CERMIN: Gadis Paya dan Prasangka Kita
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2016. Setelah merampungkan penayangan film MIRACLE: Jatuh Dari Surga padaakhir 2015, saya berkenalan dengan Josef K.
Josef K adalah seorang bankir dengan karier cemerlang. Suatu pagi dia ditangkap dua petugas di apartemennya. Dia dituntut ke pengadilan untuk tuntutan yang tidak pernah terungkap. K merasa bingung apa yang menjadi kesalahannya sehingga dituntut. Karena selama ini K yakin tidak pernah berbuat tindakan kriminal.
Josef K adalah karakter utama dari novel Franz Kafka, The Trial (Proses). Seorang manusia yang mencoba memahami bagaimana keadilan bekerja terutama untuk dirinya yang sama sekali buta hukum. Tapi ia pada akhirnya tahu bahwa manusia juga bisa buta dan keadilan bisa berakhir semu. Dan K terperangkap di tengah-tengahnya.
Sedikit banyak karakter Josef K mengingatkan saya pada Kya Clark dari film Where the Crawdads Sing. Kya adalah seorang gadis mandiri dan pemberani yang dibesarkan oleh alam ketika orang tua dan kakak-kakaknya pergi begitu saja meninggalkannya. Ia selalu merasa dilindungi oleh paya dan seisinya yang bisa memenuhi segala kebutuhannya.
Foto: Sony Pictures Releasing
Tapi Kya justru tak terlindungi dari sesama manusia. Dari mereka yang berprasangka padanya hanya karena ia berbeda. Hanya karena ia besar dengan cara berbeda, maka ia dianggap 'lain'. Apa pun yang 'lain' harus diwaspadai, dicurigai dan pada akhirnya dimusuhi. Kya menjadi korban kezaliman prasangka yang sewenang-wenang.
Tapi Kya juga manusia. Ia bisa jatuh cinta suatu ketika pada Tate Walker. Yang mengajarkannya bertemu dunia yang lebih luas dari membaca. Yang memberinya pemikiran bahwa dengan pengetahuannya, ia bisa berbagi ke masyarakat melalui buku yang ditulisnya.
Setelah Tate, Kya juga bisa jatuh cinta pada Chase Andrews, yang memujanya setengah hati lalu membagi perasaannya pada perempuan lain. Yang mencintainya setengah mati hingga tega memukulinya hingga setengah mati. Yang pada akhirnya mengajarkannya bahwa bagi Kya seorang, cinta akan selalu berdampingan dengan sisi lain dirinya yang dipenuhi prasangka orang lain terhadapnya.
Baca Juga: CERMIN: Nanti Kita Cerita tentang Pernikahan Ini
Dan prasangka itu menemui sumbunya ketika suatu pagi di kota kecil Barkley Cove ditemukan mayat yang mengambang di tengah rawa. Mayat itu diidentifikasi sebagai Chase, pria idola kota kecil itu. Masyarakat merasa inilah waktu paling tepat untuk menyudutkan 'yang lain' itu setelah bertahun-tahun. Dan mereka melakukannya dengan keji.
Inilah saatnya Kya berhadapan dengan dunia. Sebuah tempat yang bertahun-tahun memojokkannya, sebuah tempat yang tak pernah memberinya sekadar pijakan untuk berdiri. Kya dipaksa masuk ke dalam dunia berbeda. Sebuah penjara bermodal prasangka yang sudah disimpan bertahun-tahun bak dendam kesumat itu.
Foto: Sony Pictures Releasing
Kya, juga Josef K, juga sebagian dari kita akhirnya mempertanyakan apa sesungguhnya keadilan. Apakah perkataan satu atau beberapa orang tanpa pembuktian bisa dianggap sebagai kebenaran?
Apakah opini satu atau beberapa orang yang sering kali lebih banyak diisi dengan imajinasi bisa diterima sebagai kebenaran? Dan apakah sesungguhnya kebenaran itu? Bagaimana kita membuktikan kebenaran hanya dari opini dan imajinasi?
