Mau Jadi Reporter? Harus Siap-siap Berkulit Badak!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masih ingat dengan drama Korea "Pinocchio"? Drama yang diperankan oleh Park Shin-hye dan Lee Jong-suk ini bercerita tentang perjuangan seorang pengidap sindrom pinocchio yang pengen jadi reporter di sebuah stasiun TV.
Banyak adegan dalam drakor ini yang memperlihatkan kerja reporter, dan gambarannya disebut sangat dekat dengan lika-liku kerja yang dialami reporter beneran dalam kehidupan nyata. Di situ diceritakan, menjadi reporter yang tangguh memang perlu usaha dan perjuangan yang berat.
Menjadi seorang reporter, berarti kita mesti punya bekal utama seperti bisa menulis dan menyusun fakta dengan baik, menempatkan diri dan mewawancarai narasumber dari berbagai latar belakang, sampai kemampuan berbicara di depan umum atau public speaking.
Haryanto Saputra, Head Coorporate Sales dan Humas Bisnis Properti di PT Brantas Abipraya yang pernah menjadi reporter televisi selama enam tahun membagikan tipsnya untuk bisa menjadi reporter 'kulit badak' alias percaya diri dan tangguh di lapangan.
Foto: Pixabay
Haryanto yang juga sempat menjadi produser di divisi redaksi ini bercerita saat dia masih jadi reporter pemula dan 'diospek' untuk mewawancarai orang-orang yang ada di jalan.
“Saya ditugaskan untuk berkenalan dengan berbagai macam orang secara acak, awalnya malu-malu, tapi lama kelamaan menjadi terbiasa dan secara tidak sadar menambah kepercayaan diri saat bertemu orang," ujarnya saat menjadi pembicara dalam
acara webinar Pelatihan Jurnalistik GenSINDO dengan tema “Kreatif Menyiapkan Konten Berita” pada pertengahan Juli lalu.
Selain mesti berani bertanya, kemampuan atau kebiasaan lainnya yang wajib dimiliki seorang reporter adalah rajin membaca dan memperbarui (update) pengetahuan tentang berita terbaru.
"Yang juga penting, gak baperan serta terbuka dengan kritik dan saran yang diberikan oleh senior, karena itu penting untuk pengembangan skill seorang reporter," tegas pria yang akrab disapa Hary ini.
Foto: Pixabay
Nah, sebagai reporter pemula, biasanya ada rasa gugup atau gak pede karena masuk ke lingkungan yang baru atau asing. Hary pun memberi tips agar kita membangun dulu rasa antusias saat meliput.
“Jadi saat capek menunggu untuk mendapatkan informasi, itu jadi tidak terasa. Perasaan meliput langsung berbeda dengan yang cuma mengandalkan informasi dari internet," terang Hary yang karena mesti tampil di televisi untuk laporan, jadi harus selalu bermuka segar dan cerah. "Selalu bawa peralatan cuci muka dan vitamin," katanya buka rahasia.
Haryanto juga membagikan tips dan trik untuk melakukan wawancara. Pertama, yaitu cari profil narasumber yang akan diwawancarai. Ini supaya kita gampang menggali informasi mendalam.
Memahami karakteristik narasumber bisa membantu kita dalam proses wawancara jadi lebih nyaman, sekaligus bisa memilah pertanyaan apa yang mau diprioritaskan.
Foto: Pixabay
Untuk wawancara orang 'penting', Harry pun bisa sampai mencari tahu suasana hati narasumber itu, apakah lagi bagus atau tidak, demi menyesuaikan pertanyaan dan cara bertanyanya. Orang yang ditanya, adalah asisten sang narasumber itu.
Ketiga, lihat tipe menjawab. Terkadang saat kita melemparkan sebuah pertanyaan, ada karakteristik narasumber yang menjawab pendek dan ada yang menjawab panjang. Melihat karakteristik ini kita bisa menyiapkan dua bentuk model pertanyaan untuk dua tipe orang seperti ini.
Keempat, pilih pertanyaan terbaik. Durasi liputan yang singkat bikin kita mesti jago memilih pertanyaan terbaik dan gak boleh bolak balik atau muter-muter membahas satu topik.
