CERMIN: Mengingat Kisah Nabi Ayub, Belajar dari Gunawan di 'Sabtu Bersama Bapak'
Rabu, 19 Juli 2023 - 13:20 WIB
JAKARTA - Tahun 2021. Di tengah pandemi yang mencekam, saya mengalami depresi setelah didera masalah beruntun. Lalu seorang sahabat mengingatkan saya pada kisah Nabi Ayub AS.
Sahabat yang sudah saya anggap seperti kakak sendiri itu bercerita soal masalah demi masalah bertubi-tubi yang menimpa Nabi Ayub. Mulai dari kehilangan harta, umat, didera penyakit hingga kehilangan anak-anak yang dicintainya dan sang istri yang meninggalkannya.
Tapi Nabi Ayub tetap tawakal. Ibadahnya justru semakin intens setelah musibah demi musibah menimpanya dan kita bisa belajar banyak hal darinya soal ketabahan dan kesabaran. Hal yang menimpa Nabi Ayub mau tak mau mengingatkan saya pada yang terjadi dengan Gunawan, tokoh sentral dalam miniseri Sabtu Bersama Bapak.
Miniseri enam episode yang tayang di Prime Video tersebut juga memperlihatkan Gunawan yang terus menerus diuji masalah. Dari ibu yang terkena strok, kehilangan pekerjaan yang menafkahi diri dan ibunya, kakak durhaka yang hendak menjual rumah tanpa sepengetahuannya, hingga perawat ibunya yang menguras seisi rumah yang ditinggalinya.
Foto: Prime Video
Tapi Gunawan tak gentar, baginya mengurus sang ibu adalah nomor satu. Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: "An Abi Hurairah radiyallahu ‘anhu qala, ja-a rajulun ila Rasulillahi SAW, faqala Ya Rasulullah: man ahaqqu-nasi bihusni shahabatiy? Qala ummuka. Qala tsumma man? Qala tsumma ummuka. Qala tsumma man? Qala tsumma ummuka. Qala tsumma man? qala tsumma abuka”.
Artinya: “Dari Abu Hurairah, dia berkata, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya: ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Rasul pun menjawab: ‘Ibumu’. ‘Lalu siapa lagi?’, ‘Ibumu’. ‘Siapa lagi’, ‘Ibumu’. ‘Siapa lagi’, ‘Ayahmu’”.
Gunawan adalah sebaik-baik seorang anak yang berbakti kepada ibunya. Caranya memperlakukan ibunya juga menjadi cerminan dari caranya bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari terutama kepada sesama. Dari bagaimana sikap Gunawan yang diperlihatkannya, maka kita tahu bahwa ibunya telah sukses membimbing seorang anak yang akan menjadi penunjuk jalannya ke Surga kelak.
Tapi Sabtu Bersama Bapaktak melulu bercerita soal Gunawan dan ibunya. Sesuai judulnya, miniseri ini memberi porsi yang besar kepada cara Gunawan meninggalkan ajaran-ajaran yang baik kepada kedua anaknya, Satya dan Saka.
Gunawan yang terlalu cepat berpulang ketika anak-anaknya masih kecil tak kehilangan akal agar terus bisa membimbing kedua putranya meski ia tak lagi berada di sisi mereka. Video menjadi medium Satya dan Saka yang tak saja terus berupaya memelihara kenangan dari ayahnya, tapi juga bisa terus menunggunya dengan tak sabar pada setiap Sabtu.
Foto: Prime Video
Gunawan yang menjadi imam keluarganya juga mewariskan banyak ajaran baik pada istrinya, Itje. Dalam sebuah adegan, Itje yang melihat seorang pegawainya dirundung kesusahan, serta merta ke rumah sakit untuk melunasi tagihan dari ayah si pegawai dan tak ingin diketahui siapa pun. Itje yang kini berhijab memperlihatkan kesalehan sosial yang justru tak ingin diperlihatkannya kepada siapa pun, apalagi mengumbarnya di media sosial.
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS.Al-Baqarah : 271).
Miniseri Sabtu Bersama Bapakmemang dijejali banyak sekali nilai-nilai Islami yang dipraktikkan oleh tokoh-tokohnya, tak sekadar diucapkan oleh mereka dan justru membuat nilai-nilai tersebut terasa jauh lebih bermakna. Kita tak sekadar melihat Gunawan yang mengerjakan salat tapi kita juga melihat Gunawan mempraktikkan keislamannya dalam kehidupan sehari-hari.
Adhitya Mulya selaku penulis skenario menjejalkan nilai-nilai itu tanpa berniat menceramahi dan sungguh perlu diapresiasi usahanya memperlihatkan bahwa kesalehan sosial jauh lebih penting daripada kesalehan individual. Lebih jauh lagi kita melihat wajah Islam sesungguh-sungguhnya yang selalu bisa kita teladani, yang damai dan penuh kasih melalui Gunawan dan Itje.
