BTS ARMY Trending-kan Tagar #NoDynamicPricing dan Batalkan Pesanan Merch demi Protes ke HYBE
Rabu, 03 Mei 2023 - 11:57 WIB
JAKARTA - ARMY ramai-ramai melakukan protes ke induk perusahaan yang menaungi BTS , yaitu HYBE, dengan menggaungkan tagar #NoDynamicPricing dan membatalkan pesanan berbagai merchandise mereka di Weverse Shop.
Hal ini dilakukan setelah HYBE mengumumkan laporan performa mereka pada kuartal pertama (Q1) tahun 2023 sekaligus menjawab pertanyaan dari para investor (conference call), pada Selasa (2/5). Dalampemaparan itu, Chief Financial Officer (CFO) HYBE Lee Kyung-jun juga menjawab pertanyaan tentang dynamic pricing yang mereka terapkan dalam konser Suga BTS dan TXT di Amerika Serikat.
HYBE mengatakan bahwa untuk konser-konser dengan permintaan yang sangat tinggi (high demand), mereka memilih opsi penerapan dynamic pricing. Sejauh ini, mereka sudah menerapkan ke dua konser yang disebutkan di atas. Mereka juga berencana menerapkannya di Jepang dan negara lainnya dengan nama yang berbeda, tapi pada intinya serupa dengan praktik dynamic pricing.
Dynamic pricing adalah kenaikan harga tiket konser secara real-time saat sebuah tiket dijual di aplikasi atau situs web. Dalam hal ini, praktik tersebut dilakukan di Ticketmaster yang memonopoli penjualan tiket pertunjukan dan konser di Amerika Serikat.
Sebagai ilustrasi penerapan dynamic pricing dalam konser Suga, terdapat kategori untuk dynamic pricing yang disebut Platinum Ticket. Di kategori ini, harga tiket awalnya dijual seharga kurang lebih USD120-USD170 (Rp1,7 juta-Rp2,5 juta) per tiket. Saat pembeli telah memilih harga tersebut, mereka lalu melanjutkan proses transaksi dengan memilih model pembayaran dan selanjutnya.
Nah, saat proses penyelesaian transaksi ini berlangsung, sistem juga mencatat bahwa kursi tiket tersebut juga sedang banyak diburu. Dari sinilah dynamic pricing diberlakukan, dan harga tiket yang tadinya hanya ratusan dolar itu pada akhirnya bisa melonjak menjadi total USD1000 (Rp14,7 juta).
Praktik penjualan tiket yang tidak adil inilah yang ramai-ramai diprotes oleh ARMY. Selain membuat tagar #NoDynamicPricing dan #NoToDynamicPricing menjadi trending di Amerika, Korea Selatan, juga di Indonesia, mereka juga beramai-ramai membatalkan pesanan merchandise di Weverse Shop.
Foto: Twitter @MinKittenPDNim
Foto: Twitter @SoCalRoving
Dalam formulir pembatalannya, ARMY menulis bahwa mereka melakukannya demi memprotes penerapan dynamic pricing. Mereka bahkan menegaskan bahwa ada banyak cara jika perusahaan ingin mendapatkan profit yang tinggi, misalnya dengan merilis DVD dari konser lama atau merilis merchandise lainnya, bukan dengan menerapkan dynamic pricing.
Dengan penerapan harga tersebut, ARMY merasa mereka yang memiliki bujet terbatas untuk menonton akan semakin sulit membeli tiket konser. Tiket akan sangat mungkin jatuh ke calo yang akan kembali menjualnya dengan harga yang jauh lebih mahal lagi.
Protes akan dynamic pricing bukan kali ini saja terjadi pada konser-konser musik di Amerika Serikat. Yang terbaru adalah kasus konser Taylor Swift The Eras Tour yang membuat para penggemar sang penyanyi berencana mengajukan tuntutan hukum ke Ticketmaster.
Adapun Ticketmaster juga sudah pernah diajukan ke meja pengadilan, salah satunya oleh band Pearl Jam pada 1994. Senator di Amerika Serikat juga berulang kali mempertanyakan praktik penjualan yang tidak etis oleh perusahaan itu.
Hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan dari HYBE terkait protes keras dari ARMY.
Hal ini dilakukan setelah HYBE mengumumkan laporan performa mereka pada kuartal pertama (Q1) tahun 2023 sekaligus menjawab pertanyaan dari para investor (conference call), pada Selasa (2/5). Dalampemaparan itu, Chief Financial Officer (CFO) HYBE Lee Kyung-jun juga menjawab pertanyaan tentang dynamic pricing yang mereka terapkan dalam konser Suga BTS dan TXT di Amerika Serikat.
HYBE mengatakan bahwa untuk konser-konser dengan permintaan yang sangat tinggi (high demand), mereka memilih opsi penerapan dynamic pricing. Sejauh ini, mereka sudah menerapkan ke dua konser yang disebutkan di atas. Mereka juga berencana menerapkannya di Jepang dan negara lainnya dengan nama yang berbeda, tapi pada intinya serupa dengan praktik dynamic pricing.
Baca Juga
Dynamic pricing adalah kenaikan harga tiket konser secara real-time saat sebuah tiket dijual di aplikasi atau situs web. Dalam hal ini, praktik tersebut dilakukan di Ticketmaster yang memonopoli penjualan tiket pertunjukan dan konser di Amerika Serikat.
Sebagai ilustrasi penerapan dynamic pricing dalam konser Suga, terdapat kategori untuk dynamic pricing yang disebut Platinum Ticket. Di kategori ini, harga tiket awalnya dijual seharga kurang lebih USD120-USD170 (Rp1,7 juta-Rp2,5 juta) per tiket. Saat pembeli telah memilih harga tersebut, mereka lalu melanjutkan proses transaksi dengan memilih model pembayaran dan selanjutnya.
Nah, saat proses penyelesaian transaksi ini berlangsung, sistem juga mencatat bahwa kursi tiket tersebut juga sedang banyak diburu. Dari sinilah dynamic pricing diberlakukan, dan harga tiket yang tadinya hanya ratusan dolar itu pada akhirnya bisa melonjak menjadi total USD1000 (Rp14,7 juta).
Praktik penjualan tiket yang tidak adil inilah yang ramai-ramai diprotes oleh ARMY. Selain membuat tagar #NoDynamicPricing dan #NoToDynamicPricing menjadi trending di Amerika, Korea Selatan, juga di Indonesia, mereka juga beramai-ramai membatalkan pesanan merchandise di Weverse Shop.
Foto: Twitter @MinKittenPDNim
Foto: Twitter @SoCalRoving
Dalam formulir pembatalannya, ARMY menulis bahwa mereka melakukannya demi memprotes penerapan dynamic pricing. Mereka bahkan menegaskan bahwa ada banyak cara jika perusahaan ingin mendapatkan profit yang tinggi, misalnya dengan merilis DVD dari konser lama atau merilis merchandise lainnya, bukan dengan menerapkan dynamic pricing.
Dengan penerapan harga tersebut, ARMY merasa mereka yang memiliki bujet terbatas untuk menonton akan semakin sulit membeli tiket konser. Tiket akan sangat mungkin jatuh ke calo yang akan kembali menjualnya dengan harga yang jauh lebih mahal lagi.
Protes akan dynamic pricing bukan kali ini saja terjadi pada konser-konser musik di Amerika Serikat. Yang terbaru adalah kasus konser Taylor Swift The Eras Tour yang membuat para penggemar sang penyanyi berencana mengajukan tuntutan hukum ke Ticketmaster.
Baca Juga
Adapun Ticketmaster juga sudah pernah diajukan ke meja pengadilan, salah satunya oleh band Pearl Jam pada 1994. Senator di Amerika Serikat juga berulang kali mempertanyakan praktik penjualan yang tidak etis oleh perusahaan itu.
Hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan dari HYBE terkait protes keras dari ARMY.
(ita)
Lihat Juga :
tulis komentar anda