CERMIN: Richard Sackler di Tengah Wabah OxyContin

Rabu, 23 Agustus 2023 - 15:18 WIB
loading...
CERMIN: Richard Sackler...
Serial Painkiller menyajikan kisah sosok kapitalis sejati Richard Sackler yang melahirkan obat maut OxyContin. Foto/Netflix
A A A
JAKARTA - Tahun 2021. Layanan streaming video Hulu merilis serial yang mengupas wabah obat pereda nyeri yang dikenal dengan nama OxyContin dengan judul Dopesick. Lalu penonton tersentak menyaksikan bagaimana wabah tersebut menyakiti ratusan ribu keluarga di Amerika.

Tulisan tentang Dopesickmenjadi tulisan saya yang ke-12 di kolom ini, yang diterbitkan pada 13 Juli tahun lalu. Dengan judul tulisan Nyeri yang Membunuh Amerika, saya mencoba menggambarkan bagaimana rasanya berada di tengah-tengah para keluarga yang didera badai OxyContin.

Setahun kemudian saya tak pernah menyangka bahwa kasus yang sama kembali diangkat menjadi serial. Kali ini Netflix memilih memusatkan semesta ceritanya pada sosok Richard Sackler, orang yang dianggap paling bertanggung jawab di Purdue Pharma terkait wabah tersebut.



Painkillermenjadi judul dari serial tersebut yang didasari buku Pain Killer: An Empire of Deceit and the Origin of America’s Opioid Epidemic dari Barry Meier (mendapat Pulitzer atas buku ini) dan tulisan dari Patrick Radden Keefe yang terbit di New Yorker berjudul The Family That Built the Empire of Pain. Karena menggabungkan dua buku sekaligus, terasa betul bahwa Painkillerlebih memperlihatkan kedalaman cerita dan kita tahu bagaimana wabah itu bermula.

CERMIN: Richard Sackler di Tengah Wabah OxyContin

Foto: Netflix

Cerita tentang OxyContin bermula pada 1995 ketika Purdue Pharma mematenkan penemuan tersebut. OxyContin bekerja dengan menekan sistem saraf, artinya dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam rasa sakit.

Salah satu hal yang membuat OxyContin unik dibandingkan dengan merek Oxyocodone lain di pasaran adalah fakta bahwa ia akan menghilangkan rasa sakit selama 12 jam, sementara yang lain akan meredakan nyeri maksimal selama enam jam. Orang yang meminumnya secara teratur akan mengembangkan toleransi, jadi semakin lama seseorang meminumnya, semakin banyak pula yang perlu mereka gunakan.

OxyContin pertama kali tersedia dalam bentuk tablet mulai dari 10mg hingga 80mg. Pada 2000, Purdue merilis versi kekuatan super 160mg. Wabah itu pun merayap tanpa disadari. Selama periode 1999-2017, 'obat ajaib' ini telah merenggut nyawa lebih dari 250 ribu orang di Amerika. Ini membuat Richard pantas disebut sebagai 'malaikat pencabut nyawa'.

Berbeda dengan Dopesickyang memusatkan ceritanya pada mereka yang terdampak OxyContin, Painkillerberkonsentrasi penuh memperlihatkan bagaimana kekacauan terjadi sejak awal. Bagaimana pemasaran disalahgunakan oleh mereka yang berkuasa, bagaimana masyarakat menjadi korban dari pemasaran yang masif dan terukur, dan Richard berada di tengah pusaran wabah tersebut.

CERMIN: Richard Sackler di Tengah Wabah OxyContin

Foto: Netflix

Berbeda juga dengan yang ditampilkan Michael Stuhlbarg sebagai Richard Sackler dalam Dopesick, Matthew Broderick mengambil pendekatan yang lain ketika memainkan peran dari karakter nyata ini. Ia membawakannya nyaris komikal, menyisakan sedikit sekali ruang untuk bersimpati dengan karakternya.

Kita bisa melihat bagaimana Richard adalah sosok yang tak peduli dengan segala bencana yang diakibatkan oleh wabah yang dibuatnya. Satu-satunya sosok yang dipedulikannya hanyalah Unch, anjing yang setia mendampinginya.

Richard adalah sosok kapitalis sejati. Ia hanya peduli pada bagaimana membesarkan produk yang dirintisnya, bagaimana mengambil risiko untuk memuluskan niatnya, dan bagaimana melakukan segala langkah yang perlu agar niatnya tercapai. Kita tahu berkat OxyContin, penjualan sebesar USD30 miliar telah membuat keluarga Sackler dicatat Forbes sebagai salah satu keluarga terkaya di Amerika.

Harus ada seseorang yang menyadari bahwa apa yang dilakukan Richard selama bertahun-tahun dengan memperkaya diri dengan cara menyebabkan ketergantungan pada OxyContin adalah salah. Dalam Painkiller, sosok itu adalah asisten jaksa bernama Edie Flowers (dimainkan dengan cemerlang oleh Uzo Aduba).

CERMIN: Richard Sackler di Tengah Wabah OxyContin

Foto: Netflix

Edie adalah sosok fiktif yang menjadi representasi dari beberapa orang yang menjadi pahlawan dari kisah ini. Ia menjadi orang yang pertama kali melihat kejanggalan terkait bagaimana Purdue Pharma mempromosikan OxyContin. Ia bergerak ketika nyalinya memberitahu bahwa ada sesuatu yang tak beres yang terjadi di hadapannya. Sesuatu yang besar dan bisa lebih masif jika seseorang tak bertindak. Sesuatu yang mengerikan tengah mengintai Amerika dan ia harus melakukan sesuatu.

Maka Edie maju ke medan perang sebagaimana David melawan Goliath. Ia melawan raksasa dengan kekuasaan, pengaruh, dan uang yang tak terbantahkan. Tapi ia tahu ia harus melawan demi kemaslahatan lebih banyak orang. Edie tak pernah melihat dirinya sebagai pahlawan, ia hanya melihat dirinya sebagai penegak hukum yang harus segera bertindak sebelum semuanya kacau balau.



Tapi perjuangan memang perlu waktu. Edie harus berjuang lebih dari 10 tahun untuk membongkar yang dilakukan Richard Sackler dan Purdue Pharma kepada masyarakat. Kita melihat bagaimana Peter Berg sebagai sutradara menempatkan Edie semacam “kesatria tanpa baju besi”.

Kita mengikuti perjuangan yang melelahkan harus ditempuhnya tanpa tahu kapan akan berakhir, dan apakah perjuangannya akan membuahkan hasil. Mungkin pada suatu masa, Edie pernah mendengar kata-kata dari Maya Angelou, “Semua pencapaian besar membutuhkan waktu”. Dan kita tahu ia akhirnya berhasil.


Painkiller
Produser: Chris Hatcher, Tim King, Stacey Offman, Richard Perello
Sutradara: Peter Berg
Penulis Skenario: Micah Fitzerman-Blue, Noah Harpster, Will Hettinger, Boo Killebrew
Pemain: Uzo Aduba, Matthew Broderick, Taylor Kitsch

Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute, bisa dikontak via Instagram @ichwanpersada
(ita)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2345 seconds (0.1#10.140)