Film Pendek 'Rino Wengi', Siapkah Kita dengan Kehilangan?

Jum'at, 24 September 2021 - 15:53 WIB
Film pendek Rino Wengi menceritakan kisah istri yang tak berhenti berduka setelah ditinggal mati suaminya. Foto/Genflix
JAKARTA - Ketika sedang menulis dengan pensil, tiba-tiba ada salah tulis, tangan kita otomatis mencari penghapus di tempat kita biasa menaruh penghapus.

Ketika tidak menemukannya, otomatis ada perasaan kaget, karena sebelumnya melihat penghapus tersebut. Lantas bertanya-tanya, di mana tadi meletakkannya? Mungkin ada juga yang sampai kesal karena merasa sudah meletakkan di tempat biasa.

Itu baru kehilangan penghapus, benda kecil yang mudah sekali digantikan fungsinya. Terbayangkah kalau yang hilang adalah seseorang yang setiap hari ada di samping kita, tempat kita berbagi cerita dan kata? Membayangkan kehidupan yang sudah berjalan rutin kembali ke posisi nol.

Pada usia 27 tahun, Sutinah mengalaminya. Ditinggal sang suami yang meninggal, ia melalui hari-harinya sama seperti ketika sang suami masih hidup. Mulai dari bangun pagi, memasak, pergi ke sawah, duduk di balai-balai yang biasa menjadi tempat istirahat sang suami, sampai membereskan rumah, ia selalu teringat akan perkataan dan perilaku sang suami.



Setiap hari tanpa pernah absen, ia akan mengakhiri harinya dengan mengunjungi makam sang suami, menceritakan semua rutinitasnya hari itu. Semua kegiatan tersebut dilakukannya tanpa putus selama dua tahun berturut-turut. Walaupun ada pria lain yang mencoba mendekatinya, Sutinah tetap bergeming.

Ada satu teori tahapan berduka yang umum dijadikan referensi. Tahapan tersebut mencakup aspek penyangkalan, marah, tawar-menawar, depresi, sampai kemudian menerima keadaan berduka yang dialami. Tidak semua orang akan mengalami kelima tahapan ini, dan apabila mengalaminya pun bisa jadi tidak berurutan sesuai dengan tahapan. Pada Sutinah, ada beberapa tahapan yang telah dilaluinya selama dua tahun berada dalam kondisi berduka.



Foto: Genflix

Sutinah jelas mengalami fase tawar-menawar yang fokus pada penyesuaian diri dengan lingkungannya setelah suaminya meninggal. Bukan suatu usaha yang mudah, mengingat Sutinah masih melakukan rutinitas yang sama seperti ketika sang suami masih ada. Ia terus membandingkan kondisinya saat ini dengan ketika sang suami masih mendampinginya.

Ia bahkan terlihat kesal ketika melihat tetangganya yang suami istri lewat di depan rumahnya dan melakukan kegiatan yang dulu sering dilakukan Sutinah bersama suaminya. Kekesalannya ditumpahkan dengan melempar sapu yang tengah dipakainya untuk membersihkan halaman. Walau terlihat tegar dan tampak menjalani kehidupan seperti apa adanya, ada aspek dalam diri Sutinah yang masih tidak rela kehilangan sang suami.

Baca Juga: 5 Film tentang Para Perempuan Melawan Diskriminasi

Ia tahu suaminya meninggal, sudah tidak ada lagi di sisinya, tetapi ia ingin orang lain terus memahami kondisinya yang berduka. Misalnya, jangan berperilaku mesra di depan matanya. Sutinah melihat hal ini sebagai sesuatu yang mengolok-olok dirinya. Ia tidak terima kalau dirinya tidak lagi bisa melakukan hal yang sama.

Tawar menawar lain yang terjadi dengan dirinya adalah menyalahkan kepergian sang suami. Sutinah menyalahkan kepergian suaminya yang terlalu cepat dan menjadikannya janda. Sebagai manusia yang punya keinginan, Sutinah merasa suaminya merampas keinginannya sebagai manusia. Satu dialog yang sangat mengena dikatakan Sutinah, "Manusia hidup hanya punya satu pilihan". Kematian suaminya, membuat Sutinah menyalahkan semua pilihannya yang mati seiring dengan kepergian sang suami.



Foto: Genflix

Film berdurasi hampir 20 menit yang tayang di Genflix ini juga menggambarkan fase marah Sutinah. Fase yang terjadi ketika ia menyadari kepergian sang suami membuatnya tidak lagi bisa memiliki pilihan, yang berarti keinginannya tidak akan terpenuhi.

Sutinah menyalahkan suaminya ketika ia terbangun dan sadar hidupnya kacau, berantakan dan tanpa arah. Dua tahun pengabdian dan loyalitasnya pada sang suami tidak menghasilkan apa-apa kecuali kekecewaan. Sesuatu yang membuat Sutinah hancur. Film ini tidak melanjutkannya dengan lebih detail, tetapi sangat mungkin apabila akan dilanjutkan, Sutinah masuk ke fase depresi .

"Rino Wengi" yang berarti sepanjang siang, sepanjang malam, ini diproduksi oleh Komunitas Film Ponorogo Indie. Melalui judul film penonton dapat membaca lamanya waktu yang diperlukan untuk berdamai dengan kehilangan. Sebesar atau sekecil apa pun rasa kehilangan kita, waktu tidak akan pernah bisa mengubur perasaan tersebut.

Baca Juga: 8 'Unpopular Opinion' tentang 'Money Heist', Kamu Setuju?
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More