CERMIN: Petualangan Sherina dan Sadam Selamatkan Orangutan di Kalimantan
Sabtu, 30 September 2023 - 07:22 WIB
JAKARTA - Tahun 2017. Luna Maya berpose dengan gaun pengantin yang membuatnya semakin gemilang. Namun ada yang berbeda dari foto yang dipampang di Instagram-nya itu. Seekor orangutan ditempatkan di sampingnya.
Luna mungkin tak pernah sedikit pun menyangka bahwa posenya untuk majalah Her World itu akhirnya menjadi kontroversi. Kelompok pencinta lingkungan, Borneo Orangutan Survival Foundation [BOSF] mengutuk keras foto tersebut. “This is very wrong. Orangutans must not be used to attract people to find profit,” ujar BOSF chairman, Jamartin Sihite, kepada The Jakarta Post.
Tapi pascafoto tersebut, kita menjadi lebih tahu tentang keberadaan orangutan khususnya orangutan Kalimantan. Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) merupakan satwa dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Perubahan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Berdasarkan Badan Konservasi Dunia (IUCN), jumlah orangutan Kalimantan pada 2023 tercatat hanya sekitar 57 ribuan saja yang tersebar di 16 hektar areal hutan. Sementara itu berdasarkan studi yang diterbitkan dalam Perspectives in Ecology and Conservation (PECON) diinformasikan sebanyak 26.200 individu orangutan Kalimantan terancam kehilangan habitatnya pada 2030 akibat deforestasi yang terus terjadi di wilayah Kalimantan.
Foto: Miles Films
Bisa jadi karena urgensi atas isu tersebut membuat dynamic duo, sutradara Riri Riza dan produser Mira Lesmana, menempatkan orangutan sebagai karakter utama dalam film Petualangan Sherina 2 tepat di samping Sherina dan Sadam tentunya. Sudah 23 tahun berlalu dan Sherina serta Sadam melakukan hal-hal baik dan bermanfaat bagi masyarakat dan bisa jadi sengaja dijadikan role model oleh pembuat filmnya.
Sudah 23 tahun berlalu dan Sherina kini telah menjadi jurnalis televisi yang cemerlang. Ia bahkan diberi kesempatan untuk melakukan liputan di Davos, Swiss, terkait World Economic Forum. Sudah 23 tahun berlalu dan Sadam kini mengelola sebuah lembaga konservasi orangutan bernama Oukal (kepanjangan dari Orangutan Kalimantan).
Yang belum banyak berubah dari mereka bahwa keduanya masih saling mengingat kesukaan masing-masing, masih terkoneksi oleh persahabatan panjang yang terjalin oleh mereka sejak SD hingga SMA. Tapi yang bisa jadi kini berubah di antara mereka adalah perasaan yang dipendam selama bertahun-tahun. Perasaan yang butuh untuk dicurahkan, perasaan yang butuh untuk dikobarkan kembali.
Tapi ada yang lebih penting dari sekadar perasaan. Namanya Sayu. Ia bukan saingan Sherina dalam merebut hati Sadam. Ia seekor orangutan Kalimantan yang diculik oleh sekelompok pedagang hewan eksotis atas pesanan seorang pengusaha ternama dari Jakarta.
Foto: Miles Films
Cerita ini mungkin familier bagi sebagian di antara kita yang akhirnya “dipinjam” trio penulis Jujur Prananto, Mira dan Riri. Tapi itulah faktanya. Soal supply and demand. Ada permintaan yang harus dipenuhi dan bernilai ekonomi besar. Sekali lagi orangutan hanya akan menjadi barang pajangan bagi ibu-ibu sosialita yang tak ingin tersaingi oleh sesama sosialita lainnya.
Maka selama 126 menit kita diajak untuk melihat Sherina dan Sadam bertualang ke hutan Kalimantan. Kita melihat Sherina yang geram dan bertindak gegabah demi menyelamatkan Sayu. Kita juga kasihan melihat Sadam yang geram pada Sherina yang menurutnya bertindak tanpa perhitungan matang. Dan rencana mereka tentu saja gagal total.
Tapi dalam situasi pelik bisa jadi kita memang memperlihatkan karakter asli kita. Apa yang selama ini dipendam Sadam akhirnya diledakkannya. Ini membuat Sherina tak tahu harus bersikap apa. Selama ini Sherina merasa Sadam tiba-tiba menjauh darinya tanpa sebab. Padahal tentu saja pasti ada penyebabnya.
Foto: Miles Films
Sebagaimana Sherina dan Sadam, kita juga mestinya memang lebih peduli dengan keberadaan satwa dilindungi di negeri ini. Jumlahnya semakin sedikit tapi mereka terus diburu. Hanya untuk menyumpal hawa nafsu seseorang. Hanya untuk uang yang sesungguhnya tak seberapa jumlahnya dibanding manfaat yang mereka datangkan untuk lingkungan.
