Dulu Anggap Sebelah Mata, Sekarang Jadi Pencandu Budaya Korea
Sabtu, 14 November 2020 - 11:02 WIB
JAKARTA - Kesuksesan K-pop dan K-drama hampir di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia membuat efek hallyu menerpa semua kalangan, khususnya anak muda.
Menurut data dari Kedutaan Besar Korea untuk Republik Indonesia, hallyu yang berarti gelombang Korea muncul pertama kali pada pertengahan 1990-an setelah Korea Selatan mengadakan hubungan diplomatik dengan China pada 1992.
Sejak saat itu, drama TV Korea mulai mendapatkan popularitas di antara komunitas berbahasa China. Setelah meroket di China, hallyu mulai sampai ke Jepang pada 2003 berkat serial drama “Winter Sonata”.
Melalui drama dan musiknya, hallyu mulai merambah ke berbagai golongan dan usia di Asia, Amerika, Afrika, dan Timur Tengah. Budaya Korea lainnya, seperti makanan, literatur, bahasa, gim, dan film juga ikut meroket popularitasnya.
Foto: tvN
Menurut data Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan, negara ini sudah mengekspor konten hallyu lebih dari USD9,615 miliar pada 2018 melalui K-pop, drama, dan animasi.
Angka ini mengalami kenaikan 9,1% dalam setahun. Industri gim ternyata jadi yang paling tinggi diekspor, dengan nilai USD6,4 miliar, karakter USD745,14 juta, pengetahuan dan informasi USD633,88 juta, dan musik USD564,24 juta.
Selama lima tahun (2014-2018) terakhir, ekspor konten hallyu tumbuh sampai 16,2% per tahun.
Di Korea Selatan pada 2019, sekitar 23,3% turis mengungkapkan ingin berkunjung untuk merasakan secara langsung pengalaman K-pop dan hallyu.
Foto: Big Hit Entertainment
Melihat perkembangan industri hallyu yang semakin tinggi, banyak cerita menarik dari beberapa orang yang dulunya tak suka budaya Korea, sekarang malah jadi menyukainya.
Bagai Terapi saat Sedih
Anida, salah satu mahasiswa UIN Jakarta mengungkapkan, dulu, dia tak suka K-pop karena merasa ribet harus menghafal banyak nama. Namun, saat mulai mendengarkan lagu-lagu BTS, dia baru tahu bahwa musik K-pop juga keren, dan bahkan bisa jadi semacam obat untuk dirinya.
“Waktu itu era "Boy with Luv", terus aku dengerin lagu-lagu dari album (kompilasi) “Love Yourself” dan kayak disadarin aja gitu,” ujarnya.
“Lagu-lagu BTS itu kayak healing buat aku. Jadinya sekarang aku kayak lebih membahagiakan diri sendiri aja. K-pop salah satu sumber bahagia aku sekarang.” (
)
Dari Barat ke Korea
Cerita lain datang dari Dinda Nindyastuti, mahasiswa Universitas Budi Luhur. Dulunya Dinda lebih suka musik dan film Barat, tapi karena berada di lingkungan K-popers akhirnya dia jadi terserang demam hallyu.
Menurut data dari Kedutaan Besar Korea untuk Republik Indonesia, hallyu yang berarti gelombang Korea muncul pertama kali pada pertengahan 1990-an setelah Korea Selatan mengadakan hubungan diplomatik dengan China pada 1992.
Sejak saat itu, drama TV Korea mulai mendapatkan popularitas di antara komunitas berbahasa China. Setelah meroket di China, hallyu mulai sampai ke Jepang pada 2003 berkat serial drama “Winter Sonata”.
Melalui drama dan musiknya, hallyu mulai merambah ke berbagai golongan dan usia di Asia, Amerika, Afrika, dan Timur Tengah. Budaya Korea lainnya, seperti makanan, literatur, bahasa, gim, dan film juga ikut meroket popularitasnya.
Foto: tvN
Menurut data Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan, negara ini sudah mengekspor konten hallyu lebih dari USD9,615 miliar pada 2018 melalui K-pop, drama, dan animasi.
Angka ini mengalami kenaikan 9,1% dalam setahun. Industri gim ternyata jadi yang paling tinggi diekspor, dengan nilai USD6,4 miliar, karakter USD745,14 juta, pengetahuan dan informasi USD633,88 juta, dan musik USD564,24 juta.
Selama lima tahun (2014-2018) terakhir, ekspor konten hallyu tumbuh sampai 16,2% per tahun.
Di Korea Selatan pada 2019, sekitar 23,3% turis mengungkapkan ingin berkunjung untuk merasakan secara langsung pengalaman K-pop dan hallyu.
Foto: Big Hit Entertainment
Melihat perkembangan industri hallyu yang semakin tinggi, banyak cerita menarik dari beberapa orang yang dulunya tak suka budaya Korea, sekarang malah jadi menyukainya.
Bagai Terapi saat Sedih
Anida, salah satu mahasiswa UIN Jakarta mengungkapkan, dulu, dia tak suka K-pop karena merasa ribet harus menghafal banyak nama. Namun, saat mulai mendengarkan lagu-lagu BTS, dia baru tahu bahwa musik K-pop juga keren, dan bahkan bisa jadi semacam obat untuk dirinya.
“Waktu itu era "Boy with Luv", terus aku dengerin lagu-lagu dari album (kompilasi) “Love Yourself” dan kayak disadarin aja gitu,” ujarnya.
“Lagu-lagu BTS itu kayak healing buat aku. Jadinya sekarang aku kayak lebih membahagiakan diri sendiri aja. K-pop salah satu sumber bahagia aku sekarang.” (
Baca Juga
Dari Barat ke Korea
Cerita lain datang dari Dinda Nindyastuti, mahasiswa Universitas Budi Luhur. Dulunya Dinda lebih suka musik dan film Barat, tapi karena berada di lingkungan K-popers akhirnya dia jadi terserang demam hallyu.
tulis komentar anda