CERMIN: Nyeri yang Membunuh Amerika
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 1996. Saya memulai menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Dan Purdue Pharma memulai ambisinya menjadi perusahaan farmasi terbesar di dunia dengan memperkenalkan OxyContin.
Setelah 20 tahunan dipasarkan secara agresif, pereda nyeri yang lebih populer disebut sebagai Oxy itu telah membunuh lebih dari 200 ribu orang di Amerika. Padahal awalnya pil pereda nyeri itu diklaim “kurang dari 1% menyebabkan kecanduan”.
Beth Macy membongkar skandal paling memalukan dalam sejarah farmasi Amerika itu dalam bukunya berjudul Dopesick: Dealers, Doctors, and the Drug Company that Addicted America. Kita bergidik ketika Macy membawa ppembaca mengikuti kisah seorang ibu yang kehilangan anaknya hanya karena keserakahan dari perusahaan farmasi.
Ada kisah sedih dari orang tua yang kehilangan anaknya, kemarahan dari saudara yang ditinggalkan kakak/adiknya hingga garda depan masyarakat seperti polisi yang cenderung kebingungan menghadapi epidemi ini.
Yang paling menarik dari serial Dopesickyang tayang di Disney+ Hotstar ini adalah bahwa ceritanya juga berkutat pada seorang dokter yang awalnya meresepkan obat itu ke pasiennya hingga akhirnya jatuh ke dalam lingkaran setan pecandu. Samuel Finnix, seorang dokter yang sangat dihormati di masyarakat, dengan mudah berubah dan dianggap menjadi sampah masyarakat ketika ia menjadi pecandu dan tak bisa mengendalikan dirinya. Ia tak hanya kehilangan pekerjaannya sebagai dokter, tapi juga kehilangan harga dirinya.
Foto: Disney+
Kita juga melihat Betsy Mallum, seorang pekerja tambang, yang awalnya diresepkan oleh Samuel untuk mengonsumsi Oxy demi meredakan nyeri. Perlahan tapi pasti, Betsy mengalami kecanduan yang tak hanya mengguncang hidupnya, tapi juga mengguncang keluarganya, terutama ibunya.
Dalam kasus yang mirip, saya melihat sendiri adik saya berkenalan dengan obat-obatan terlarang ketika masih menginjak kelas 1 SMP. Kematian ibu saat kami masih membutuhkan kasih sayangnya membuat dunia kami terbalik.
Kami berdua berubah menjadi pribadi yang berbeda. Adik saya melampiaskannya pada perilaku kecanduan dan akhirnya mengakhiri hidupnya pada usia 27.
Baca Juga: CERMIN: Pada Mulanya adalah Niat Mulia
Selama bertahun-tahun, saya melihat bagaimana perilaku ini tak hanya mencederai pelaku, tapi juga keluarga secara keseluruhan. Tak terkira berapa banyak uang yang dikeluarkan untuk membiayai perilaku kecanduan ini.
Tak terhitung berapa besar kesabaran yang dipupuk bertahun-tahun untuk mencoba mengerti bagaimana perilaku kecanduan ini bekerja dan mencari cara untuk mengatasinya. Tak terkira berapa banyak masa muda yang hancur bahkan mati sebelum waktunya akibat ulah perilaku kecanduan ini.
Foto: Disney+
Menonton Dopesickmembuat kita semakin gelisah. Membuat kita semakin mengkhawatirkan masa depan anak-anak kita kelak. Mereka tak hanya berjuang untuk masa depan yang gemilang, tapi juga berjuang untuk tak terperangkap perilaku sejenis kecanduan ini.
Kita juga semakin gelisah dan khawatir karena tahu seberapa mudah obat-obat itu didapatkan. Dan kita tak punya kekuatan apa pun untuk melawannya.
Tapi kita bisa meniru Beth Macy. Kita bisa memulai bersuara lantang tentang kisah-kisah yang kita atau orang-orang terdekat yang pernah alami seputar perilaku kecanduan. Kita berharap suara lantang itu terdengar semakin keras ketika dibagikan ke banyak orang. Kita berharap semakin banyak yang peduli akan bahaya perilaku kecanduan obat ini.
Sebelas tahun setelah adik saya meninggal pada tahun 2007, Prince ditemukan terkapar tewas di rumahnya. Penyanyi legendaris itu disinyalir juga kecanduan obat pereda nyeri dan tak bisa mengatasi kecanduannya. Kita tak pernah tahu siapa lagi yang akan jadi korban. Bukan saja dokter atau pekerja tambang, penyanyi sekaliber Prince pun terjerat olehnya.
Foto: Disney+
Kekhawatiran Beth Macy bukan sekedar kekhawatiran tentang perusahaan farmasi membodohi masyarakat Amerika. Kekhawatirannya juga tentang masa depan Amerika ketika anak-anak mudanya kecanduan obat dan nyaris tak bisa berfungsi dengan baik selama mencandu.
Kekhawatiran kita pula yang membuat Dopesickbukan sekadar tontonan, tapi sebagai tamparan keras untuk kita semua. Bahwa perilaku itu masih ada di sekitar kita dan sewaktu-waktu bisa kembali sebagai epidemi.
