Kampanye Who Made My Clothes Sadarkan Konsumen Soal Asal Pakaian
Kamis, 30 April 2020 - 21:49 WIB
JAKARTA - Pernahkah terlintas dalam pikiran kamu bagaimana proses pembuatan pakaian yang kita kenakan sehari-hari? Apakah dilakukan dengan benar atau tidak?
Ini termasuk pertanyaan apakah merek-merek favorit yang sering kita beli dan pakai sudah menjamin upah para pekerjanya dengan baik dan benar?
Pertanyaan dan kenyataan di lapangan tentang para buruh tekstil ini lantas memunculkan sebuah gerakan bernama Fashion Revolution. Gerakan ini diinisiasi komunitas Fashion Revolution di Inggris.
Pada 2013, komunitas ini pun berinisiatif membuat sebuah gerakan nonprofit dalam bidang tekstil dengan menggelorakan kampanye #WhoMadeMyClothes.
Sejarah Kampanye #WhoMadeMyClothes
Foto: fashionrevolution.org
Kampanye ini muncul sebagai wujud keprihatinan atas tragedi runtuhnya sebuah pabrik pakaian Rana Plaza di Dhaka, Bangladesh pada 24 April 2013 silam. Kecelakaan naas tersebut telah mengakibatkan tewasnya 1.134 pekerja dan 2.000 lainnya mengalami luka.
Rana Plaza adalah sebuah pabrik garmen yang terdiri dari berbagai merek ternama untuk fast fashion atau jenis pakaian yang diproduksi massal untuk kepentingan industri ritel.
Foto: Twitter @SlowFashionNext
Penyebab dari runtuhnya gedung tersebut ialah manajemen operasional yang sangat buruk. Ini terlihat dari ketidaklayakan bangunan, tapi tak dilakukan renovasi.
Yang lebih mengejutkan, ternyata kejadian tersebut juga disebabkan oleh minimnya biaya produksi yang diberikan oleh merek-merek ternama itu sebagai penikmat keuntungan yang besar tanpa memedulikan nasib para pekerja di pabrik tersebut.
Kampanye #WhoMadeMyClothes Ingin Menciptakan Kepedulian Global
Foto: Sustainable Fashion Matterz
Dari sinilah kampanye #WhoMadeMyClothes dilakukan secara global. Peringatan atas peristiwa di Dhaka pun dilakukan setiap 24 April di seluruh dunia dengan menggunakan kampanye #WhoMadeMyClothes.
Lewat gerakan ini, Fashion Revolution ingin agar masyarakat lebih peduli terhadap nasib para korban dan kerja produsen dari pakaian yang dipakainya.
Juga agar masyarakat mau dan berani menunjukkan sikap transparansinya untuk bertanya kepada para produsen pakaian untuk bertanya, “Berasal dari mana baju saya? Siapakah yang membuatnya? Apakah dia bekerja dengan baik? Sudah amankah lingkungan kerja mereka?”
Ini termasuk pertanyaan apakah merek-merek favorit yang sering kita beli dan pakai sudah menjamin upah para pekerjanya dengan baik dan benar?
Pertanyaan dan kenyataan di lapangan tentang para buruh tekstil ini lantas memunculkan sebuah gerakan bernama Fashion Revolution. Gerakan ini diinisiasi komunitas Fashion Revolution di Inggris.
Pada 2013, komunitas ini pun berinisiatif membuat sebuah gerakan nonprofit dalam bidang tekstil dengan menggelorakan kampanye #WhoMadeMyClothes.
Sejarah Kampanye #WhoMadeMyClothes
Foto: fashionrevolution.org
Kampanye ini muncul sebagai wujud keprihatinan atas tragedi runtuhnya sebuah pabrik pakaian Rana Plaza di Dhaka, Bangladesh pada 24 April 2013 silam. Kecelakaan naas tersebut telah mengakibatkan tewasnya 1.134 pekerja dan 2.000 lainnya mengalami luka.
Rana Plaza adalah sebuah pabrik garmen yang terdiri dari berbagai merek ternama untuk fast fashion atau jenis pakaian yang diproduksi massal untuk kepentingan industri ritel.
Foto: Twitter @SlowFashionNext
Penyebab dari runtuhnya gedung tersebut ialah manajemen operasional yang sangat buruk. Ini terlihat dari ketidaklayakan bangunan, tapi tak dilakukan renovasi.
Yang lebih mengejutkan, ternyata kejadian tersebut juga disebabkan oleh minimnya biaya produksi yang diberikan oleh merek-merek ternama itu sebagai penikmat keuntungan yang besar tanpa memedulikan nasib para pekerja di pabrik tersebut.
Kampanye #WhoMadeMyClothes Ingin Menciptakan Kepedulian Global
Foto: Sustainable Fashion Matterz
Dari sinilah kampanye #WhoMadeMyClothes dilakukan secara global. Peringatan atas peristiwa di Dhaka pun dilakukan setiap 24 April di seluruh dunia dengan menggunakan kampanye #WhoMadeMyClothes.
Lewat gerakan ini, Fashion Revolution ingin agar masyarakat lebih peduli terhadap nasib para korban dan kerja produsen dari pakaian yang dipakainya.
Juga agar masyarakat mau dan berani menunjukkan sikap transparansinya untuk bertanya kepada para produsen pakaian untuk bertanya, “Berasal dari mana baju saya? Siapakah yang membuatnya? Apakah dia bekerja dengan baik? Sudah amankah lingkungan kerja mereka?”
tulis komentar anda