CERMIN: Harta, Tangga dan Cinta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2011. Saya sedang mempersiapkan syuting film bioskop kedua saya yang akan berlokasi di Jepang. Dan Michael Peterson dituduh membunuh istrinya, Kathleen, dengan keji.
Tapi Michael Peterson bukan Abe Sada. Ia tak dituduh mencekik leher kekasihnya menggunakan tali kimono merahnya hingga terkapar tewas. Ia tak gelap mata karena cemburu melihat kekasihnya selalu kembali ke keluarganya setelah bercinta panas dengannya. Dan ia tak pernah dengan keji memotong penis manajer restoran itu.
"Setelah dia mati, aku sangat lega. Seolah-olah bebanku terangkat semua. Aku membawa organ intimnya karena itu adalah kenanganku dengannya. Itu yang aku miliki dari Ishida.”
Kedua peristiwa yang terentang selama 75 tahun itu punya satu kesamaan: didokumentasikan dalam bentuk film . Kisah Abe diolah sutradara Oshima Nagashi menjadi film sensasional pada 1976 berjudul In the Realm of the Senses,dan kisah Michael direkam oleh Jean-Xavier de Lestrade dalam dokumenter yang dirilis pada 2014, berdurasi 6 jam berjudul The Staircase.
Foto: HBO Go
Michael Peterson bukan Abe Sada. Ia tak pernah mengaku melakukan pembunuhan pada istrinya yang amat dicintainya itu. Sementara Abe yang ditemukan dua hari pascapembunuhan di sebuah pondok sewaan di kota Shinagawa, Jepang, menyerah begitu saja dan tak melakukan perlawanan.
"Aku mencintainya. Aku tidak pernah mencintai seorang pria lebih dari ini sebelumnya. Aku ingin memilikinya untukku sendiri dan saat aku sadar dia tak akan jadi milikku, aku ingin membunuhnya."
Lagi-lagi soal cinta. Abe membunuh Ishida karena terlalu mencintainya. Juga Michael yang dituduh membunuh Kathleen meski selalu mengutarakan betapa ia mencintai istrinya itu. Cinta memang [mungkin] tak pernah sederhana. Membuat saya teringat kutipan dialog dari novel Cantik Itu Luka –nya Eka Kurniawan.
“Cinta telah memberikan bukti bahwa cinta merupakan kekuatan yang jauh lebih besar dari apa pun”. Cinta datang seringkali dengan cara paling sederhana, tapi juga seringkali menggulung seperti badai. Cinta Michael kepada Kathleen justru membuatnya harus merelakan delapan tahun hidupnya terempas di penjara.
Foto: HBO Go
Desember 2011. Michael dan Kathleen tengah bersemangat menjelang Natal. Setelah absen di Thanksgiving, eksekutif dari Nortel itu menginginkan makan malam Natal yang megah dengan rumah yang dihias mewah. Kathleen ingin merasakan kembali kehangatan keluarga dengan lima anaknya yang sudah dewasa.
Namun keinginan itu tak pernah terwujud. Cinta itu berakhir di tangga. Kathleen tewas berlumuran darah di tangga rumahnya. Michael yang menelepon 911 tak lama berselang menemukan Kathleen justru dituduh sebagai pembunuh.
Baca Juga: CERMIN: Sepanjang Jalan Kenangan 'One for the Road'
Ketika peristiwa horor terjadi di tengah pasangan suami istri, prasangka selalu tertuju penuh pada salah satunya. Kathleen tewas dan haruskah Michael yang menjadi pembunuhnya?
Kita pun mulai melihat keluarga yang porak-poranda, dengan hati yang tercabik-cabik oleh tragedi. Dengan prasangka yang membuncah di dada. Kathleen adalah pusat keluarga Peterson. Sementara Michael tak bekerja, hidup dari masa lalunya yang sukses sebagai novelis.
Di rumah, saya tak menyaksikan ketimpangan antara ayah dan ibu saya. Keduanya bekerja dan berbagi peran secara seimbang. Ayah dan ibu saya sama-sama pegawai negeri. Ketika ibu saya memasak, ayah saya mencuci piring. Gender equality tak pernah diajarkan di rumah secara verbal, tapi saya melihatnya langsung dipraktikkan.
Foto: HBO Go
Sementara di keluarga Barat seperti Michael Peterson, kita justru melihat porsi ayah dan ibu yang tak seimbang. Hidup Michael yang santai berbanding terbalik dengan Kathleen yang terus menerus diganggu pekerjaan dan akhirnya stres karenanya. Namun apakah kita bisa menuduh Michael sebagai pembunuh hanya karena filosofi hidupnya?
Michael Peterson bukan Abe Sada. Ia manusia biasa yang terlihat sayang istri dan keluarganya. Tak pernah terlihat memiliki kadar cinta berlebihan yang bisa memabukkan dan membuat gelap mata. Ia pria biasa dengan segala kekurangannya. Dan ia juga berbohong.
Michael bilang Kathleen menghargai preferensi seksualnya yang tak hanya menyukai perempuan tapi juga laki-laki sekaligus. Dan selama pernikahannya, Michael mengaku hanya pernah meniduri laki-laki. Namun di luar soal jenis kelamin, perempuan mana yang rela berbagi cinta begitu saja dari pria yang juga dicintainya sepenuh hati itu?
