dalam serial ini. Karakter Tigor dan Ambar adalah pusat dari serial ini ditambah performa Donny Alamsyah dan Putri Ayudya yang sangat matang dan keren.
Foto: Fourcolours Films
Kemudian ada Tito dan Sita. Pasangan malu-malu kucing ini adalah kombinasi yang benar-benar kawin. Tito adalah seorang detektif, sedangkan Sita seorang ahli kriminologi. Keduanya bisa bekerja sama dengan sangat baik dan saling mengisi satu sama lain.
Kombinasi keduanya bisa dibilang lucu, canggung, menegangkan, tapi juga bisa romantis dengan cara yang tidak murahan. Performa Andri Mashadi dan Hana Malasan turut meningkatkan intensitas kedua karakter ini.
Ada juga duo Markus dan Ojan yang berfungsi sebagai comic relief. Tapi bukan berarti karakternya dibuat asal-asalan. Tetap ada kedalaman karakter yang membuat keduanya sangat relevan dengan penonton. Misalnya tentang persahabatan, pekerjaan, hingga keluarga.
Lihat Juga :
tulis komentar anda