CERMIN: Pada Mulanya adalah Niat Mulia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2004. Elizabeth Holmes memutuskan berhenti kuliah dari Universitas Stanford dan memulai perusahaan rintisan bernama Theranos. Dan saya masih terombang-ambing melanjutkan kuliah kedokteran ke jenjang berikutnya atau tidak.
Apa yang kamu lakukan saat berusia 19 tahun? Dalam usia itu, saya masih mencoba menikmati berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Namun di benua yang berada ribuan kilometer jauhnya, ada Elizabeth Holmes yang tanpa ragu memutuskan berhenti dari studinya di Teknik Kimia Universitas Stanford.
Seperti Adam Neumann, pendiri WeWork, Elizabeth mengikuti kata hatinya mewujudkan impian Amerika. Ia percaya di negara yang selalu diklaim paling demokratis itu, ia bisa mengubah dunia melalui perusahaan rintisan bernama Theranos.
Niatnya mendirikan perusahaan rintisan itu mulia betul: ingin memberi akses murah bagi masyarakat untuk mengetahui kondisi kesehatannya hanya melalui setetes darah. Siapa yang tak jatuh hati dengan ide mulia dan terkesan sederhana itu. Namun pada akhirnya kita tahu niat baik selalu tak cukup, dan kita pun sulit membedakan apakah Elizabeth sejatinya seorang penipu atau memang hanyalah seorang yang naif.
Foto: Hulu
Kita memang mudah dibuat jatuh hati dengan niat mulia. Minggu ini media kita mengekspos betapa rentannya lembaga donasi dengan praktik korupsi. Niat mulia memang selalu mudah diperjualbelikan, sama seperti Theranos.
Theranos tak begitu sulit menggegerkan dunia investasi di Amerika Serikat dan menghimpun triliunan dolar dari mereka yang percaya dengan niat mulia itu. Kita begitu gampang tergugah dengan niat mulia sehingga juga begitu mudah teperdaya karenanya.
Baca Juga: CERMIN: Pertaruhan Atas Nama Cinta
Kita tak segan menggelontorkan dana karena berharap gelontoran dana itu bisa mengubah seseorang. Dalam kasus Theranos, investor berharap kali ini mereka tak hanya berbisnis, tapi juga mengubah wajah dunia medis. Bayangkan betapa banyaknya masyarakat kecil akan tertolong dengan teknologi yang ditawarkan Theranos.
Namun sering kita lupa bahwa niat mulia kadang tampak “too good to be true”. Dengan mudah kita mengesampingkan kekhawatiran kita dan mengedepankan kepercayaan berlebihan yang kita miliki. Sebelum pada akhirnya kita sadar bahwa semua sekadar niat mulia, masih terlalu jauh untuk diwujudkan.
Foto: Hulu
Tentu saja saya, sebagaimana banyak orang pada awalnya, juga percaya pada Elizabeth. Pada niatnya untuk mengubah dunia. Saya termasuk banyak dari mereka yang mengaguminya ketika ia didaulat menjadi sampul majalah Forbes sebagai miliuner pengusaha perempuan termuda ketika usianya masih 30 tahun.
Saya mengikuti sepak terjangnya tanpa pernah berpikir bahwa kekaguman ini ternyata tidak beralasan. Elizabeth sejatinya tak berbeda jauh dengan Anna Sorokin yang dipotret dalam serial Inventing Anna. Elizabeth memanfaatkan kekaguman membabibuta itu untuk terus memperdaya publik dengan “niat mulia”-nya itu.
Baca Juga: 3 Drama Korea Kerajaan Terbaru dengan Rating Tertinggi
Pada awalnya adalah niat mulia dan pada akhirnya adalah kehancuran. Lama-lama bobrok yang disimpan rapat Theranos semakin terbuka lebar. Dan lukanya semakin berbau busuk serta menjalar ke mana-mana.
Teknologi mendeteksi kondisi kesehatan via setetes darah itu tak pernah ada. Dan tak pernah diwujudkan. Kita masih berhalusinasi bertahun-tahun bahwa teknologi itu bisa diwujudkan dalam waktu dekat.
"Apa yang sebenarnya saya inginkan adalah membuka sesuatu yang baru, sesuatu yang tidak diketahui umat manusia sebelumnya," tulis Elizabeth, ketika dia berusia sembilan tahun.
Foto: Hulu
Doktrin itu telah dibisikkannya terus menerus ke dalam dirinya setelah itu. Sayangnya memang doktrin itu mengubah dirinya menjadi seorang tak beretika yang mengkhianati kepercayaan publik pada niat mulianya.
