Dari Hollywood hingga Idol K-Pop Ramai-Ramai Patahkan Stereotip Gender
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masih ingat potret Harry Styles di sampul majalah Vogue? Ia mengesampingkan sisi maskulinitasnya dengan mengenakan gaun berenda dilapisi tuksedo.
Penyanyi "Watermelon Sugar" itu mencoba menentang norma gender tradisional dan mengekspresikan dirinya melalui gaya berpakaian. Bagi Harry, mengotak-kotakkan pakaian antara laki-laki dan perempuan sama saja membuat penghalang dan batasan yang monoton. Harry justru merasa gembira bisa bermain-main dengan pakaian serta bisa bereksperimen menciptakan hal yang baru.
Foto: Vogue
Begitu juga dengan pernyataan Ivan Gunawan ketika Deddy Corbuzier mengkritik tas Hermes berwarna pink yang dipakainya saat syuting siniar "Close the Door" pada Februari lalu. Desainer kenamaan Indonesia itu dengan tegas mengatakan tas tidak ada jenis kelaminnya.
Desainer yang biasa disapa Igun itu juga menambahkan bahwa tas Hermes atau merek lain, warna pink atau warna lain bisa dipakai siapa saja. Tidak bergantung pada jenis kelamin. “Selama orang tersebut mampu untuk membeli produk itu, semua sah-sah saja,” tuturnya. Jelas, Igun menormalisasikan pengunaan atribut merah jambu untuk laki-laki.
Sementara itu di Korea Selatan, penggunaan kosmetik di kalangan idol laki-laki juga sudah menjadi tren demi penampilan mereka di atas panggung. Bahkan baru-baru ini juga banyak idol K-pop yang membuat pernyataan mengaburkan batasan gender.
Taemin dari SHINee dalam video musik "Move" menemukan jalan tengah antara gerakan maskulin dan feminin dalam koreografinya. Lalu Felix dari Stray Kids juga dikenal dengan gaya yang menggabungkan kemewahan, mengaburkan batas stereotip gender dengan pakaian dan riasannya. Penggemarnya malah banyak memuji atas pilihan Felik yang unik dengan rambut panjang dan kristal di bawah matanya.
Baca Juga: 5 Idol Perempuan Korea yang Patahkan Stereotipe KPop dan Gender
Foto: Arenahomme+
Menanggapi bentuk perlawanan terhadap stereotip gender yang dilekatkan pada laki-laki, Diana Abdilah, aktivis kampus di Universitas Negeri Jakarta mengatakan bahwa laki-laki wajar memakai kosmetik dan berdandan seperti perempuan sesuai kebutuhan kamera dan penampilan di depan publik.
“Beda lagi kalau memang dia cenderung berkepribadian feminin. Ya berarti memang fesyennya dia nyaman begitu,” ujarnya.
Meski begitu, Diana juga menyebut bahwa jika menilik aturan agama, maka laki-laki dilarang berpakaian seperti perempuan, begitu juga sebaliknya. “Tapi saya menghargai pilihan masing-masing individu,” ujarnya.
Stereotip Perempuan
Stereotip gender pada sosok perempuan juga berusaha dipatahkan oleh Cathy Yan dalam karyanya. Cathy menjadi perempuan keturunan Asia pertama yang menyutradarai film superhero. Film garapannya "Birds of Prey (And The Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn)" yang dirilis tahun lalu meraup sukses secara komersial dengan total pendapatan USD201 juta.
Foto: Warner Bros. Pictures
Film ini menjadi cara penulis untuk mengedepankan cerita personal Harley Quinn yang diperankan Margot Robbie, dengan mengesampingkan citranya sebagai pasangan Joker. Sebagai sutradara, Yan juga mengubah pakaian Harley Quinn menjadi lebih tertutup. Ia berusaha mendobrak konsep perempuan kuat dalam film harus tampil seksi. Di sini sosok Harley digambarkan sebagai sosok kuat dan sanggup memilih citranya sendiri.
