CERMIN: Barry adalah Kita

Rabu, 29 Juni 2022 - 15:00 WIB
loading...
CERMIN: Barry adalah Kita
Karakter Barry dalam serial Barry sedikit banyak menjadi cerminan karakter kita saat berinteraksi di media sosial. Foto/HBO GO
A A A
JAKARTA - Tahun 2019. Saya menyelesaikan produksi sebuah serial untuk layanan streaming dan penulis Ahda Imran memublikasikan salah satu cerita pendek terbaiknya di surat kabar nasionalberjudul Pembunuh Terbaik.

Mari berkenalan dengan tokoh Aku. Ia yang dibebaskan dari jeratan hukuman mati untuk masuk ke jeratan berikutnya: ditahbiskan menjadi mesin pembunuh. Tokoh Aku menyenangi tugas membunuh seseorang yang diisyaratkan oleh Bapak. Isyarat itu sesungguhnya tak pernah jelas tapi juga tak kabur sepenuhnya. Tapi tokoh Aku dan Bapak sama-sama mengerti, juga sama-sama membutuhkan.

Tokoh Aku dan Bapak bertemu dalam sebuah situasi politik. Sementara Barry dan Fuches bertemu dalam situasi nyaris serupa: pulang dari peperangan yang menggerogoti jiwanya, Barry tak punya seorang pun tempatnya berpaling. Hingga muncul Fuches yang memanipulasi dirinya dan juga menjadikannya mesin pembunuh.

Tapi Barry bukan Aku. Ia membunuh semata karena uang walau Barry selalu dengan naif mengira dirinya bagian dari orang-orang baik yang membersihkan dunia dari sesaknya orang-orang jahat. Barry tahu bahwa suatu hari, pada waktu dan kesempatan yang tepat, ia akan menemukan jalan keluar.

CERMIN: Barry adalah Kita

Foto: HBO GO

Jalan keluar itu bernama akting. Saya menemukan jalan keluar berupa film pada saat sedang bosan-bosannya mengikuti pendidikan menjadi dokter yang melelahkan pada awal 2000-an. Seperti Barry, saya merasa terbebaskan. Saya merasa bertemu dengan dunia yang telah lama saya impikan.

Baca Juga: CERMIN: Impian Amerika dari Mata Adam Neumann

Apa itu akting? Setelah bekerja sebagai produser film profesional sejak 2011, saya menyadari bahwa akting itu bukan berpura-pura. Tapi sebuah metode seorang aktor mencari hal-hal yang menyenangkan sekaligus paling buruk dalam dirinya sendiri dan dituangkannya ke dalam karakter yang akan diperankannya.

Seorang aktor berupaya mencoba cara apa pun agar ia bisa menjadi jujur terhadap karakter yang dipercayakan padanya. Sementara Jean-Paul Sartre melihat akting dengan sudut pandang yang mirip, “Akting adalah masalah menyerap kepribadian orang lain dan menambahkan beberapa pengalaman Anda sendiri.”

Barry menutup rapat kehidupan pribadinya. Ia tak ingin seorang pun tahu bahwa ia melakukan pekerjaan membunuh untuk menghidupi dirinya. Ia juga berkelit dari pengalaman sebelumnya ketika menjadi seorang tentara di Afganistan dan membunuh warga tak bersalah.

CERMIN: Barry adalah Kita

Foto: HBO GO

Tapi menjadi aktor berarti membuka lapis demi lapis dari kehidupan pribadinya kepada orang lain untuk memperkaya karakter yang akan dimainkannya. Apa yang harus dilakukannya?

Pada masa ketika media sosial menjelma menjadi semacam medium eksibisionisme, sosok Barry tentu bukan favorit. Ia menolak untuk berbagi bagian dari kehidupan ganda yang dijalaninya. Ia memilih hanya menunjukkan bagian dari kehidupan yang diinginkannya: menjadi seorang aktor.

Namun bukankah kita semua demikian? Kita menyunting hidup kita di media sosial, hanya memperlihatkan bagian-bagian terbaik dan menyembunyikan borok-boroknya rapat-rapat. Kita menjelma menjadi seorang serbasempurna dengan kehidupan pernikahan bahagia, anak-anak yang menyenangkan, pekerjaan yang stabil, sambil sesekali pelesir dan berbelanja di tempat yang wah.

Sosok Barry, yang bisa ditonton dalam serial Barryyang tayang di HBO GO, bukan hanya ingin menyunting hidupnya, tapi ia ingin melenyapkan masa lalunya. Membuangnya jauh-jauh. Mengubur identitas Barry Brekman dan menjelma menjadi Barry Block seutuhnya. Seseorang yang menyenangkan, selalu supportif, dan punya kehidupan normal. Tapi apakah normal itu?

Bagi sebagian orang, menjadi normal adalah sekolah, kuliah, bekerja, berkeluarga dan memiliki anak. Barry sebagaimana saya adalah sedikit dari mereka yang berada di luar “pengertian” itu.

CERMIN: Barry adalah Kita

Foto: HBO GO

Saya memiliki anak di usia 32 secara tak terduga. Saya hampir percaya hidup saya akan berakhirdalam usia 40. Tapi pada akhirnya, bagi orang-orang seperti Barry dan saya, normal selalu bisa didefinisikan masing-masing.

Saya percaya pada kesempatan kedua, sebagaimana Barry. Ia mati-matian mempercayai itu dan rela membuang “kariernya sebagai pembunuh profesional” begitu saja.

Pada akhirnya ia juga ingin dilihat normal sebagai orang-orang pada umumnya. Tapi bisa saja Barry tak akan pernah normal sebagaimana ukuran mayoritas orang-orang, sebagaimana juga saya dan yang membaca tulisan ini.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1727 seconds (0.1#10.140)