Efek Gruen: Siasat Mal Supaya Kamu Mendadak Pengen Belanja
A
A
A
Kamu pernah gak, masuk ke dalam mal, lalu terpengaruh dengan tampilan depan (display) toko yang menarik?
Sampai-sampai, kamu lupa dengan tujuan awal dan tergoda membeli barang yang sebenarnya gak penting? Mungkin, secara gak sadar, kamu udah masuk ke dalam “jebakan” yang dibuat oleh toko-toko tersebut.
Jadi, ada penelitian yang menyebut bahwa 50 persen transaksi pembelian sebenarnya gak direncanakan oleh konsumen. Nah, momen "tiba-tiba beli barang" inilah yang dimanfaatkan oleh perusahaan demi memperoleh keuntungan besar.
Gimana caranya? Kuncinya adalah tampilan toko yang menarik, penataan toko yang strategis, atau rute berbelanja di mal yang bikin kamu ‘terpaksa’ harus mengunjungi lebih banyak toko dibandingkan yang seharusnya. Penataan toko yang didesain sedemikian rupa, menjadikanmu seolah-olah lupa dengan tujuan awal berbelanja, lalu mengalihkan perhatian pada objek lain.
Tentu, ini semua bukanlah kebetulan.
Dikutip dari kcet.org, Asal mula ide itu berasal dari Victor Gruen, arsitek Austria pada abad ke-20. Gruen berpendapat, semakin menarik sensasi yang diberikan oleh toko, semakin lama konsumen menetap di dalamnya.
Foto:Victor Gruen Collection/American Heritage Center, University of Wyoming
Akhirnya, mereka akan terpengaruh untuk melihat-lihat barang, dan gak sedikit orang yang akhirnya pengen beli barang tersebut. Bisa dikatakan, pikiran dan perilaku konsumen seakan ‘dimanipulasi’ oleh perusahaan.
Victor Gruen jugalah yang pertama kali memperkenalkan konsep mal di Amerika, dengan memanfaatkan ruang dan cahaya untuk mempromosikan barang-barang di depan toko.
Bentuk rancangannya tersebut sengaja dimaksudkan untuk menarik perhatian orang yang berlalu lalang, sehingga mereka ingin masuk ke dalam toko. Inilah yang disebut dengan istilah Efek Gruen.
Eits, tunggu sebentar, jangan langsung emosi dengan ide Gruen ini. Dikutip dari Gizmodo, sebenarnya, dia punya niat yang baik, kok. Pada awalnya, visi Gruen saat mendesain mal adalah untuk menciptakan pengalaman yang lebih daripada cuma sekadar berbelanja.
Gruen berasumsi, ia membuat penataan mal seperti yang bisa kita lihat sekarang, supaya efektivitas pembelian meningkat karena kemudahan konsumen melihat barang-barang di toko.
Ia juga menginginkan keberadaan mal dianggap sebagai public gathering placeatau tempat publik berkumpul. Gak cuma area komersial, tempat perbelanjaan juga harus punya taman, kafe, lapangan tempat bermain, dan lainnya. Dengan begitu, setiap warga masyarakat dari berbagai level ekonomi bisa membaur dan berinteraksi, demikian dikutip dari Business Insider.
Sayangnya, toko-toko mulai mengimplementasikan ide ini dengan tujuan yang berbeda. Perusahaan menyadari penataan toko di dalam mal yang menarik bakal memberikan keuntungan besar bagi mereka. Pembeli akan cenderung mengeluarkan banyak uang, ketika dihadapkan dengan pemandangan menarik dari toko.
Foto:Victor Xok/Unsplash
Perlahan, konsep mal yang awalnya bertujuan memberikan sensasi menyenangkan dan efisien, berubah menjadi tempat konsumen berbelanja sampai lupa waktu dan uang. Akhirnya, visi Gruen dalam menyediakan tempat publik bagi konsumen setelah berbelanja, malah tergantikan menjadi sistem yang membuat konsumen konsumtif.
Saat ini, beberapa cara diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan besar untuk memunculkan perasaan senang saat berbelanja. Di antaranya memakai pola atau jalur yang rapi, penataan barang yang menarik, dan barang-barang yang dipajang sedemikian rupa supaya pengunjung lebih banyak berjalan untuk mengeksplorasi toko.
