CERMIN: Perempuan di Antara Kretek dan Peristiwa Berdarah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2012. Tiga penulis perempuan populer meluncurkan novelnya masing-masing. Laksmi Pamuntjak menghadirkan Amba, Leila S Chudori datang dengan Pulang,dan Ratih Kumala memperkenalkan novel Gadis Kretek.
Entah apa yang terjadi pada tahun itu yang membuat tiga novel tersebut dirilis pada tahun yang sama dan memiliki kedekatan cerita yang sama. Ketiganya mengusung bagaimana peristiwa berdarah pada 1965 yang dikenal sebagai Pemberontakan G30S/PKI mengubah sejarah hidup seseorang.
“Sejarah adalah langkah seorang raksasa yang tak punya hati,“ ujar salah satu tokoh dalam novel Amba. Dan kita tahu sejarah selalu punya caranya sendiri untuk kembali masuk ke sendi-sendi hidup kita hari ini. Novel Gadis Kretek yang diluncurkan 11 tahun lalu itu kini bertransformasi menjadi serial lima episode berjudul sama yang ditayangkan di Netflix.
Ratih Kumala lahir dari keluarga yang terjun dalam dunia kretek, dalam hal ini kakeknya yang membangun bisnis itu. Namun bisnistersebut sudah tak ada jauh sebelum ia lahir. Meski begitu, ia masih mendapatkan cerita-cerita dari keluarga besar ibunya.
Bertahun-tahun kemudian Ratih mengumpulkan kepingan-kepingan sejarah keluarganya itu, melakukan riset selama hampir empat tahun, dan akhirnya mewujud menjadi novel yang mengisahkan tokoh sentral seorang perempuan yang berada di tengah industri yang didominasi laki-laki: industri rokok kretek.
Foto: Netflix
Idrus dan Roemaisa tak punya anak laki-laki. Mereka diberkahi dua anak perempuan, Dasiyah dan Rukayah. Berbeda dengan adiknya, Dasiyah justru memperlihatkan ketertarikan amat kuat pada rokok kretek.
Pengaruh sang ayah yang sejak kecil selalu mengajaknya terjun ke dalam usahanya membuat Dasiyah perlahan mencintainya. Dasiyah pun ingin menjadi peracik saos, resep rahasia yang membuat rokok kretek terasa begitu nikmat ketika diisap. Tapi Dasiyah hidup pada tahun 1960-an, sebuah periode saat perempuan hanya diperbolehkan mengurus rumah tangga, memasak, menjahit dan sejumlah pekerjaan domestik lainnya.
Mungkin pemikiran Dasiyah terlalu maju pada masanya. Padahal ia hanya ingin menjadi peracik saos, ia tak pernah bercita-cita meruntuhkan dominasi laki-laki dalam industri rokok kretek.
Hanya seorang dalam hidupnya yang percaya dengan talentanya: namanya Soeraja. Keduanya pun jatuh cinta. Sayangnya keduanya harus dipisahkan oleh sebuah peristiwa besar pada tahun 1965. Peristiwa yang kelak mengubah rencana keduanya dan menghancurkan keluarga Dasiyah.
Dituturkan dalam tiga periode waktu: 1960-an, 1970-an, dan 2000-an awal memerlukan keterampilan bercerita tertentu. Ratih menunaikan tugasnya dengan baik ketika menggunakan surat, jurnal, hingga cerita dari tokoh-tokohnya untuk mengantarkan penonton kembali berjalan mundur menyusuri masa lalu. Sayangnya memang tak ada pendekatan inventif dari skenario untuk membuat cerita bergerak bolak-balik dengan lebih lincah.
Foto: Netflix
Gadis Kretek yang dituturkan dengan alur maju mundur sebenarnya cukup efisien, tapi narasi yang terlalu banyak (sebagaimana dalam novelnya) justru menjadi kendala. Rasanya sering sekali terlalu banyak informasi yang dimuntahkan dalam satu waktu dan akhirnya sering kali mudah terlewatkan begitu saja.
Skenario yang diracik tim penulis yang dikomandoi Tanya Yuson itu bahkan membuat episode perdana berjalan begitu lamban. Durasi 20 menit pertama terasa berjalan seperti 50 menit. Padahal penulis skenario seharusnya merasa tak punya utang apa pun ke materi aslinya (novel).
Tugas filmnya hanya membuat cerita berjalan dengan lancar dan terang benderang. Syukur-syukur jika bisa melakukan pendekatan yang segar dan menarik yang berbeda dari novelnya.
Kamila Andini yang cemerlang dengan dua filmnya sebelumnya, Yuni dan Before, Now & Then (Nana) seperti tak bisa berbuat banyak dengan skenario yang terasa tersendat-sendat. Padahal Kamila cemerlang ketika menulis sendiri dua skenario filmnya tersebut.
Untungnya memang penyutradaraan yang ditunjukkannya bersama dengan Ifa Isfansyah masih solid. Penyuntingan juga berperan besar membuat cerita terasa bergerak lebih lancar setelah melewati dua episode awal.
Foto: Netflix
Dari sekian banyak bintang populer yang bermain dalam serial ini, sekali lagi Putri Marino mencuri perhatian. Ini seperti yang dilakukannya dalam Losmen Bu Broto yang juga diarahkan Ifa. Dalam porsi screentime yang tak banyak, Putri tetap tampil mengilap sebagaimana yang juga diperlihatkannya dalam Gadis Kretek.
