Omnibus Law Disahkan DPR, Ini Keresahan Mahasiswa yang Siap Cari Kerja
loading...

UU Omnibus Law Ciptaker dikritisi dan diprotes banyak pihak hingga membuat banyak kalangan turun berdemo di jalan. Foto/Unsplash
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) akhirnya diketok menjadi UU pada Senin (5/10) lalu, di tengah maraknya demonstrasi dan petisi agar RUU itu tidak disahkan.
Bagi mereka yang kontra, Omnibus Law Cipta Kerja dinilai sangat memberatkan para pekerja, termasuk para calon pekerja yang kini masih berstatus mahasiswa tingkat akhir atau baru lulus kuliah pada tahun ini.
Nah, bagaimana tanggapan para mahasiswa ini terhadap Omnibus Law Ciptaker? Berikut yang berhasil dirangkum GenSINDO. (Baca Juga: RUU Omnibus Law, Untuk Apa dan Siapa?)
1. KARIN NUR SECHA (JURNALISTIK, POLITEKNIK NEGERI JAKARTA)
![Omnibus Law Disahkan DPR, Ini Keresahan Mahasiswa yang Siap Cari Kerja]()
Foto: Dok. Karin Nur Secha
“Pendapat saya mengenai disahkannya RUU Cipta Kerja, mengacu pada poin "sanksi pidana pada perusahaan yang telat membayar karyawannya dihilangkan". Poin tersebut sangat memberatkan pihak pekerja , karena ini sama saja mematikan pekerja dan membuat para pengusaha bebas membayar upah pekerjanya kapan saja tanpa dikenai sanksi. Berdasarkan poin tersebut, dampaknya para pengusaha tidak lagi terkena denda dikarenakan telat membayar upah pekerja.
Kalau saya, persiapan menghadapi Omnibus Law ini dengan cara mendalami skill saya untuk lebih siap bersaing dengan TKA yang nantinya akan bebas bekerja di Indonesia. Harapan saya, semoga para anggota yang katanya DPR ini akan mengkaji ulang berbagai poin-poin yang dapat meresahkan warganya sendiri.”
2. AULIA DAMAYANTI (ILMU KOMUNIKASI, ISIP JAKARTA)
![Omnibus Law Disahkan DPR, Ini Keresahan Mahasiswa yang Siap Cari Kerja]()
Foto: Dok. Aulia Damayanti
“Menurutku UU Ciptaker ini, ya, banyak pro dan kontranya. Mungkin kalau diriku sendiri yang paling meresahkan soal jam kerja yang tidak ada batas harinya. Jadi di UU terteranya hanya dalam satu pekan pekerja bekerja 40 jam. Lalu ada jaminan pesangon yang dihapus, tentunya aku sebagai calon pekerja, ya, khawatir. Walaupun pemerintah membantah kalo pekerja jadi dirugikan nantinya.
Bagi mereka yang kontra, Omnibus Law Cipta Kerja dinilai sangat memberatkan para pekerja, termasuk para calon pekerja yang kini masih berstatus mahasiswa tingkat akhir atau baru lulus kuliah pada tahun ini.
Nah, bagaimana tanggapan para mahasiswa ini terhadap Omnibus Law Ciptaker? Berikut yang berhasil dirangkum GenSINDO. (Baca Juga: RUU Omnibus Law, Untuk Apa dan Siapa?)
1. KARIN NUR SECHA (JURNALISTIK, POLITEKNIK NEGERI JAKARTA)

Foto: Dok. Karin Nur Secha
“Pendapat saya mengenai disahkannya RUU Cipta Kerja, mengacu pada poin "sanksi pidana pada perusahaan yang telat membayar karyawannya dihilangkan". Poin tersebut sangat memberatkan pihak pekerja , karena ini sama saja mematikan pekerja dan membuat para pengusaha bebas membayar upah pekerjanya kapan saja tanpa dikenai sanksi. Berdasarkan poin tersebut, dampaknya para pengusaha tidak lagi terkena denda dikarenakan telat membayar upah pekerja.
Kalau saya, persiapan menghadapi Omnibus Law ini dengan cara mendalami skill saya untuk lebih siap bersaing dengan TKA yang nantinya akan bebas bekerja di Indonesia. Harapan saya, semoga para anggota yang katanya DPR ini akan mengkaji ulang berbagai poin-poin yang dapat meresahkan warganya sendiri.”
2. AULIA DAMAYANTI (ILMU KOMUNIKASI, ISIP JAKARTA)

Foto: Dok. Aulia Damayanti
“Menurutku UU Ciptaker ini, ya, banyak pro dan kontranya. Mungkin kalau diriku sendiri yang paling meresahkan soal jam kerja yang tidak ada batas harinya. Jadi di UU terteranya hanya dalam satu pekan pekerja bekerja 40 jam. Lalu ada jaminan pesangon yang dihapus, tentunya aku sebagai calon pekerja, ya, khawatir. Walaupun pemerintah membantah kalo pekerja jadi dirugikan nantinya.