Pada satu titik, saya teringat kata-kata Friedrich Nietzsche, “Manusia sama halnya dengan pohon. Semakin dia ingin naik, semakin banyak akar-akarnya yang berusaha masuk ke bawah, yakni ke dalam kegelapan, ke dalam kejahatan”.
Apa yang kamu lakukan saat berusia 19 tahun? Dalam usia itu, saya masih mencoba menikmati berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Namun di benua yang berada ribuan kilometer jauhnya, ada Elizabeth Holmes yang tanpa ragu memutuskan berhenti dari studinya di Teknik Kimia Universitas Stanford.
Seperti Adam Neumann, pendiri WeWork, Elizabeth mengikuti kata hatinya mewujudkan impian Amerika. Ia percaya di negara yang selalu diklaim paling demokratis itu, ia bisa mengubah dunia melalui perusahaan rintisan bernama Theranos.
Niatnya mendirikan perusahaan rintisan itu mulia betul: ingin memberi akses murah bagi masyarakat untuk mengetahui kondisi kesehatannya hanya melalui setetes darah. Siapa yang tak jatuh hati dengan ide mulia dan terkesan sederhana itu. Namun pada akhirnya kita tahu niat baik selalu tak cukup, dan kita pun sulit membedakan apakah Elizabeth sejatinya seorang penipu atau memang hanyalah seorang yang naif.
Foto: Hulu
Kita memang mudah dibuat jatuh hati dengan niat mulia. Minggu ini media kita mengekspos betapa rentannya lembaga donasi dengan praktik korupsi. Niat mulia memang selalu mudah diperjualbelikan, sama seperti Theranos.
Theranos tak begitu sulit menggegerkan dunia investasi di Amerika Serikat dan menghimpun triliunan dolar dari mereka yang percaya dengan niat mulia itu. Kita begitu gampang tergugah dengan niat mulia sehingga juga begitu mudah teperdaya karenanya.
Baca Juga: CERMIN: Pertaruhan Atas Nama Cinta
Kita tak segan menggelontorkan dana karena berharap gelontoran dana itu bisa mengubah seseorang. Dalam kasus Theranos, investor berharap kali ini mereka tak hanya berbisnis, tapi juga mengubah wajah dunia medis. Bayangkan betapa banyaknya masyarakat kecil akan tertolong dengan teknologi yang ditawarkan Theranos.
Namun sering kita lupa bahwa niat mulia kadang tampak “too good to be true”. Dengan mudah kita mengesampingkan kekhawatiran kita dan mengedepankan kepercayaan berlebihan yang kita miliki. Sebelum pada akhirnya kita sadar bahwa semua sekadar niat mulia, masih terlalu jauh untuk diwujudkan.
Foto: Hulu
Tentu saja saya, sebagaimana banyak orang pada awalnya, juga percaya pada Elizabeth. Pada niatnya untuk mengubah dunia. Saya termasuk banyak dari mereka yang mengaguminya ketika ia didaulat menjadi sampul majalah Forbes sebagai miliuner pengusaha perempuan termuda ketika usianya masih 30 tahun.
Saya mengikuti sepak terjangnya tanpa pernah berpikir bahwa kekaguman ini ternyata tidak beralasan. Elizabeth sejatinya tak berbeda jauh dengan Anna Sorokin yang dipotret dalam serial Inventing Anna. Elizabeth memanfaatkan kekaguman membabibuta itu untuk terus memperdaya publik dengan “niat mulia”-nya itu.
Baca Juga: 3 Drama Korea Kerajaan Terbaru dengan Rating Tertinggi
Pada awalnya adalah niat mulia dan pada akhirnya adalah kehancuran. Lama-lama bobrok yang disimpan rapat Theranos semakin terbuka lebar. Dan lukanya semakin berbau busuk serta menjalar ke mana-mana.
Teknologi mendeteksi kondisi kesehatan via setetes darah itu tak pernah ada. Dan tak pernah diwujudkan. Kita masih berhalusinasi bertahun-tahun bahwa teknologi itu bisa diwujudkan dalam waktu dekat.
"Apa yang sebenarnya saya inginkan adalah membuka sesuatu yang baru, sesuatu yang tidak diketahui umat manusia sebelumnya," tulis Elizabeth, ketika dia berusia sembilan tahun.
Foto: Hulu
Doktrin itu telah dibisikkannya terus menerus ke dalam dirinya setelah itu. Sayangnya memang doktrin itu mengubah dirinya menjadi seorang tak beretika yang mengkhianati kepercayaan publik pada niat mulianya.
Pada satu titik, saya teringat kata-kata Friedrich Nietzsche, “Manusia sama halnya dengan pohon. Semakin dia ingin naik, semakin banyak akar-akarnya yang berusaha masuk ke bawah, yakni ke dalam kegelapan, ke dalam kejahatan”.