Panduan Hadapi Quarter Life Crisis: dari Kesehatan Mental, Finansial, sampai Hubungan Sosial
loading...

Krisis seperempat abad lazim dialami oleh anak muda yang sedang dalam masa transisi remaja ke dewasa muda. Foto/Shutterstock
A
A
A
JAKARTA - Pernah tidak kamu merasa insecure dengan pencapaian orang lain? Kamu merasa kalah dari sisi pencapaian karier, keuangan, hingga lingkup pertemanan, dengan teman-temanmu.
Ketidakpastian kehidupan mendatang pun jadi momok menakutkan yang akhirnya melahirkan istilah quarter life crisis (QLC) atau krisis seperempat abad.
Dalam acara Virtual Impact Circle AIESEC di Universitas Negeri Jakarta bertajuk “Quarter Life Crisis 101: Escaping the Storm in MidLife Crisis", Anggi Mayang Sari selaku CEO Tanya Psikologi menjelaskan QLCsebagai fase transisi dari remaja akhir menuju dewasa awal.
Sayangnya, pada masa peralihan ini, kita sering merasa sendiri dan tidak punya tempat atau teman untuk bisa diajak bicara. Akhirnya punya kepercayaan diri rendah karena merasa tak punya kemampuan.
![Panduan Hadapi Quarter Life Crisis: dari Kesehatan Mental, Finansial, sampai Hubungan Sosial]()
Foto: Dok. AIESEC UNJ
Sementara presenter berita RCTI Shafinaz Nachiar menjelaskan pentingnya self-affirmationatau afirmasi diri sebagai kekuatan yang harus ditanamkan oleh anak muda usia 20-an untuk menghadapi QLC. Pola pikir positif akan menghasilkan dampak baik pada diri sendiri.
Namun, tak jarang dari kita yang masih berusaha membandingkan sesuatu yang dimiliki dengan milik orang lain. Hal ini tak sepenuhnya salah, kalau dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Monica Tanata, CEO & Founder IAM Community, mengatakan saat kita melihat kesuksesan finansial seseorang di media sosial, jangan hanya melihat hasilnya tapi pelajari prosesnya.
1. KESEHATAN MENTAL
Foto: Dok. AIESEC UNJ
Topik kesehatan mental jadi isu yang menarik perhatian banyak orang. Menurut data WHO, isu kesehatan mental dimulai dari masa QLC bahkan ada yang dimulai dari usia 15-19 tahun. Perasaan ketidakpastian yang kemudian ditandai dengan hilang harapan, insecurity, anxiety, dan depresi makin memperburuk kesehatan mental anak muda.
Anggi Mayangsari memaparkan bahwa krisis seperempat abad sering ditandai dengan kondisi membandingkan diri sendiri dan orang lain, serta ilusi media sosial. Yang ditampilkan di sosial media dengan perjuangan yang dilakukan tidak selamanya sebanding. Inilah yang orang sering tak sadar.
Supaya kita bisa memiliki kehidupan sehari-hari yang baik, maka harus dimulai dengan mengenal diri sendiri. Anggi juga menjelaskan cara lainnya, yaitu dengan menerima seluruh emosi yang ada, baik emosi positif maupun negatif. Selain itu, kita juga harus menentukan arah yang jelas dalam hidup kita.
Hal lainnya agar kita bisa lolos dari krisis seperempat abad adalah mampu mengendalikan diri dalam bermedia sosial. Meluangkan waktu untuk diri sendiri (me time) dan berbicara positif ke diri sendiri bisa dibangun untuk memberikan energi positif.
2. PERENCANAAN KEUANGAN
Foto: Dok. AIESEC UNJ
Uang bukan segalanya tapi segalanya butuh uang. Bahkan untuk beramal, persiapan awal karier seperti penampilan, semua ada harganya. Masalah utama dalam pengelolaan keuangan umumnya disebabkan karena adanya pengeluaran yang lebih besar dibandingkan pendapatan. Padahal belum tentu beban yang dikeluarkan dibutuhkan.
Monica Tanata memaparkan ada enam tahap untuk mencapai kebebasan finansial, yaitu bebas dari ketergantungan pada orang lain, kemampuan membayar kewajiban, mampu memenuhi kebutuhan harian, dan bebas dari utang. Selain itu, mampu memenuhi kehidupan, tapi tetap harus bekerja, atau tidak perlu bekerja tetapi kebutuhan sudah terpenuhi jadi indikator bahwa kita sudah mencapai kebebasan finansial.