Tapi Michael Peterson bukan Abe Sada. Ia tak dituduh mencekik leher kekasihnya menggunakan tali kimono merahnya hingga terkapar tewas. Ia tak gelap mata karena cemburu melihat kekasihnya selalu kembali ke keluarganya setelah bercinta panas dengannya. Dan ia tak pernah dengan keji memotong penis manajer restoran itu.
"Setelah dia mati, aku sangat lega. Seolah-olah bebanku terangkat semua. Aku membawa organ intimnya karena itu adalah kenanganku dengannya. Itu yang aku miliki dari Ishida.”
Kedua peristiwa yang terentang selama 75 tahun itu punya satu kesamaan: didokumentasikan dalam bentuk film . Kisah Abe diolah sutradara Oshima Nagashi menjadi film sensasional pada 1976 berjudul In the Realm of the Senses,dan kisah Michael direkam oleh Jean-Xavier de Lestrade dalam dokumenter yang dirilis pada 2014, berdurasi 6 jam berjudul The Staircase.
Foto: HBO Go
Michael Peterson bukan Abe Sada. Ia tak pernah mengaku melakukan pembunuhan pada istrinya yang amat dicintainya itu. Sementara Abe yang ditemukan dua hari pascapembunuhan di sebuah pondok sewaan di kota Shinagawa, Jepang, menyerah begitu saja dan tak melakukan perlawanan.
"Aku mencintainya. Aku tidak pernah mencintai seorang pria lebih dari ini sebelumnya. Aku ingin memilikinya untukku sendiri dan saat aku sadar dia tak akan jadi milikku, aku ingin membunuhnya."
Lagi-lagi soal cinta. Abe membunuh Ishida karena terlalu mencintainya. Juga Michael yang dituduh membunuh Kathleen meski selalu mengutarakan betapa ia mencintai istrinya itu. Cinta memang [mungkin] tak pernah sederhana. Membuat saya teringat kutipan dialog dari novel Cantik Itu Luka –nya Eka Kurniawan.
“Cinta telah memberikan bukti bahwa cinta merupakan kekuatan yang jauh lebih besar dari apa pun”. Cinta datang seringkali dengan cara paling sederhana, tapi juga seringkali menggulung seperti badai. Cinta Michael kepada Kathleen justru membuatnya harus merelakan delapan tahun hidupnya terempas di penjara.
Foto: HBO Go
Desember 2011. Michael dan Kathleen tengah bersemangat menjelang Natal. Setelah absen di Thanksgiving, eksekutif dari Nortel itu menginginkan makan malam Natal yang megah dengan rumah yang dihias mewah. Kathleen ingin merasakan kembali kehangatan keluarga dengan lima anaknya yang sudah dewasa.
Namun keinginan itu tak pernah terwujud. Cinta itu berakhir di tangga. Kathleen tewas berlumuran darah di tangga rumahnya. Michael yang menelepon 911 tak lama berselang menemukan Kathleen justru dituduh sebagai pembunuh.
Baca Juga: CERMIN: Sepanjang Jalan Kenangan 'One for the Road'
Ketika peristiwa horor terjadi di tengah pasangan suami istri, prasangka selalu tertuju penuh pada salah satunya. Kathleen tewas dan haruskah Michael yang menjadi pembunuhnya?
Kita pun mulai melihat keluarga yang porak-poranda, dengan hati yang tercabik-cabik oleh tragedi. Dengan prasangka yang membuncah di dada. Kathleen adalah pusat keluarga Peterson. Sementara Michael tak bekerja, hidup dari masa lalunya yang sukses sebagai novelis.
Di rumah, saya tak menyaksikan ketimpangan antara ayah dan ibu saya. Keduanya bekerja dan berbagi peran secara seimbang. Ayah dan ibu saya sama-sama pegawai negeri. Ketika ibu saya memasak, ayah saya mencuci piring. Gender equality tak pernah diajarkan di rumah secara verbal, tapi saya melihatnya langsung dipraktikkan.
Foto: HBO Go
Sementara di keluarga Barat seperti Michael Peterson, kita justru melihat porsi ayah dan ibu yang tak seimbang. Hidup Michael yang santai berbanding terbalik dengan Kathleen yang terus menerus diganggu pekerjaan dan akhirnya stres karenanya. Namun apakah kita bisa menuduh Michael sebagai pembunuh hanya karena filosofi hidupnya?
Michael Peterson bukan Abe Sada. Ia manusia biasa yang terlihat sayang istri dan keluarganya. Tak pernah terlihat memiliki kadar cinta berlebihan yang bisa memabukkan dan membuat gelap mata. Ia pria biasa dengan segala kekurangannya. Dan ia juga berbohong.
Michael bilang Kathleen menghargai preferensi seksualnya yang tak hanya menyukai perempuan tapi juga laki-laki sekaligus. Dan selama pernikahannya, Michael mengaku hanya pernah meniduri laki-laki. Namun di luar soal jenis kelamin, perempuan mana yang rela berbagi cinta begitu saja dari pria yang juga dicintainya sepenuh hati itu?