Entah apa yang terjadi pada tahun itu yang membuat tiga novel tersebut dirilis pada tahun yang sama dan memiliki kedekatan cerita yang sama. Ketiganya mengusung bagaimana peristiwa berdarah pada 1965 yang dikenal sebagai Pemberontakan G30S/PKI mengubah sejarah hidup seseorang.
“Sejarah adalah langkah seorang raksasa yang tak punya hati,“ ujar salah satu tokoh dalam novel Amba. Dan kita tahu sejarah selalu punya caranya sendiri untuk kembali masuk ke sendi-sendi hidup kita hari ini. Novel Gadis Kretek yang diluncurkan 11 tahun lalu itu kini bertransformasi menjadi serial lima episode berjudul sama yang ditayangkan di Netflix.
Ratih Kumala lahir dari keluarga yang terjun dalam dunia kretek, dalam hal ini kakeknya yang membangun bisnis itu. Namun bisnistersebut sudah tak ada jauh sebelum ia lahir. Meski begitu, ia masih mendapatkan cerita-cerita dari keluarga besar ibunya.
Bertahun-tahun kemudian Ratih mengumpulkan kepingan-kepingan sejarah keluarganya itu, melakukan riset selama hampir empat tahun, dan akhirnya mewujud menjadi novel yang mengisahkan tokoh sentral seorang perempuan yang berada di tengah industri yang didominasi laki-laki: industri rokok kretek.
Foto: Netflix
Idrus dan Roemaisa tak punya anak laki-laki. Mereka diberkahi dua anak perempuan, Dasiyah dan Rukayah. Berbeda dengan adiknya, Dasiyah justru memperlihatkan ketertarikan amat kuat pada rokok kretek.
Pengaruh sang ayah yang sejak kecil selalu mengajaknya terjun ke dalam usahanya membuat Dasiyah perlahan mencintainya. Dasiyah pun ingin menjadi peracik saos, resep rahasia yang membuat rokok kretek terasa begitu nikmat ketika diisap. Tapi Dasiyah hidup pada tahun 1960-an, sebuah periode saat perempuan hanya diperbolehkan mengurus rumah tangga, memasak, menjahit dan sejumlah pekerjaan domestik lainnya.
Mungkin pemikiran Dasiyah terlalu maju pada masanya. Padahal ia hanya ingin menjadi peracik saos, ia tak pernah bercita-cita meruntuhkan dominasi laki-laki dalam industri rokok kretek.
Hanya seorang dalam hidupnya yang percaya dengan talentanya: namanya Soeraja. Keduanya pun jatuh cinta. Sayangnya keduanya harus dipisahkan oleh sebuah peristiwa besar pada tahun 1965. Peristiwa yang kelak mengubah rencana keduanya dan menghancurkan keluarga Dasiyah.
Dituturkan dalam tiga periode waktu: 1960-an, 1970-an, dan 2000-an awal memerlukan keterampilan bercerita tertentu. Ratih menunaikan tugasnya dengan baik ketika menggunakan surat, jurnal, hingga cerita dari tokoh-tokohnya untuk mengantarkan penonton kembali berjalan mundur menyusuri masa lalu. Sayangnya memang tak ada pendekatan inventif dari skenario untuk membuat cerita bergerak bolak-balik dengan lebih lincah.
Foto: Netflix
Gadis Kretek yang dituturkan dengan alur maju mundur sebenarnya cukup efisien, tapi narasi yang terlalu banyak (sebagaimana dalam novelnya) justru menjadi kendala. Rasanya sering sekali terlalu banyak informasi yang dimuntahkan dalam satu waktu dan akhirnya sering kali mudah terlewatkan begitu saja.
Skenario yang diracik tim penulis yang dikomandoi Tanya Yuson itu bahkan membuat episode perdana berjalan begitu lamban. Durasi 20 menit pertama terasa berjalan seperti 50 menit. Padahal penulis skenario seharusnya merasa tak punya utang apa pun ke materi aslinya (novel).
Tugas filmnya hanya membuat cerita berjalan dengan lancar dan terang benderang. Syukur-syukur jika bisa melakukan pendekatan yang segar dan menarik yang berbeda dari novelnya.
Kamila Andini yang cemerlang dengan dua filmnya sebelumnya, Yuni dan Before, Now & Then (Nana) seperti tak bisa berbuat banyak dengan skenario yang terasa tersendat-sendat. Padahal Kamila cemerlang ketika menulis sendiri dua skenario filmnya tersebut.
Untungnya memang penyutradaraan yang ditunjukkannya bersama dengan Ifa Isfansyah masih solid. Penyuntingan juga berperan besar membuat cerita terasa bergerak lebih lancar setelah melewati dua episode awal.
Foto: Netflix
Dari sekian banyak bintang populer yang bermain dalam serial ini, sekali lagi Putri Marino mencuri perhatian. Ini seperti yang dilakukannya dalam Losmen Bu Broto yang juga diarahkan Ifa. Dalam porsi screentime yang tak banyak, Putri tetap tampil mengilap sebagaimana yang juga diperlihatkannya dalam Gadis Kretek.