Sebuah studi dari Center for the Study of Women in Televisiona nd Film, San Diego State University menyebut bahwa pada 2020, jumlah sutradara perempuan yang membuat film besar atau blockbuster meningkat menjadi 16%. Sedangkan tahun sebelumnya hanya 13% dan 4% pada 2018. Meski begitu kampanye untuk mendorong bertambahnya jumlah sutradara perempuan terus dilakukan di Hollywood. Dengan harapan tidak ada lagi batasan profesi karena gender.
Kapan Streotip Gender Terbentuk?
Stereotip gender merupakan keyakinan yang dimiliki masyarakat tentang karakteristik laki-laki dan perempuan. Ketika anak-anak berusia 3-4 tahun (usia prasekolah) mereka sudah mulai memikirkan apa artinya menjadi laki-laki dan perempuan. Di usia ini, anak-anak mulai meniru apa pun yang dilihatnya, termasuk mengadopsi perilaku yang dilakukan oleh orang dewasa.
Foto: Getty Images
Misalnya anak perempuan, mungkin banyak menghabiskan waktu mereka di meja rias atau dapur. Sedangkan anak laki-laki mulai terlibat dalam aktivitas yang membuat mereka merasa kuat. Seperti membangun menara balok dan kemudia menjatuhkannya dengan truk mainan.
Baca Juga: 5 Drama Korea Antiklise, Patahkan Stereotip Gender, tapi tetap Romantis!
Jika dibiarkan, maka gambaran stereotip ini akan tumbuh bersama si anak. Mereka mulai membatasi antara ‘milik’ perempuan dan ‘milik’ laki-laki, termasuk kebiasaan khas dan perilaku yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan perempuan dan laki-laki. Berawal dari keluarga dan pendidikan, stereotip ini akan makin berakar di pikiran individu jika praktik di lingkungannya mendukung stereotip tersebut.
Psikolog Andrea Bastiani Archibald mengatakan bahwa anak-anak punya kemampuan alami yang luar biasa untuk melihat dunia sebagai tanpa batas. “Namun, ketika orang dewasa memberi isyarat bahwa perilaku tertentu dilarang berdasarkan jenis kelamin, dunia mereka akan menjadi semakin kecil. Dan itu bukan hanya membuat mereka sedih, itu bisa merusak juga,” ujarnya.
GenSINDO
Hikmah Ovita
Universitas Negeri Jakarta
Penyanyi "Watermelon Sugar" itu mencoba menentang norma gender tradisional dan mengekspresikan dirinya melalui gaya berpakaian. Bagi Harry, mengotak-kotakkan pakaian antara laki-laki dan perempuan sama saja membuat penghalang dan batasan yang monoton. Harry justru merasa gembira bisa bermain-main dengan pakaian serta bisa bereksperimen menciptakan hal yang baru.
Foto: Vogue
Begitu juga dengan pernyataan Ivan Gunawan ketika Deddy Corbuzier mengkritik tas Hermes berwarna pink yang dipakainya saat syuting siniar "Close the Door" pada Februari lalu. Desainer kenamaan Indonesia itu dengan tegas mengatakan tas tidak ada jenis kelaminnya.
Desainer yang biasa disapa Igun itu juga menambahkan bahwa tas Hermes atau merek lain, warna pink atau warna lain bisa dipakai siapa saja. Tidak bergantung pada jenis kelamin. “Selama orang tersebut mampu untuk membeli produk itu, semua sah-sah saja,” tuturnya. Jelas, Igun menormalisasikan pengunaan atribut merah jambu untuk laki-laki.
Sementara itu di Korea Selatan, penggunaan kosmetik di kalangan idol laki-laki juga sudah menjadi tren demi penampilan mereka di atas panggung. Bahkan baru-baru ini juga banyak idol K-pop yang membuat pernyataan mengaburkan batasan gender.
Taemin dari SHINee dalam video musik "Move" menemukan jalan tengah antara gerakan maskulin dan feminin dalam koreografinya. Lalu Felix dari Stray Kids juga dikenal dengan gaya yang menggabungkan kemewahan, mengaburkan batas stereotip gender dengan pakaian dan riasannya. Penggemarnya malah banyak memuji atas pilihan Felik yang unik dengan rambut panjang dan kristal di bawah matanya.