Pertanyaan terbaik adalah pertanyaan yang bisa mewakili seluruh pertanyaan masyarakat dalam durasi liputan yang singkat.
Foto: Pixabay
Banyak adegan dalam drakor ini yang memperlihatkan kerja reporter, dan gambarannya disebut sangat dekat dengan lika-liku kerja yang dialami reporter beneran dalam kehidupan nyata. Di situ diceritakan, menjadi reporter yang tangguh memang perlu usaha dan perjuangan yang berat.
Menjadi seorang reporter, berarti kita mesti punya bekal utama seperti bisa menulis dan menyusun fakta dengan baik, menempatkan diri dan mewawancarai narasumber dari berbagai latar belakang, sampai kemampuan berbicara di depan umum atau public speaking.
Haryanto Saputra, Head Coorporate Sales dan Humas Bisnis Properti di PT Brantas Abipraya yang pernah menjadi reporter televisi selama enam tahun membagikan tipsnya untuk bisa menjadi reporter 'kulit badak' alias percaya diri dan tangguh di lapangan.
Foto: Pixabay
Haryanto yang juga sempat menjadi produser di divisi redaksi ini bercerita saat dia masih jadi reporter pemula dan 'diospek' untuk mewawancarai orang-orang yang ada di jalan.
“Saya ditugaskan untuk berkenalan dengan berbagai macam orang secara acak, awalnya malu-malu, tapi lama kelamaan menjadi terbiasa dan secara tidak sadar menambah kepercayaan diri saat bertemu orang," ujarnya saat menjadi pembicara dalam
acara webinar Pelatihan Jurnalistik GenSINDO dengan tema “Kreatif Menyiapkan Konten Berita” pada pertengahan Juli lalu.
Selain mesti berani bertanya, kemampuan atau kebiasaan lainnya yang wajib dimiliki seorang reporter adalah rajin membaca dan memperbarui (update) pengetahuan tentang berita terbaru.
"Yang juga penting, gak baperan serta terbuka dengan kritik dan saran yang diberikan oleh senior, karena itu penting untuk pengembangan skill seorang reporter," tegas pria yang akrab disapa Hary ini.
Foto: Pixabay
Nah, sebagai reporter pemula, biasanya ada rasa gugup atau gak pede karena masuk ke lingkungan yang baru atau asing. Hary pun memberi tips agar kita membangun dulu rasa antusias saat meliput.
“Jadi saat capek menunggu untuk mendapatkan informasi, itu jadi tidak terasa. Perasaan meliput langsung berbeda dengan yang cuma mengandalkan informasi dari internet," terang Hary yang karena mesti tampil di televisi untuk laporan, jadi harus selalu bermuka segar dan cerah. "Selalu bawa peralatan cuci muka dan vitamin," katanya buka rahasia.
Haryanto juga membagikan tips dan trik untuk melakukan wawancara. Pertama, yaitu cari profil narasumber yang akan diwawancarai. Ini supaya kita gampang menggali informasi mendalam.
Memahami karakteristik narasumber bisa membantu kita dalam proses wawancara jadi lebih nyaman, sekaligus bisa memilah pertanyaan apa yang mau diprioritaskan.
Foto: Pixabay
Untuk wawancara orang 'penting', Harry pun bisa sampai mencari tahu suasana hati narasumber itu, apakah lagi bagus atau tidak, demi menyesuaikan pertanyaan dan cara bertanyanya. Orang yang ditanya, adalah asisten sang narasumber itu.
Ketiga, lihat tipe menjawab. Terkadang saat kita melemparkan sebuah pertanyaan, ada karakteristik narasumber yang menjawab pendek dan ada yang menjawab panjang. Melihat karakteristik ini kita bisa menyiapkan dua bentuk model pertanyaan untuk dua tipe orang seperti ini.
Keempat, pilih pertanyaan terbaik. Durasi liputan yang singkat bikin kita mesti jago memilih pertanyaan terbaik dan gak boleh bolak balik atau muter-muter membahas satu topik.
Pertanyaan terbaik adalah pertanyaan yang bisa mewakili seluruh pertanyaan masyarakat dalam durasi liputan yang singkat.
Foto: Pixabay