Sahabat yang sudah saya anggap seperti kakak sendiri itu bercerita soal masalah demi masalah bertubi-tubi yang menimpa Nabi Ayub. Mulai dari kehilangan harta, umat, didera penyakit hingga kehilangan anak-anak yang dicintainya dan sang istri yang meninggalkannya.
Tapi Nabi Ayub tetap tawakal. Ibadahnya justru semakin intens setelah musibah demi musibah menimpanya dan kita bisa belajar banyak hal darinya soal ketabahan dan kesabaran. Hal yang menimpa Nabi Ayub mau tak mau mengingatkan saya pada yang terjadi dengan Gunawan, tokoh sentral dalam miniseri Sabtu Bersama Bapak.
Miniseri enam episode yang tayang di Prime Video tersebut juga memperlihatkan Gunawan yang terus menerus diuji masalah. Dari ibu yang terkena strok, kehilangan pekerjaan yang menafkahi diri dan ibunya, kakak durhaka yang hendak menjual rumah tanpa sepengetahuannya, hingga perawat ibunya yang menguras seisi rumah yang ditinggalinya.
Foto: Prime Video
Tapi Gunawan tak gentar, baginya mengurus sang ibu adalah nomor satu. Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: "An Abi Hurairah radiyallahu ‘anhu qala, ja-a rajulun ila Rasulillahi SAW, faqala Ya Rasulullah: man ahaqqu-nasi bihusni shahabatiy? Qala ummuka. Qala tsumma man? Qala tsumma ummuka. Qala tsumma man? Qala tsumma ummuka. Qala tsumma man? qala tsumma abuka”.
Artinya: “Dari Abu Hurairah, dia berkata, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya: ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’ Rasul pun menjawab: ‘Ibumu’. ‘Lalu siapa lagi?’, ‘Ibumu’. ‘Siapa lagi’, ‘Ibumu’. ‘Siapa lagi’, ‘Ayahmu’”.
Gunawan adalah sebaik-baik seorang anak yang berbakti kepada ibunya. Caranya memperlakukan ibunya juga menjadi cerminan dari caranya bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari terutama kepada sesama. Dari bagaimana sikap Gunawan yang diperlihatkannya, maka kita tahu bahwa ibunya telah sukses membimbing seorang anak yang akan menjadi penunjuk jalannya ke Surga kelak.
Tapi Sabtu Bersama Bapaktak melulu bercerita soal Gunawan dan ibunya. Sesuai judulnya, miniseri ini memberi porsi yang besar kepada cara Gunawan meninggalkan ajaran-ajaran yang baik kepada kedua anaknya, Satya dan Saka.
Gunawan yang terlalu cepat berpulang ketika anak-anaknya masih kecil tak kehilangan akal agar terus bisa membimbing kedua putranya meski ia tak lagi berada di sisi mereka. Video menjadi medium Satya dan Saka yang tak saja terus berupaya memelihara kenangan dari ayahnya, tapi juga bisa terus menunggunya dengan tak sabar pada setiap Sabtu.
Foto: Prime Video
Gunawan yang menjadi imam keluarganya juga mewariskan banyak ajaran baik pada istrinya, Itje. Dalam sebuah adegan, Itje yang melihat seorang pegawainya dirundung kesusahan, serta merta ke rumah sakit untuk melunasi tagihan dari ayah si pegawai dan tak ingin diketahui siapa pun. Itje yang kini berhijab memperlihatkan kesalehan sosial yang justru tak ingin diperlihatkannya kepada siapa pun, apalagi mengumbarnya di media sosial.
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS.Al-Baqarah : 271).
Miniseri Sabtu Bersama Bapakmemang dijejali banyak sekali nilai-nilai Islami yang dipraktikkan oleh tokoh-tokohnya, tak sekadar diucapkan oleh mereka dan justru membuat nilai-nilai tersebut terasa jauh lebih bermakna. Kita tak sekadar melihat Gunawan yang mengerjakan salat tapi kita juga melihat Gunawan mempraktikkan keislamannya dalam kehidupan sehari-hari.
Adhitya Mulya selaku penulis skenario menjejalkan nilai-nilai itu tanpa berniat menceramahi dan sungguh perlu diapresiasi usahanya memperlihatkan bahwa kesalehan sosial jauh lebih penting daripada kesalehan individual. Lebih jauh lagi kita melihat wajah Islam sesungguh-sungguhnya yang selalu bisa kita teladani, yang damai dan penuh kasih melalui Gunawan dan Itje.
tulis komentar anda