Gak cuma itu, ada banyak strategi tersembunyi yang digunakan perusahaan. Dikutip dari infia.co, contohnya adalah tanda diskon (sale) yang sebenarnya tetap menguntungkan toko, skema warna yang kebanyakan berwarna merah, oranye, atau kuning yang merangsang indera konsumen, barang yang diletakkan setinggi mata agar gampang dilihat, musik slow yang mendorong konsumen meluangkan waktu lebih lama, dan masih banyak lagi.
Terus, gimana caranya supaya kita bisa mengerem keinginan berbelanja berlebihan saat berhadapan dengan Efek Gruen?
Foto:Jp Valery/Unsplash
Tips Menghindari Belanja Berlebihan
Jangan khawatir, kamu bisa, kok, mengantisipasi efek Gruen dengan beberapa cara. Pertama, kamu bisa membuat daftar belanja atau barang yang akan dibeli sebelumnya. Dengan membuat daftar belanja, seenggaknya kamu bisa lebih fokus dengan barang yang kamu rencanakan, gak asal membeli tanpa tahu kegunaannya.
Kedua, usahakan mengurangi penggunaan kartu atau dompet digital, dan bawalah uang tunai secukupnya. Kartu debit atau kredit yang jumlahnya gak langsung terlihat akan membuat kamu rentan membeli barang secara impulsif. Uang tunai seperlunya juga akan menghalangi kamu saat tiba-tiba tergoda melihat barang menarik di etalase toko.
Ketiga, kamu bisa mengajak teman saat berbelanja untuk mengingatkanmu. Tapi, jangan ajak teman yang suka berbelanja juga, ya, nanti malah semakin gak terkontrol.
Minta bantuan temanmu yang hemat dan rasional supaya kamu bisa berbelanja sesuai kebutuhan aja.
Setelah mengetahui cara toko memanipulasi pembeli, kamu tentu lebih bisa berpikir logis saat pergi berbelanja. Yuk, lebih cerdas mengontrol diri dengan tidak impulsif!
Faqihah Muharroroh Itsnaini
Kontributor GenSINDO
Universitas Padjadjaran
Instagram: @kikyfaqiha
Sampai-sampai, kamu lupa dengan tujuan awal dan tergoda membeli barang yang sebenarnya gak penting? Mungkin, secara gak sadar, kamu udah masuk ke dalam “jebakan” yang dibuat oleh toko-toko tersebut.
Jadi, ada penelitian yang menyebut bahwa 50 persen transaksi pembelian sebenarnya gak direncanakan oleh konsumen. Nah, momen "tiba-tiba beli barang" inilah yang dimanfaatkan oleh perusahaan demi memperoleh keuntungan besar.
Gimana caranya? Kuncinya adalah tampilan toko yang menarik, penataan toko yang strategis, atau rute berbelanja di mal yang bikin kamu ‘terpaksa’ harus mengunjungi lebih banyak toko dibandingkan yang seharusnya. Penataan toko yang didesain sedemikian rupa, menjadikanmu seolah-olah lupa dengan tujuan awal berbelanja, lalu mengalihkan perhatian pada objek lain.
Tentu, ini semua bukanlah kebetulan.
Dikutip dari kcet.org, Asal mula ide itu berasal dari Victor Gruen, arsitek Austria pada abad ke-20. Gruen berpendapat, semakin menarik sensasi yang diberikan oleh toko, semakin lama konsumen menetap di dalamnya.
Foto:Victor Gruen Collection/American Heritage Center, University of Wyoming
Akhirnya, mereka akan terpengaruh untuk melihat-lihat barang, dan gak sedikit orang yang akhirnya pengen beli barang tersebut. Bisa dikatakan, pikiran dan perilaku konsumen seakan ‘dimanipulasi’ oleh perusahaan.
Victor Gruen jugalah yang pertama kali memperkenalkan konsep mal di Amerika, dengan memanfaatkan ruang dan cahaya untuk mempromosikan barang-barang di depan toko.
Bentuk rancangannya tersebut sengaja dimaksudkan untuk menarik perhatian orang yang berlalu lalang, sehingga mereka ingin masuk ke dalam toko. Inilah yang disebut dengan istilah Efek Gruen.
