Miniseri Diaku Imamku: Fenomena Pesantren Terkini

Sabtu, 18 Desember 2021 - 20:47 WIB
loading...
Miniseri Diaku Imamku: Fenomena Pesantren Terkini
Yuki Kato memerankan gadis nakal yang dimasukkan orang tuanya ke pesantren dalam web series Diaku Imamku. Foto/Genflix
A A A
JAKARTA - Marilah menonton Diaku Imamku yang tayang di Genflix dengan cara pandang lain. Tidak sekadar ini adalah web series yang dibintangi Yuki Kato.

Juga tidak sekadar tentang cewek yang bucin (butuh cinta) pada calon imamnya. Tontonlah bahwa semua itu berlangsung di pesantren.

Hari-hari ini, nama pesantren jadi jelek lantaran kasus di Bandung, Jawa Barat. Seorang ustaz, berinisial HW, sedang diadili terkait tuduhan melakukan pemerkosaan kepada 12 santriwatinya. Empat dari korbannya hamil dan telah melahirkan delapan bayi. Perbuatan bejat ini telah dilakukan dari 2016 sampai 2019 oleh tersangka.

Kemudian ketika kasus ini merebak, akun twitter The Conversation Indonesia (@theconversationIDN) mengunggah lagi tulisan yang aslinya terbit 8 Maret 2020, yakni hasil penelitian M Diaz Asadullah, profesor ekonomi di Universitas Malaya, tentang orang miskin yang cenderung mengirim anak perempuannya ke pesantren.

Penelitian yang dimuat dalam International Journal of Educational Development ini menemukan bahwa selain madrasah banyak diminati oleh rumah tangga miskin, tapi keluarga miskin tersebut juga cenderung mengirimkan anak perempuannya ketimbang anak laki-lakinya ke madrasah.

Penelitiannya memiliki beberapa hipotesis di luar alasan ekonomi yang mungkin menjelaskan bias gender dalam pilihan sekolah keluarga miskin.

Miniseri Diaku Imamku: Fenomena Pesantren Terkini

Foto: Genflix

Pertama, keberadaan perempuan yang lumayan tinggi di madrasah bisa jadi mencerminkan meningkatnya pengaruh konservatisme pada daerah pedesaan di Indonesia. Misalnya, jaringan madrasah Salafi makin banyak muncul. Mereka mendorong pengajaran nilai-nilai yang memarjinalkan perempuan pada peran-peran tradisional, yang justru banyak diminati oleh orang tua di pedesaan.

Kedua, peluang ekonomi untuk perempuan di luar rumah seperti menjadi buruh cukup terbatas di daerah pedesaan. Banyak perempuan di daerah tersebut akhirnya terpaksa menjalankan pernikahan dini sebagai suatu realitas yang harus dihadapi.

Nah, pendidikan di pesantren dianggap sesuai untuk perempuan agar menyiapkan diri menjadi “istri yang baik.”

Masalahnya, benarkah demikian adanya?

Kehidupan di pesantren

Mari menonton Diaku Imamku untuk mendapat perspektif lain. Berbalikan dengan penelitian profesor M Diaz, dalamweb series ini kita berjumpa dengan Aisya (Yuki Kato), seorang murid perempuan yang nakal di sekolah swasta umum dan datang dari keluarga berada. Dia kemudian disekolahkan ke pesantren oleh orang tuanya. Semata agar kenakalannya bisa dikontrol.

Dari sini saja sudah ada perbedaan: Aisyah datang dari keluarga kaya dan orang tua memilih pesantren agar anaknya tak bandel lagi. Penulis sendiri mendapati biaya masuk pesantren nyatanya lebih mahal ketimbang sekolah swasta yang berkualitas rendah, serta kecenderungan anak yang bandel masuk pesantren nyata terjadi.

Usai masuk pesantren bukan berarti kenakalannya jadi terkontrol. Sebagian ada yang kabur-kaburan dari pesantren.

Baca Juga: Miniseri Mahram untuk Najwa: Dilema Cinta Muslimah Modern

Aisya diceritakan hendak kabur. Tapi ketahuan oleh seorang ustaz yang ternyata guru yang ia sukai di sekolahnya dahulu. Ustaz ini, Alif (diperankan Don Coates), menangkap tubuh Aisya yang hendak terjatuh usai memanjat tembok pesantren. Alif ternyata adalah putra tertua dari kyai pemilik pesantren.

Keduanya saling suka dan Alif kemudian menyatakan cintanya pada Aisya. Alif berjanji akan melamar Aisya begitu lulus kuliah kelak. Hati Aisya berbunga-bunga. Saat itulah Alif nyatanya harus menikahi wanita lain, demi memenuhi permintaan ayah dan ibunya.

Miniseri Diaku Imamku: Fenomena Pesantren Terkini

Foto: Genflix

Aisya yang sakit hati memutuskan keluar dari pesantren tersebut. Namun, ia telah menjadi pribadi yang lebih baik berkat pesantren. Dapat dilihat dari perilakunya pada orang tua dan tetap mengenakan jilbab meskipun bukan lagi murid pesantren.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1393 seconds (0.1#10.140)