Baca Juga: Trik Nabung dengan Metode Amplop, Antiribet dan Peluang Berhasil Besar!
Monica juga membagikan tips mengelola keuangan untuk mahasiswa, yaitu disiplin menabung dan mencatat pengeluaran, menentukan dan menambah sumber pemasukan, prioritaskan kebutuhan, dan kurangi pengeluaran. Kita juga harus merencanakan keuangan, menyiapkan dana cadangan, lunasi utang, baru lakukan investasi. Selain itu, atur apa yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan.
3. HUBUNGAN SOSIAL
Foto: Dok. AIESEC UNJ
Apakah kamu merasakan lingkaran pertemananmu makin mengecil dan kesepian? Merasa tak sanggup membangun relasi kerja yang baik, dan takut karier masa depan jadi suram?
Menurut Shafinaz Nachiar langkah pertama untuk mengelola hubungan sosial adalah dengan mengenal diri sendiri. Kedua, jangan baperan!
Ia juga menambahkan, saat ada orang berusaha merendahkan kemampuan kita, sejatinya mereka sedang berusaha mempertahankan diri dan merasa iri dengan kemampuan kita. Ketiga, jangan mudah menilai orang buruk. Coba koreksi diri sendiri dan jangan hanya menilai orang lain dari penampilan luarnya saja.
Keempat, berikan usaha yang baik dalam menyampaikan pesan. Cara menyampaikan pesan yang baik akan memberikan penilaian berbeda di mata orang lain.
4. UBAH KRISIS JADI PELUANG UNTUK BERSINAR
![Panduan Hadapi Quarter Life Crisis: dari Kesehatan Mental, Finansial, sampai Hubungan Sosial]()
Foto:Dok. AIESEC UNJ
Krisis tidak selamanya buruk. Hal ini bergantung pada sudut pandang kita. Bahkan krisis dapat menjadi pondasi awal yang membuat kita menjadi lebih kuat.
Putu Rarasati, Head of Medical Research Social Connect, memaparkan bahwa QLC membawa manfaat bagi kita. Mulai dari mendorong mencoba hal baru hingga membentuk pribadi yang lebih dewasa. Selain itu, QLC juga membantu membangun prioritas, mengenali potensi diri, dan membantu mengelola perubahan yang berdampak pada masa depan.
dalam masa krisis, takut akan suatu hal adalah hal yang sangat wajar. Raras menjelaskan terkadang kita harus merelakan sesuatu dan “It is okay not to be okay”
Terkadang menjadi realisitis lebih baik dibandingkan memaksakan menjadi sempurna. Sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa untuk selalu belajar dan berkembang.
Baca Juga: Inilah Soft Skill yang Bikin Pekerja Disenangi di Kantor
Apresiasi terhadap pencapaian sekecil mungkin adalah afirmasi positif dalam menghadapi QLC. Sekecil apa pun perkembangan yang dicapai harus tetap dihargai.
Selain itu, dukungan dari lingkungan sekitar (support system) yang paling utama adalah diri sendiri. Cobalah meyakinkam diri sendiri bahwa kamu adalah yang terbaik. Selanjutnya, pola pikir “I can do this!” mesti ditanamkan supaya lebih percaya diri.
Terakhir, kamu bisa mencoba mencari dukungan yang mampu membantu agar kamu bisa terus berkembang menjadi lebih baik.
Eka Sarmila
Kontributor GenSINDO
Universitas Negeri Jakarta
Instagram: @eka_sarmila_
Ketidakpastian kehidupan mendatang pun jadi momok menakutkan yang akhirnya melahirkan istilah quarter life crisis (QLC) atau krisis seperempat abad.
Dalam acara Virtual Impact Circle AIESEC di Universitas Negeri Jakarta bertajuk “Quarter Life Crisis 101: Escaping the Storm in MidLife Crisis", Anggi Mayang Sari selaku CEO Tanya Psikologi menjelaskan QLCsebagai fase transisi dari remaja akhir menuju dewasa awal.
Sayangnya, pada masa peralihan ini, kita sering merasa sendiri dan tidak punya tempat atau teman untuk bisa diajak bicara. Akhirnya punya kepercayaan diri rendah karena merasa tak punya kemampuan.

