SOROT: Seandainya Saya sebagai Sutradara Sinetron Stripping
Sabtu, 24 Juni 2023 - 14:35 WIB
Karena dikerjakan oleh banyak orang, cerita bisa mendapatkan asupan yang cukup untuk tak membuatnya harus kehilangan ide-ide menarik dan tetap logis. Setelah persiapan cerita, yang juga penting dilakukan adalah mempersiapkan pemain.
Sebagai sineas yang besar dalam produksi film, saya tahu betul bahwa persiapan adalah segalanya. Workshop akting dengan pemain-pemain kunci menjadi salah satu hal yang wajib dilakukan. Hal ini pun sesungguhnya bisa dilakukan dalam produksi sinetron stripping.
Foto: RCTI
Sebelum produksi dimulai tanpa jeda, workshop akting bisa dilakukan selama dua mingguan dengan pemain dan sutradara bisa banyak berdiskusi soal alur cerita, soal dialog, dan terutama soal karakter yang mereka perankan berikut motivasinya. Sehingga ketika pemain masuk ke lokasi syuting, mereka sudah memahami betul karakter yang mereka perankan dan bisa memberikan penampilan akting yang lebih baik.
Selain itu komitmen para pemain utama bisa dibicarakan sejak awal demi menghindari tak adanya interaksi lebih banyak antara sesama pemain ketika syuting dilakukan.
Selain workshop akting, workshop dengan kru inti pun sesungguhnya bisa dilakukan sebelum syuting sinetron stripping dimulai. Dengan 2-3 tim produksi yang berjalan paralel, yang terutama dibutuhkan adalah kerja sama yang padu dan efisien. Maka workshop menjadi penting untuk bisa menyamakan sistem, untuk bisa bekerja sama dengan baik dan efisien, serta masih bisa mengupayakan kualitas terbaik.
Segala hal terkait konsep visual bisa dibicarakan sejak awal sebelum produksi dimulai. Ini supaya kita tak perlu lagi melihat “tabrakan warna” antara dinding rumah yang menjadi set dan busana yang dikenakan pemain yang membuat gambar menjadi tak sedap dipandang mata.
Variasi gambar pun dilakukan agar tak monoton hanya memperlihatkan gambar “master” dan “close up” saja sebagaimana yang diperlihatkan sinetron stripping sejauh ini. Pemain pun sebisa mungkin selalu diperlihatkan dalam satu frame yang sama sehingga kita bisa melihat aksi reaksi dari sesama mereka, tak lagi berbicara dengan tembok dan baru dipadukan di ruang penyuntingan seperti yang banyak terjadi selama ini.
Seandainya tiga hal kunci di atas bisa dilakukan dalam produksi sinetron stripping saat ini secara konsisten, bisa jadi secara perlahan kita bisa melihat kualitas sinetron bisa perlahan membaik dan kembali bisa merebut hati penonton.
Semoga rumah produksi yang memproduksi sinetron tak lagi menjalankan kredo yang pernah dianut stasiun televisi, “Yang jelek saja banyak ditonton, kenapa harus bikin yang bagus?”
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
Sebagai sineas yang besar dalam produksi film, saya tahu betul bahwa persiapan adalah segalanya. Workshop akting dengan pemain-pemain kunci menjadi salah satu hal yang wajib dilakukan. Hal ini pun sesungguhnya bisa dilakukan dalam produksi sinetron stripping.
Foto: RCTI
Sebelum produksi dimulai tanpa jeda, workshop akting bisa dilakukan selama dua mingguan dengan pemain dan sutradara bisa banyak berdiskusi soal alur cerita, soal dialog, dan terutama soal karakter yang mereka perankan berikut motivasinya. Sehingga ketika pemain masuk ke lokasi syuting, mereka sudah memahami betul karakter yang mereka perankan dan bisa memberikan penampilan akting yang lebih baik.
Selain itu komitmen para pemain utama bisa dibicarakan sejak awal demi menghindari tak adanya interaksi lebih banyak antara sesama pemain ketika syuting dilakukan.
Selain workshop akting, workshop dengan kru inti pun sesungguhnya bisa dilakukan sebelum syuting sinetron stripping dimulai. Dengan 2-3 tim produksi yang berjalan paralel, yang terutama dibutuhkan adalah kerja sama yang padu dan efisien. Maka workshop menjadi penting untuk bisa menyamakan sistem, untuk bisa bekerja sama dengan baik dan efisien, serta masih bisa mengupayakan kualitas terbaik.
Segala hal terkait konsep visual bisa dibicarakan sejak awal sebelum produksi dimulai. Ini supaya kita tak perlu lagi melihat “tabrakan warna” antara dinding rumah yang menjadi set dan busana yang dikenakan pemain yang membuat gambar menjadi tak sedap dipandang mata.
Variasi gambar pun dilakukan agar tak monoton hanya memperlihatkan gambar “master” dan “close up” saja sebagaimana yang diperlihatkan sinetron stripping sejauh ini. Pemain pun sebisa mungkin selalu diperlihatkan dalam satu frame yang sama sehingga kita bisa melihat aksi reaksi dari sesama mereka, tak lagi berbicara dengan tembok dan baru dipadukan di ruang penyuntingan seperti yang banyak terjadi selama ini.
Baca Juga
Seandainya tiga hal kunci di atas bisa dilakukan dalam produksi sinetron stripping saat ini secara konsisten, bisa jadi secara perlahan kita bisa melihat kualitas sinetron bisa perlahan membaik dan kembali bisa merebut hati penonton.
Semoga rumah produksi yang memproduksi sinetron tak lagi menjalankan kredo yang pernah dianut stasiun televisi, “Yang jelek saja banyak ditonton, kenapa harus bikin yang bagus?”
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)
tulis komentar anda