Setelah 20 tahunan dipasarkan secara agresif, pereda nyeri yang lebih populer disebut sebagai Oxy itu telah membunuh lebih dari 200 ribu orang di Amerika. Padahal awalnya pil pereda nyeri itu diklaim “kurang dari 1% menyebabkan kecanduan”.
Beth Macy membongkar skandal paling memalukan dalam sejarah farmasi Amerika itu dalam bukunya berjudul Dopesick: Dealers, Doctors, and the Drug Company that Addicted America. Kita bergidik ketika Macy membawa ppembaca mengikuti kisah seorang ibu yang kehilangan anaknya hanya karena keserakahan dari perusahaan farmasi.
Ada kisah sedih dari orang tua yang kehilangan anaknya, kemarahan dari saudara yang ditinggalkan kakak/adiknya hingga garda depan masyarakat seperti polisi yang cenderung kebingungan menghadapi epidemi ini.
Yang paling menarik dari serial Dopesickyang tayang di Disney+ Hotstar ini adalah bahwa ceritanya juga berkutat pada seorang dokter yang awalnya meresepkan obat itu ke pasiennya hingga akhirnya jatuh ke dalam lingkaran setan pecandu. Samuel Finnix, seorang dokter yang sangat dihormati di masyarakat, dengan mudah berubah dan dianggap menjadi sampah masyarakat ketika ia menjadi pecandu dan tak bisa mengendalikan dirinya. Ia tak hanya kehilangan pekerjaannya sebagai dokter, tapi juga kehilangan harga dirinya.
Foto: Disney+
Kita juga melihat Betsy Mallum, seorang pekerja tambang, yang awalnya diresepkan oleh Samuel untuk mengonsumsi Oxy demi meredakan nyeri. Perlahan tapi pasti, Betsy mengalami kecanduan yang tak hanya mengguncang hidupnya, tapi juga mengguncang keluarganya, terutama ibunya.
Dalam kasus yang mirip, saya melihat sendiri adik saya berkenalan dengan obat-obatan terlarang ketika masih menginjak kelas 1 SMP. Kematian ibu saat kami masih membutuhkan kasih sayangnya membuat dunia kami terbalik.
Kami berdua berubah menjadi pribadi yang berbeda. Adik saya melampiaskannya pada perilaku kecanduan dan akhirnya mengakhiri hidupnya pada usia 27.
Baca Juga: CERMIN: Pada Mulanya adalah Niat Mulia
Selama bertahun-tahun, saya melihat bagaimana perilaku ini tak hanya mencederai pelaku, tapi juga keluarga secara keseluruhan. Tak terkira berapa banyak uang yang dikeluarkan untuk membiayai perilaku kecanduan ini.
Tak terhitung berapa besar kesabaran yang dipupuk bertahun-tahun untuk mencoba mengerti bagaimana perilaku kecanduan ini bekerja dan mencari cara untuk mengatasinya. Tak terkira berapa banyak masa muda yang hancur bahkan mati sebelum waktunya akibat ulah perilaku kecanduan ini.
Foto: Disney+
Menonton Dopesickmembuat kita semakin gelisah. Membuat kita semakin mengkhawatirkan masa depan anak-anak kita kelak. Mereka tak hanya berjuang untuk masa depan yang gemilang, tapi juga berjuang untuk tak terperangkap perilaku sejenis kecanduan ini.
Kita juga semakin gelisah dan khawatir karena tahu seberapa mudah obat-obat itu didapatkan. Dan kita tak punya kekuatan apa pun untuk melawannya.
Tapi kita bisa meniru Beth Macy. Kita bisa memulai bersuara lantang tentang kisah-kisah yang kita atau orang-orang terdekat yang pernah alami seputar perilaku kecanduan. Kita berharap suara lantang itu terdengar semakin keras ketika dibagikan ke banyak orang. Kita berharap semakin banyak yang peduli akan bahaya perilaku kecanduan obat ini.
Sebelas tahun setelah adik saya meninggal pada tahun 2007, Prince ditemukan terkapar tewas di rumahnya. Penyanyi legendaris itu disinyalir juga kecanduan obat pereda nyeri dan tak bisa mengatasi kecanduannya. Kita tak pernah tahu siapa lagi yang akan jadi korban. Bukan saja dokter atau pekerja tambang, penyanyi sekaliber Prince pun terjerat olehnya.
Foto: Disney+
Kekhawatiran Beth Macy bukan sekedar kekhawatiran tentang perusahaan farmasi membodohi masyarakat Amerika. Kekhawatirannya juga tentang masa depan Amerika ketika anak-anak mudanya kecanduan obat dan nyaris tak bisa berfungsi dengan baik selama mencandu.
Kekhawatiran kita pula yang membuat Dopesickbukan sekadar tontonan, tapi sebagai tamparan keras untuk kita semua. Bahwa perilaku itu masih ada di sekitar kita dan sewaktu-waktu bisa kembali sebagai epidemi.