Baca Juga: 5 Idol Perempuan Korea yang Patahkan Stereotipe KPop dan Gender
Foto: Arenahomme+
Menanggapi bentuk perlawanan terhadap stereotip gender yang dilekatkan pada laki-laki, Diana Abdilah, aktivis kampus di Universitas Negeri Jakarta mengatakan bahwa laki-laki wajar memakai kosmetik dan berdandan seperti perempuan sesuai kebutuhan kamera dan penampilan di depan publik.
“Beda lagi kalau memang dia cenderung berkepribadian feminin. Ya berarti memang fesyennya dia nyaman begitu,” ujarnya.
Meski begitu, Diana juga menyebut bahwa jika menilik aturan agama, maka laki-laki dilarang berpakaian seperti perempuan, begitu juga sebaliknya. “Tapi saya menghargai pilihan masing-masing individu,” ujarnya.
Stereotip Perempuan
Stereotip gender pada sosok perempuan juga berusaha dipatahkan oleh Cathy Yan dalam karyanya. Cathy menjadi perempuan keturunan Asia pertama yang menyutradarai film superhero. Film garapannya "Birds of Prey (And The Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn)" yang dirilis tahun lalu meraup sukses secara komersial dengan total pendapatan USD201 juta.
Foto: Warner Bros. Pictures
Film ini menjadi cara penulis untuk mengedepankan cerita personal Harley Quinn yang diperankan Margot Robbie, dengan mengesampingkan citranya sebagai pasangan Joker. Sebagai sutradara, Yan juga mengubah pakaian Harley Quinn menjadi lebih tertutup. Ia berusaha mendobrak konsep perempuan kuat dalam film harus tampil seksi. Di sini sosok Harley digambarkan sebagai sosok kuat dan sanggup memilih citranya sendiri.
Sebuah studi dari Center for the Study of Women in Televisiona nd Film, San Diego State University menyebut bahwa pada 2020, jumlah sutradara perempuan yang membuat film besar atau blockbuster meningkat menjadi 16%. Sedangkan tahun sebelumnya hanya 13% dan 4% pada 2018. Meski begitu kampanye untuk mendorong bertambahnya jumlah sutradara perempuan terus dilakukan di Hollywood. Dengan harapan tidak ada lagi batasan profesi karena gender.
Kapan Streotip Gender Terbentuk?
Stereotip gender merupakan keyakinan yang dimiliki masyarakat tentang karakteristik laki-laki dan perempuan. Ketika anak-anak berusia 3-4 tahun (usia prasekolah) mereka sudah mulai memikirkan apa artinya menjadi laki-laki dan perempuan. Di usia ini, anak-anak mulai meniru apa pun yang dilihatnya, termasuk mengadopsi perilaku yang dilakukan oleh orang dewasa.
Foto: Getty Images
Misalnya anak perempuan, mungkin banyak menghabiskan waktu mereka di meja rias atau dapur. Sedangkan anak laki-laki mulai terlibat dalam aktivitas yang membuat mereka merasa kuat. Seperti membangun menara balok dan kemudia menjatuhkannya dengan truk mainan.
Baca Juga: 5 Drama Korea Antiklise, Patahkan Stereotip Gender, tapi tetap Romantis!
Jika dibiarkan, maka gambaran stereotip ini akan tumbuh bersama si anak. Mereka mulai membatasi antara ‘milik’ perempuan dan ‘milik’ laki-laki, termasuk kebiasaan khas dan perilaku yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan perempuan dan laki-laki. Berawal dari keluarga dan pendidikan, stereotip ini akan makin berakar di pikiran individu jika praktik di lingkungannya mendukung stereotip tersebut.
Psikolog Andrea Bastiani Archibald mengatakan bahwa anak-anak punya kemampuan alami yang luar biasa untuk melihat dunia sebagai tanpa batas. “Namun, ketika orang dewasa memberi isyarat bahwa perilaku tertentu dilarang berdasarkan jenis kelamin, dunia mereka akan menjadi semakin kecil. Dan itu bukan hanya membuat mereka sedih, itu bisa merusak juga,” ujarnya.
GenSINDO
Hikmah Ovita
Universitas Negeri Jakarta
(ita)