Eits, tunggu sebentar, jangan langsung emosi dengan ide Gruen ini. Dikutip dari Gizmodo, sebenarnya, dia punya niat yang baik, kok. Pada awalnya, visi Gruen saat mendesain mal adalah untuk menciptakan pengalaman yang lebih daripada cuma sekadar berbelanja.
Gruen berasumsi, ia membuat penataan mal seperti yang bisa kita lihat sekarang, supaya efektivitas pembelian meningkat karena kemudahan konsumen melihat barang-barang di toko.
Ia juga menginginkan keberadaan mal dianggap sebagai public gathering placeatau tempat publik berkumpul. Gak cuma area komersial, tempat perbelanjaan juga harus punya taman, kafe, lapangan tempat bermain, dan lainnya. Dengan begitu, setiap warga masyarakat dari berbagai level ekonomi bisa membaur dan berinteraksi, demikian dikutip dari Business Insider.
Sayangnya, toko-toko mulai mengimplementasikan ide ini dengan tujuan yang berbeda. Perusahaan menyadari penataan toko di dalam mal yang menarik bakal memberikan keuntungan besar bagi mereka. Pembeli akan cenderung mengeluarkan banyak uang, ketika dihadapkan dengan pemandangan menarik dari toko.
Foto:Victor Xok/Unsplash
Perlahan, konsep mal yang awalnya bertujuan memberikan sensasi menyenangkan dan efisien, berubah menjadi tempat konsumen berbelanja sampai lupa waktu dan uang. Akhirnya, visi Gruen dalam menyediakan tempat publik bagi konsumen setelah berbelanja, malah tergantikan menjadi sistem yang membuat konsumen konsumtif.
Saat ini, beberapa cara diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan besar untuk memunculkan perasaan senang saat berbelanja. Di antaranya memakai pola atau jalur yang rapi, penataan barang yang menarik, dan barang-barang yang dipajang sedemikian rupa supaya pengunjung lebih banyak berjalan untuk mengeksplorasi toko.
Gak cuma itu, ada banyak strategi tersembunyi yang digunakan perusahaan. Dikutip dari infia.co, contohnya adalah tanda diskon (sale) yang sebenarnya tetap menguntungkan toko, skema warna yang kebanyakan berwarna merah, oranye, atau kuning yang merangsang indera konsumen, barang yang diletakkan setinggi mata agar gampang dilihat, musik slow yang mendorong konsumen meluangkan waktu lebih lama, dan masih banyak lagi.
Terus, gimana caranya supaya kita bisa mengerem keinginan berbelanja berlebihan saat berhadapan dengan Efek Gruen?
Foto:Jp Valery/Unsplash
Tips Menghindari Belanja Berlebihan
Jangan khawatir, kamu bisa, kok, mengantisipasi efek Gruen dengan beberapa cara. Pertama, kamu bisa membuat daftar belanja atau barang yang akan dibeli sebelumnya. Dengan membuat daftar belanja, seenggaknya kamu bisa lebih fokus dengan barang yang kamu rencanakan, gak asal membeli tanpa tahu kegunaannya.
Kedua, usahakan mengurangi penggunaan kartu atau dompet digital, dan bawalah uang tunai secukupnya. Kartu debit atau kredit yang jumlahnya gak langsung terlihat akan membuat kamu rentan membeli barang secara impulsif. Uang tunai seperlunya juga akan menghalangi kamu saat tiba-tiba tergoda melihat barang menarik di etalase toko.
Ketiga, kamu bisa mengajak teman saat berbelanja untuk mengingatkanmu. Tapi, jangan ajak teman yang suka berbelanja juga, ya, nanti malah semakin gak terkontrol.
Minta bantuan temanmu yang hemat dan rasional supaya kamu bisa berbelanja sesuai kebutuhan aja.
Setelah mengetahui cara toko memanipulasi pembeli, kamu tentu lebih bisa berpikir logis saat pergi berbelanja. Yuk, lebih cerdas mengontrol diri dengan tidak impulsif!
Faqihah Muharroroh Itsnaini
Kontributor GenSINDO
Universitas Padjadjaran
Instagram: @kikyfaqiha
(her)