Luna mungkin tak pernah sedikit pun menyangka bahwa posenya untuk majalah Her World itu akhirnya menjadi kontroversi. Kelompok pencinta lingkungan, Borneo Orangutan Survival Foundation [BOSF] mengutuk keras foto tersebut. “This is very wrong. Orangutans must not be used to attract people to find profit,” ujar BOSF chairman, Jamartin Sihite, kepada The Jakarta Post.
Tapi pascafoto tersebut, kita menjadi lebih tahu tentang keberadaan orangutan khususnya orangutan Kalimantan. Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) merupakan satwa dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Perubahan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Berdasarkan Badan Konservasi Dunia (IUCN), jumlah orangutan Kalimantan pada 2023 tercatat hanya sekitar 57 ribuan saja yang tersebar di 16 hektar areal hutan. Sementara itu berdasarkan studi yang diterbitkan dalam Perspectives in Ecology and Conservation (PECON) diinformasikan sebanyak 26.200 individu orangutan Kalimantan terancam kehilangan habitatnya pada 2030 akibat deforestasi yang terus terjadi di wilayah Kalimantan.
Foto: Miles Films
Bisa jadi karena urgensi atas isu tersebut membuat dynamic duo, sutradara Riri Riza dan produser Mira Lesmana, menempatkan orangutan sebagai karakter utama dalam film Petualangan Sherina 2 tepat di samping Sherina dan Sadam tentunya. Sudah 23 tahun berlalu dan Sherina serta Sadam melakukan hal-hal baik dan bermanfaat bagi masyarakat dan bisa jadi sengaja dijadikan role model oleh pembuat filmnya.
Sudah 23 tahun berlalu dan Sherina kini telah menjadi jurnalis televisi yang cemerlang. Ia bahkan diberi kesempatan untuk melakukan liputan di Davos, Swiss, terkait World Economic Forum. Sudah 23 tahun berlalu dan Sadam kini mengelola sebuah lembaga konservasi orangutan bernama Oukal (kepanjangan dari Orangutan Kalimantan).
Yang belum banyak berubah dari mereka bahwa keduanya masih saling mengingat kesukaan masing-masing, masih terkoneksi oleh persahabatan panjang yang terjalin oleh mereka sejak SD hingga SMA. Tapi yang bisa jadi kini berubah di antara mereka adalah perasaan yang dipendam selama bertahun-tahun. Perasaan yang butuh untuk dicurahkan, perasaan yang butuh untuk dikobarkan kembali.
Tapi ada yang lebih penting dari sekadar perasaan. Namanya Sayu. Ia bukan saingan Sherina dalam merebut hati Sadam. Ia seekor orangutan Kalimantan yang diculik oleh sekelompok pedagang hewan eksotis atas pesanan seorang pengusaha ternama dari Jakarta.
Foto: Miles Films
Cerita ini mungkin familier bagi sebagian di antara kita yang akhirnya “dipinjam” trio penulis Jujur Prananto, Mira dan Riri. Tapi itulah faktanya. Soal supply and demand. Ada permintaan yang harus dipenuhi dan bernilai ekonomi besar. Sekali lagi orangutan hanya akan menjadi barang pajangan bagi ibu-ibu sosialita yang tak ingin tersaingi oleh sesama sosialita lainnya.
Maka selama 126 menit kita diajak untuk melihat Sherina dan Sadam bertualang ke hutan Kalimantan. Kita melihat Sherina yang geram dan bertindak gegabah demi menyelamatkan Sayu. Kita juga kasihan melihat Sadam yang geram pada Sherina yang menurutnya bertindak tanpa perhitungan matang. Dan rencana mereka tentu saja gagal total.
Tapi dalam situasi pelik bisa jadi kita memang memperlihatkan karakter asli kita. Apa yang selama ini dipendam Sadam akhirnya diledakkannya. Ini membuat Sherina tak tahu harus bersikap apa. Selama ini Sherina merasa Sadam tiba-tiba menjauh darinya tanpa sebab. Padahal tentu saja pasti ada penyebabnya.
Foto: Miles Films
Sebagaimana Sherina dan Sadam, kita juga mestinya memang lebih peduli dengan keberadaan satwa dilindungi di negeri ini. Jumlahnya semakin sedikit tapi mereka terus diburu. Hanya untuk menyumpal hawa nafsu seseorang. Hanya untuk uang yang sesungguhnya tak seberapa jumlahnya dibanding manfaat yang mereka datangkan untuk lingkungan.
tulis komentar anda