Asal-usul Shoegaze, Genre Musik yang lagi Tren di Kalangan Musisi Indie Indonesia
Rabu, 14 April 2021 - 19:00 WIB
JAKARTA - Salah satu genre musik yang sekarang sedang banyak diadopsi oleh para musisi indie Indonesia adalah shoegaze. Sebut saja misalnya Kaveh Kanes, RL KLAV, Kurosuke, Bedchamber, Seahoarse, dan Seaside.
Melansir dari NY Times , genre ini dinamai shoegaze karena kecenderungan anggota band yang menatap ke efek pedal gitar di bawah kaki. Efek pedal ini bernama stompbox yang akan memberikan efek distorsi pada suara yang dihasilkan.
Shoegaze merupakan subgenre dari alternative rock yang sering kali disebut sebagai dream pop atau ambient.
Vokal yang lembut dan kabur dengan lirik yang berulang menjadi ciri khas genre musik ini. Selain pedal, alat musik lain seperti gitar dan synthesizer juga menjadi elemen penting dalam shoegaze.
Foto:Discogs Blog
Gitar yang digunakan pada genre ini adalah gitar listrik. Hasil dari gitar itu cenderung memiliki efek noise berlapis (layer) dengan tambahan fuzz untuk menghasilkan musik yang kurang halus.
Berbeda dengan genre musik lainnya, shoegaze lebih banyak memasukkan instrumen lagu daripada vokal. Hal ini yang membuat atmosfernya terasa begitu dreamy dan saat mendengarnya akan membuat kita terasa mengawang-ngawang.
Baca Juga: Peringkat Lagu-Lagu Taylor Swift dalam ‘Evermore’ yang Pas Didengar saat Hujan
SEBUTANNYA TERCETUS KARENA “KECELAKAAN”
Ternyata, sebutan shoegazeberawal dari sebuah “kecelakaan”. Pada saat itu Andy Ross, pendiri Food Records yang menaungi band seperti Lush dan Moose, mendeskripsikan ekspresi para personel bandnya.
Setiap kali tampil manggung, mereka selalu menunduk ke bawah karena terfokus pada efek pedal gitar mereka. Melihat itu, ia pun menciptakanistilah shoegaze yang berasal dari kata shoe (sepatu) dan gaze (memandang). Secara terminologi, shoegaze memiliki arti menunduk ke sepatu.
HADIR KARENA POLITIK KONSERVATIF INGGRIS
Saat para remaja di Amerika mengekspresikan kemarahan pada pemerintahnya lewat genre grunge, Inggris hadir dengan genre shoegaze.
Foto:Brooklyn Vegan
Genre musik ini sudah ada sejak tahun 1980-an. Pada saat itu, Inggris dipimpin oleh Margaret Thatcher sebagai perdana menteri yang antikritik. Bak Soeharto-nya Indonesia, Margaret menduduki jabatan terlama perdana menteri, yaitu sembilan tahun.
Ia mengeluarkan kebijakan-kebijakan konservatif yang disebut Thatcherisme. Pada masa jabatan keduanya, ia menjual banyak BUMN dan mengubah Britania Raya sebagai negara bisnis.
Melansir dari NY Times , genre ini dinamai shoegaze karena kecenderungan anggota band yang menatap ke efek pedal gitar di bawah kaki. Efek pedal ini bernama stompbox yang akan memberikan efek distorsi pada suara yang dihasilkan.
Shoegaze merupakan subgenre dari alternative rock yang sering kali disebut sebagai dream pop atau ambient.
Vokal yang lembut dan kabur dengan lirik yang berulang menjadi ciri khas genre musik ini. Selain pedal, alat musik lain seperti gitar dan synthesizer juga menjadi elemen penting dalam shoegaze.
Foto:Discogs Blog
Gitar yang digunakan pada genre ini adalah gitar listrik. Hasil dari gitar itu cenderung memiliki efek noise berlapis (layer) dengan tambahan fuzz untuk menghasilkan musik yang kurang halus.
Berbeda dengan genre musik lainnya, shoegaze lebih banyak memasukkan instrumen lagu daripada vokal. Hal ini yang membuat atmosfernya terasa begitu dreamy dan saat mendengarnya akan membuat kita terasa mengawang-ngawang.
Baca Juga: Peringkat Lagu-Lagu Taylor Swift dalam ‘Evermore’ yang Pas Didengar saat Hujan
SEBUTANNYA TERCETUS KARENA “KECELAKAAN”
Ternyata, sebutan shoegazeberawal dari sebuah “kecelakaan”. Pada saat itu Andy Ross, pendiri Food Records yang menaungi band seperti Lush dan Moose, mendeskripsikan ekspresi para personel bandnya.
Setiap kali tampil manggung, mereka selalu menunduk ke bawah karena terfokus pada efek pedal gitar mereka. Melihat itu, ia pun menciptakanistilah shoegaze yang berasal dari kata shoe (sepatu) dan gaze (memandang). Secara terminologi, shoegaze memiliki arti menunduk ke sepatu.
HADIR KARENA POLITIK KONSERVATIF INGGRIS
Saat para remaja di Amerika mengekspresikan kemarahan pada pemerintahnya lewat genre grunge, Inggris hadir dengan genre shoegaze.
Foto:Brooklyn Vegan
Genre musik ini sudah ada sejak tahun 1980-an. Pada saat itu, Inggris dipimpin oleh Margaret Thatcher sebagai perdana menteri yang antikritik. Bak Soeharto-nya Indonesia, Margaret menduduki jabatan terlama perdana menteri, yaitu sembilan tahun.
Ia mengeluarkan kebijakan-kebijakan konservatif yang disebut Thatcherisme. Pada masa jabatan keduanya, ia menjual banyak BUMN dan mengubah Britania Raya sebagai negara bisnis.
tulis komentar anda