Bebas Ganjil Genap, Ini Tren Mobil Listrik di Indonesia dan Negara Tetangga
A
A
A
Isu lingkungan semakin marak dibicarakan selama beberapa tahun belakangan. Keberadaan mobil listrik pun dianggap sebagian kalangan menjawab kebutuhan ini.
Apalagi buat di Indonesia, yang sebagian masyarakatnya pengen mobilitas tinggi, bawa kendaraan pribadi, tapi gak terhalang peraturan ganjil genap kayak di Jakarta.
Di Indonesia Didukung Peraturan Presiden
Foto:Grab Indonesia
Hal ini pun mendapatkan dukungan dari pemerintah Indonesia lewat Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Implikasinya, sejumlah merek mobil ternama menyerbu pasar Indonesia dengan mobil listrik yang mereka produksi seperti DFSK Glory E3, BMW i3S, Tesla Model 3, Nissan Leaf dan beberapa merek lain yang menggunakan konsep hybrid.
Tren mobil listrik juga bikin Grab Indonesia bekerja sama dengan Hyundai meluncurkan variasi tipe kendaraan berbasis listrik dengan nama GrabCar Elektrik.
Sebelumnya, Blue Bird pada April 2019 juga udah meluncurkan layanan mobil listrik bernama e-Taxi.
Meski begitu, tingginya harga mobil listrik yang berkisar Rp400 juta sampai Rp2 miliar lebih jadi bahan pertimbangan untuk membelinya.
Di samping itu, keterbatasan jumlah tempat pengisian bahan bakar dan lamanya waktu pengisian menjadi pertimbangan utama dalam membeli mobil listrik ini.
Tren Mobil Listrik di Thailand
Foto:Wichan Charoenkiatpakul/Bangkok Post
Dilansir dari Thai PBS World, industri mobil listrik Thailand disebut punya potensi berkembang pesat beberapa tahun ke depan.
Sekarang sudah ada 120 ribu mobil listrik yang lalu-lalang di jalanan Thailand atau 1,2 persen dari jumlah total mobil yang beredar.
Thailand menargetkan peningkatan jumlah Electronic Vehicles sebanyak 1,2 juta pada tahun 2036.
Sementara itu dikutip dari Bangkokpost, Thailand adalah negara pertama di Asia Tenggara yang menawarkan insentif bagi produsen EV (Electronic Vehicles) dan pengurangan pajak atas penjualan mobil mereka.
Perusahaan bisa memperoleh keringanan pajak perusahaan selama delapan tahun, pembebasan bea masuk atas mesin dan suku cadang, dan pengurangan pajak cukai.
Tren di Malaysia
Foto:ChargEv
Dikutip dari Energy Watch Malaysia, pemerintah Malaysia berambisi memassalkan penggunaan mobil listrik melalui National Electric Mobility Blueprint pada 2015. Ada tiga strategi yang dijalankan yaitu mempromosikan penggunaan transportasi publik elektrik dan mendorong kepemilikan pribadi atas EV, memperkuat ekosistem Electric Mobility, dan mengakselerasi peluang lokalisasi teknologi Electric Mobility.
Hal ini diperkuat dengan pembangunan infrastruktur yaitu charging station 251 buah, yang memiliki kapasitas pengisian 3,7 kWh atau 22 kWh. Pada 2020, pemerintah Malaysia menargetkan pertambahan jumlah charging station sampai mencapai 125 ribu.
Dari hal di atas, bisa disimpulkan bahwa Indonesia kalah cepat memulai tren otomotif ini. Selain karena harga unit yang cukup mahal, juga ketidaksiapan pemerintah dalam hal infrastruktur.
Shanen Patricia
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @patriciaaash
Apalagi buat di Indonesia, yang sebagian masyarakatnya pengen mobilitas tinggi, bawa kendaraan pribadi, tapi gak terhalang peraturan ganjil genap kayak di Jakarta.
Di Indonesia Didukung Peraturan Presiden
Foto:Grab Indonesia
Hal ini pun mendapatkan dukungan dari pemerintah Indonesia lewat Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Implikasinya, sejumlah merek mobil ternama menyerbu pasar Indonesia dengan mobil listrik yang mereka produksi seperti DFSK Glory E3, BMW i3S, Tesla Model 3, Nissan Leaf dan beberapa merek lain yang menggunakan konsep hybrid.
Tren mobil listrik juga bikin Grab Indonesia bekerja sama dengan Hyundai meluncurkan variasi tipe kendaraan berbasis listrik dengan nama GrabCar Elektrik.
Sebelumnya, Blue Bird pada April 2019 juga udah meluncurkan layanan mobil listrik bernama e-Taxi.
Meski begitu, tingginya harga mobil listrik yang berkisar Rp400 juta sampai Rp2 miliar lebih jadi bahan pertimbangan untuk membelinya.
Di samping itu, keterbatasan jumlah tempat pengisian bahan bakar dan lamanya waktu pengisian menjadi pertimbangan utama dalam membeli mobil listrik ini.
Tren Mobil Listrik di Thailand
Foto:Wichan Charoenkiatpakul/Bangkok Post
Dilansir dari Thai PBS World, industri mobil listrik Thailand disebut punya potensi berkembang pesat beberapa tahun ke depan.
Sekarang sudah ada 120 ribu mobil listrik yang lalu-lalang di jalanan Thailand atau 1,2 persen dari jumlah total mobil yang beredar.
Thailand menargetkan peningkatan jumlah Electronic Vehicles sebanyak 1,2 juta pada tahun 2036.
Sementara itu dikutip dari Bangkokpost, Thailand adalah negara pertama di Asia Tenggara yang menawarkan insentif bagi produsen EV (Electronic Vehicles) dan pengurangan pajak atas penjualan mobil mereka.
Perusahaan bisa memperoleh keringanan pajak perusahaan selama delapan tahun, pembebasan bea masuk atas mesin dan suku cadang, dan pengurangan pajak cukai.
Tren di Malaysia
Foto:ChargEv
Dikutip dari Energy Watch Malaysia, pemerintah Malaysia berambisi memassalkan penggunaan mobil listrik melalui National Electric Mobility Blueprint pada 2015. Ada tiga strategi yang dijalankan yaitu mempromosikan penggunaan transportasi publik elektrik dan mendorong kepemilikan pribadi atas EV, memperkuat ekosistem Electric Mobility, dan mengakselerasi peluang lokalisasi teknologi Electric Mobility.
Hal ini diperkuat dengan pembangunan infrastruktur yaitu charging station 251 buah, yang memiliki kapasitas pengisian 3,7 kWh atau 22 kWh. Pada 2020, pemerintah Malaysia menargetkan pertambahan jumlah charging station sampai mencapai 125 ribu.
Dari hal di atas, bisa disimpulkan bahwa Indonesia kalah cepat memulai tren otomotif ini. Selain karena harga unit yang cukup mahal, juga ketidaksiapan pemerintah dalam hal infrastruktur.
Shanen Patricia
Kontributor GenSINDO
Universitas Indonesia
Instagram: @patriciaaash
(her)