Filosofi Monster dalam Drama dan Film Korea, dari 'Sweet Home' hingga 'Train to Busan'
Selasa, 16 Februari 2021 - 19:20 WIB
JAKARTA - Bukan cuma jadi kampung halaman para idol K-pop , Korea Selatan juga dikenal sebagai salah satu negara yang sukses dalam industri perfilman.
Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, industri perfilman Korea Selatan (Korsel) berhasil meraih sejumlah penghargaan bergengsi dunia berkat karya-karya filmnya yang ‘beda’ dibanding negara lain. Salah satu caranya ialah dengan kehadiran monster atau setan sebagai simbol sesuatu.
Nah, pernahkah kamu menyadari makna di balik kehadiran makhluk-makhluk fiksi tersebut?
Mengutip South China Morning Post, kehadiran dua makhluk fiksi tersebut bertujuan untuk memberikan semacam ‘bumbu’. Secara tidak langsung, hal ini bisa membuat perasaan para penonton ‘hidup’ ketika menonton. Tidak berhenti di situ, hal itu juga menjadi salah satu gaya penyampaian pesan di dalam drama Korea .
Foto:Next Entertainment World
Nah, faktanya, kalau bicara soal film bergenre fantasi, horor, dan fiksi ilmiah, para penonton memang akan merasakan sensasi yang baru hingga bakal ‘tersesat’ ke dalam imajinasi yang diciptakan oleh film yang mereka tonton. Namun, lain hal dengan drama Korea yang juga menambahkan sentuhan emosional, komedi, satire politik, hingga kritik sosial ke dalam alur ceritanya.
Perpaduan kedua hal tersebut menunjukkan, bahwa kehadiran drama Korea bukan cuma sekadar menghibur dan memberikan pengalaman yang baru buat para penonton. Namun juga menyadarkan dan membuat para penonton agar lebih kritis terhadap isu-isu tertentu.
“Sweet Home” yang tayang perdana pada 18 Desember lalu contohnya. Begitu dirilis, sudah langsung mencetak rekor dunia dengan menempati posisi ke-8 dalam daftar Top 10 TV Shows on Netflix in The World berdasarkan peringkat FlixPatrol.
Baca Juga: Film Unfriended: Dark Web Ternyata Punya Empat Akhir Cerita Berbeda
Foto: Netflix
Serial adaptasi webtoon populer ini mengangkat cerita tentang kondisi dunia saat manusia bisa berubah menjadi monster mengerikan akibat keinginan terdalam dari diri mereka. Wujud mereka berbeda-beda, sesuai dengan perilakunya saat masih menjadi manusia.
Selain mampu mempermainkan emosi para penonton dari awal hingga akhir cerita, serial ini juga punya pesan moral di dalamnya. Bahwa secara tidak langsung, drama ini menggambarkan ‘sisi tergelap’ manusia akibat hasrat terdalamnya berupa wujud monster yang mengerikan. Atas gambaran tersebut, penonton juga bisa berspekulasi dan menghubungkannya dengan berbagai macam tindak kejahatan yang pernah dilakukan setiap manusia di dunia ini.
Bukan cuma “Sweet Home”, drama “The School Nurse Files” (2020) juga punya pesan serupa. Drama fantasi unik ini berkisah tentang seorang perawat yang punya kemampuan melihat makhluk supernatural dengan wujud jeli. Jeli-jeli ini juga menggambarkan tiap hasrat manusia, misalnya nafsu, keinginan, atau sifat tertentu.
Foto: Netflix
Drama lainnya yang menerapkan konsep serupa adalah "The Uncanny Counter" yang bercerita tentang monster-monster yang siap memangsa jiwa-jiwa yang lemah.
Sementara untuk layar lebar , ada “Train to Busan” (2016). Ini adalah kisah bertahan hidup di ‘kereta zombi’ sepanjang perjalanan menuju Busan. Dengan genre laga, film yang dibintangi Gong Yoo ini memadukan ketegangan, kesedihan, humor, hingga satire. Dalam film ini, kritik terselubung terhadap tindakan pemerintah mengatasi kejadian darurat juga mengemuka, tepat dua tahun setelah tragedi tenggelamnya Sewol Ferry yang menewaskan 250 anak-anak.
Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, industri perfilman Korea Selatan (Korsel) berhasil meraih sejumlah penghargaan bergengsi dunia berkat karya-karya filmnya yang ‘beda’ dibanding negara lain. Salah satu caranya ialah dengan kehadiran monster atau setan sebagai simbol sesuatu.
Nah, pernahkah kamu menyadari makna di balik kehadiran makhluk-makhluk fiksi tersebut?
Mengutip South China Morning Post, kehadiran dua makhluk fiksi tersebut bertujuan untuk memberikan semacam ‘bumbu’. Secara tidak langsung, hal ini bisa membuat perasaan para penonton ‘hidup’ ketika menonton. Tidak berhenti di situ, hal itu juga menjadi salah satu gaya penyampaian pesan di dalam drama Korea .
Foto:Next Entertainment World
Nah, faktanya, kalau bicara soal film bergenre fantasi, horor, dan fiksi ilmiah, para penonton memang akan merasakan sensasi yang baru hingga bakal ‘tersesat’ ke dalam imajinasi yang diciptakan oleh film yang mereka tonton. Namun, lain hal dengan drama Korea yang juga menambahkan sentuhan emosional, komedi, satire politik, hingga kritik sosial ke dalam alur ceritanya.
Perpaduan kedua hal tersebut menunjukkan, bahwa kehadiran drama Korea bukan cuma sekadar menghibur dan memberikan pengalaman yang baru buat para penonton. Namun juga menyadarkan dan membuat para penonton agar lebih kritis terhadap isu-isu tertentu.
“Sweet Home” yang tayang perdana pada 18 Desember lalu contohnya. Begitu dirilis, sudah langsung mencetak rekor dunia dengan menempati posisi ke-8 dalam daftar Top 10 TV Shows on Netflix in The World berdasarkan peringkat FlixPatrol.
Baca Juga: Film Unfriended: Dark Web Ternyata Punya Empat Akhir Cerita Berbeda
Foto: Netflix
Serial adaptasi webtoon populer ini mengangkat cerita tentang kondisi dunia saat manusia bisa berubah menjadi monster mengerikan akibat keinginan terdalam dari diri mereka. Wujud mereka berbeda-beda, sesuai dengan perilakunya saat masih menjadi manusia.
Selain mampu mempermainkan emosi para penonton dari awal hingga akhir cerita, serial ini juga punya pesan moral di dalamnya. Bahwa secara tidak langsung, drama ini menggambarkan ‘sisi tergelap’ manusia akibat hasrat terdalamnya berupa wujud monster yang mengerikan. Atas gambaran tersebut, penonton juga bisa berspekulasi dan menghubungkannya dengan berbagai macam tindak kejahatan yang pernah dilakukan setiap manusia di dunia ini.
Bukan cuma “Sweet Home”, drama “The School Nurse Files” (2020) juga punya pesan serupa. Drama fantasi unik ini berkisah tentang seorang perawat yang punya kemampuan melihat makhluk supernatural dengan wujud jeli. Jeli-jeli ini juga menggambarkan tiap hasrat manusia, misalnya nafsu, keinginan, atau sifat tertentu.
Foto: Netflix
Drama lainnya yang menerapkan konsep serupa adalah "The Uncanny Counter" yang bercerita tentang monster-monster yang siap memangsa jiwa-jiwa yang lemah.
Sementara untuk layar lebar , ada “Train to Busan” (2016). Ini adalah kisah bertahan hidup di ‘kereta zombi’ sepanjang perjalanan menuju Busan. Dengan genre laga, film yang dibintangi Gong Yoo ini memadukan ketegangan, kesedihan, humor, hingga satire. Dalam film ini, kritik terselubung terhadap tindakan pemerintah mengatasi kejadian darurat juga mengemuka, tepat dua tahun setelah tragedi tenggelamnya Sewol Ferry yang menewaskan 250 anak-anak.
Lihat Juga :
tulis komentar anda