Pada suatu ketika, saya juga pernah berada di posisi Kya. Dituduh melakukan sesuatu yang tak pernah bisa dibuktikan. Dan si penuduh tanpa merasa bersalah terus membakar orang demi orang dengan opini yang tak bisa dipertanggungjawabkan.
Si penuduh juga tak pernah merasa perlu mendudukkan masalah dengan tertuduh, yaitu saya. Ia hirau dari mencari kebenaran karena sudah punya versi kebenarannya sendiri. Jadi apa pentingnya keadilan baginya jika kebenaran pun direkayasa olehnya?
Foto: Sony Pictures Releasing
Seperti Kya, Josef K dan juga saya pada suatu ketika, kami tak tertarik untuk membela diri. Kami membiarkan bukti demi bukti membuka dirinya sendiri dan pada akhirnya lebih memperlihatkan siapa kita sebenarnya. Bahwa tuduhan lebih sering digerakkan oleh prasangka, oleh nafsu untuk menghancurkan, bukan oleh niat baik untuk mencari keadilan.
Tapi siapa kita ini yang begitu bernafsu menghakimi orang lain? Siapa kita ini yang merasa pantas melihat diri kita lebih baik dari orang lain? Mengapa kita terus memelihara prasangka kita? Mengapa kita terus membiarkannya tumbuh subur dalam diri kita?
Baca Juga: 10 Drama Korea Netflix dengan Rating Tertinggi di Rotten Tomatoes, Ada yang 100%
Kya tak pernah berusaha membela dirinya. Namun saya memilih untuk membela diri secara terbuka. Karena tak ada satu cara yang ajeg untuk membuktikan kebenaran.
Apa sesungguhnya kebenaran itu? Dan bagaimana keadilan bisa bekerja dengan baik? Bagi Deleuze dan Guittari, keadilan ternyata bukanlah keniscayaan melainkan kebetulan.
WHERE THE CRAWDADS SING
Produser: Lauren Neustadter, Reese Witherspoon
Sutradara: Olivia Newman
Penulis Skenario: Lucy Alibar
Pemain: Daisy Edgar-Jones, Taylor John Smith, Harris Dickinson
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute
Josef K adalah seorang bankir dengan karier cemerlang. Suatu pagi dia ditangkap dua petugas di apartemennya. Dia dituntut ke pengadilan untuk tuntutan yang tidak pernah terungkap. K merasa bingung apa yang menjadi kesalahannya sehingga dituntut. Karena selama ini K yakin tidak pernah berbuat tindakan kriminal.
Josef K adalah karakter utama dari novel Franz Kafka, The Trial (Proses). Seorang manusia yang mencoba memahami bagaimana keadilan bekerja terutama untuk dirinya yang sama sekali buta hukum. Tapi ia pada akhirnya tahu bahwa manusia juga bisa buta dan keadilan bisa berakhir semu. Dan K terperangkap di tengah-tengahnya.
Sedikit banyak karakter Josef K mengingatkan saya pada Kya Clark dari film Where the Crawdads Sing. Kya adalah seorang gadis mandiri dan pemberani yang dibesarkan oleh alam ketika orang tua dan kakak-kakaknya pergi begitu saja meninggalkannya. Ia selalu merasa dilindungi oleh paya dan seisinya yang bisa memenuhi segala kebutuhannya.
Foto: Sony Pictures Releasing
Tapi Kya justru tak terlindungi dari sesama manusia. Dari mereka yang berprasangka padanya hanya karena ia berbeda. Hanya karena ia besar dengan cara berbeda, maka ia dianggap 'lain'. Apa pun yang 'lain' harus diwaspadai, dicurigai dan pada akhirnya dimusuhi. Kya menjadi korban kezaliman prasangka yang sewenang-wenang.
Tapi Kya juga manusia. Ia bisa jatuh cinta suatu ketika pada Tate Walker. Yang mengajarkannya bertemu dunia yang lebih luas dari membaca. Yang memberinya pemikiran bahwa dengan pengetahuannya, ia bisa berbagi ke masyarakat melalui buku yang ditulisnya.