Foto: Dok. AIESEC UNJ
Sementara presenter berita RCTI Shafinaz Nachiar menjelaskan pentingnya self-affirmationatau afirmasi diri sebagai kekuatan yang harus ditanamkan oleh anak muda usia 20-an untuk menghadapi QLC. Pola pikir positif akan menghasilkan dampak baik pada diri sendiri.
Namun, tak jarang dari kita yang masih berusaha membandingkan sesuatu yang dimiliki dengan milik orang lain. Hal ini tak sepenuhnya salah, kalau dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Monica Tanata, CEO & Founder IAM Community, mengatakan saat kita melihat kesuksesan finansial seseorang di media sosial, jangan hanya melihat hasilnya tapi pelajari prosesnya.
1. KESEHATAN MENTAL

Foto: Dok. AIESEC UNJ
Topik kesehatan mental jadi isu yang menarik perhatian banyak orang. Menurut data WHO, isu kesehatan mental dimulai dari masa QLC bahkan ada yang dimulai dari usia 15-19 tahun. Perasaan ketidakpastian yang kemudian ditandai dengan hilang harapan, insecurity, anxiety, dan depresi makin memperburuk kesehatan mental anak muda.
Anggi Mayangsari memaparkan bahwa krisis seperempat abad sering ditandai dengan kondisi membandingkan diri sendiri dan orang lain, serta ilusi media sosial. Yang ditampilkan di sosial media dengan perjuangan yang dilakukan tidak selamanya sebanding. Inilah yang orang sering tak sadar.
Supaya kita bisa memiliki kehidupan sehari-hari yang baik, maka harus dimulai dengan mengenal diri sendiri. Anggi juga menjelaskan cara lainnya, yaitu dengan menerima seluruh emosi yang ada, baik emosi positif maupun negatif. Selain itu, kita juga harus menentukan arah yang jelas dalam hidup kita.
Hal lainnya agar kita bisa lolos dari krisis seperempat abad adalah mampu mengendalikan diri dalam bermedia sosial. Meluangkan waktu untuk diri sendiri (me time) dan berbicara positif ke diri sendiri bisa dibangun untuk memberikan energi positif.
2. PERENCANAAN KEUANGAN

Foto: Dok. AIESEC UNJ
Uang bukan segalanya tapi segalanya butuh uang. Bahkan untuk beramal, persiapan awal karier seperti penampilan, semua ada harganya. Masalah utama dalam pengelolaan keuangan umumnya disebabkan karena adanya pengeluaran yang lebih besar dibandingkan pendapatan. Padahal belum tentu beban yang dikeluarkan dibutuhkan.
Monica Tanata memaparkan ada enam tahap untuk mencapai kebebasan finansial, yaitu bebas dari ketergantungan pada orang lain, kemampuan membayar kewajiban, mampu memenuhi kebutuhan harian, dan bebas dari utang. Selain itu, mampu memenuhi kehidupan, tapi tetap harus bekerja, atau tidak perlu bekerja tetapi kebutuhan sudah terpenuhi jadi indikator bahwa kita sudah mencapai kebebasan finansial.
Baca Juga: Trik Nabung dengan Metode Amplop, Antiribet dan Peluang Berhasil Besar!
Monica juga membagikan tips mengelola keuangan untuk mahasiswa, yaitu disiplin menabung dan mencatat pengeluaran, menentukan dan menambah sumber pemasukan, prioritaskan kebutuhan, dan kurangi pengeluaran. Kita juga harus merencanakan keuangan, menyiapkan dana cadangan, lunasi utang, baru lakukan investasi. Selain itu, atur apa yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan.
3. HUBUNGAN SOSIAL

Foto: Dok. AIESEC UNJ
Apakah kamu merasakan lingkaran pertemananmu makin mengecil dan kesepian? Merasa tak sanggup membangun relasi kerja yang baik, dan takut karier masa depan jadi suram?
Menurut Shafinaz Nachiar langkah pertama untuk mengelola hubungan sosial adalah dengan mengenal diri sendiri. Kedua, jangan baperan!
Ia juga menambahkan, saat ada orang berusaha merendahkan kemampuan kita, sejatinya mereka sedang berusaha mempertahankan diri dan merasa iri dengan kemampuan kita. Ketiga, jangan mudah menilai orang buruk. Coba koreksi diri sendiri dan jangan hanya menilai orang lain dari penampilan luarnya saja.
Keempat, berikan usaha yang baik dalam menyampaikan pesan. Cara menyampaikan pesan yang baik akan memberikan penilaian berbeda di mata orang lain.
4. UBAH KRISIS JADI PELUANG UNTUK BERSINAR

Foto:Dok. AIESEC UNJ
Krisis tidak selamanya buruk. Hal ini bergantung pada sudut pandang kita. Bahkan krisis dapat menjadi pondasi awal yang membuat kita menjadi lebih kuat.
Putu Rarasati, Head of Medical Research Social Connect, memaparkan bahwa QLC membawa manfaat bagi kita. Mulai dari mendorong mencoba hal baru hingga membentuk pribadi yang lebih dewasa. Selain itu, QLC juga membantu membangun prioritas, mengenali potensi diri, dan membantu mengelola perubahan yang berdampak pada masa depan.
dalam masa krisis, takut akan suatu hal adalah hal yang sangat wajar. Raras menjelaskan terkadang kita harus merelakan sesuatu dan “It is okay not to be okay”
Terkadang menjadi realisitis lebih baik dibandingkan memaksakan menjadi sempurna. Sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa untuk selalu belajar dan berkembang.
Baca Juga: Inilah Soft Skill yang Bikin Pekerja Disenangi di Kantor
Apresiasi terhadap pencapaian sekecil mungkin adalah afirmasi positif dalam menghadapi QLC. Sekecil apa pun perkembangan yang dicapai harus tetap dihargai.
Selain itu, dukungan dari lingkungan sekitar (support system) yang paling utama adalah diri sendiri. Cobalah meyakinkam diri sendiri bahwa kamu adalah yang terbaik. Selanjutnya, pola pikir “I can do this!” mesti ditanamkan supaya lebih percaya diri.
Terakhir, kamu bisa mencoba mencari dukungan yang mampu membantu agar kamu bisa terus berkembang menjadi lebih baik.
Eka Sarmila
Kontributor GenSINDO
Universitas Negeri Jakarta
Instagram: @eka_sarmila_
(ita)
Lihat Juga :