Setelah Tate, Kya juga bisa jatuh cinta pada Chase Andrews, yang memujanya setengah hati lalu membagi perasaannya pada perempuan lain. Yang mencintainya setengah mati hingga tega memukulinya hingga setengah mati. Yang pada akhirnya mengajarkannya bahwa bagi Kya seorang, cinta akan selalu berdampingan dengan sisi lain dirinya yang dipenuhi prasangka orang lain terhadapnya.
Baca Juga: CERMIN: Nanti Kita Cerita tentang Pernikahan Ini
Dan prasangka itu menemui sumbunya ketika suatu pagi di kota kecil Barkley Cove ditemukan mayat yang mengambang di tengah rawa. Mayat itu diidentifikasi sebagai Chase, pria idola kota kecil itu. Masyarakat merasa inilah waktu paling tepat untuk menyudutkan 'yang lain' itu setelah bertahun-tahun. Dan mereka melakukannya dengan keji.
Inilah saatnya Kya berhadapan dengan dunia. Sebuah tempat yang bertahun-tahun memojokkannya, sebuah tempat yang tak pernah memberinya sekadar pijakan untuk berdiri. Kya dipaksa masuk ke dalam dunia berbeda. Sebuah penjara bermodal prasangka yang sudah disimpan bertahun-tahun bak dendam kesumat itu.
Foto: Sony Pictures Releasing
Kya, juga Josef K, juga sebagian dari kita akhirnya mempertanyakan apa sesungguhnya keadilan. Apakah perkataan satu atau beberapa orang tanpa pembuktian bisa dianggap sebagai kebenaran?
Apakah opini satu atau beberapa orang yang sering kali lebih banyak diisi dengan imajinasi bisa diterima sebagai kebenaran? Dan apakah sesungguhnya kebenaran itu? Bagaimana kita membuktikan kebenaran hanya dari opini dan imajinasi?
Pada suatu ketika, saya juga pernah berada di posisi Kya. Dituduh melakukan sesuatu yang tak pernah bisa dibuktikan. Dan si penuduh tanpa merasa bersalah terus membakar orang demi orang dengan opini yang tak bisa dipertanggungjawabkan.
Si penuduh juga tak pernah merasa perlu mendudukkan masalah dengan tertuduh, yaitu saya. Ia hirau dari mencari kebenaran karena sudah punya versi kebenarannya sendiri. Jadi apa pentingnya keadilan baginya jika kebenaran pun direkayasa olehnya?
Foto: Sony Pictures Releasing
Seperti Kya, Josef K dan juga saya pada suatu ketika, kami tak tertarik untuk membela diri. Kami membiarkan bukti demi bukti membuka dirinya sendiri dan pada akhirnya lebih memperlihatkan siapa kita sebenarnya. Bahwa tuduhan lebih sering digerakkan oleh prasangka, oleh nafsu untuk menghancurkan, bukan oleh niat baik untuk mencari keadilan.
Tapi siapa kita ini yang begitu bernafsu menghakimi orang lain? Siapa kita ini yang merasa pantas melihat diri kita lebih baik dari orang lain? Mengapa kita terus memelihara prasangka kita? Mengapa kita terus membiarkannya tumbuh subur dalam diri kita?
Baca Juga: 10 Drama Korea Netflix dengan Rating Tertinggi di Rotten Tomatoes, Ada yang 100%
Kya tak pernah berusaha membela dirinya. Namun saya memilih untuk membela diri secara terbuka. Karena tak ada satu cara yang ajeg untuk membuktikan kebenaran.
Apa sesungguhnya kebenaran itu? Dan bagaimana keadilan bisa bekerja dengan baik? Bagi Deleuze dan Guittari, keadilan ternyata bukanlah keniscayaan melainkan kebetulan.
WHERE THE CRAWDADS SING
Produser: Lauren Neustadter, Reese Witherspoon
Sutradara: Olivia Newman
Penulis Skenario: Lucy Alibar
Pemain: Daisy Edgar-Jones, Taylor John Smith, Harris Dickinson
Ichwan Persada
Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute
(ita)