CERMIN: 'Keluarga Cemara' dan Harta Paling Berharga

Sabtu, 25 Juni 2022 - 17:03 WIB
loading...
CERMIN: Keluarga Cemara dan Harta Paling Berharga
Film Keluarga Cemara 2 mengingatkan lagi akan pentingnya janji dan nilai-nilai baik. Foto/Visinema Pictures
A A A
JAKARTA - Tahun 1981. Saya yang masih balita berpindah domisili dari Ujung Pandang ke Polewali (kini Sulawesi Barat). Sementara itu, Penulis Arswendo Atmowiloto menerbitkan kumpulan cerita pendek tentang keluarga Abah dan Emak dari Keluarga Cemara.

Melompat ke 15 tahun setelahnya, Keluarga Cemara mewujud menjadi serial televisi. Sebuah karya yang berani mencelat dari arus. Ketika televisi (hingga kini) lebih suka menjual hal-hal tak realistis, Keluarga Cemara datang dengan niat membumi.

Kisahnya menyajikan hal-hal yang pernah dialami penonton termasuk saya. Menjadikannya cermin untuk melihat kembali apa yang pernah kita alami dalam hidup.

Kisah Keluarga Cemara mungkin memang ditakdirkan berumur panjang agar selalu menjadi cermin dari generasi ke generasi. Ketika dibuat menjadi film dan tayang di bioskop pada 2019, Keluarga Cemarasukses mengelus-elus hati 1,7 juta penonton termasuk saya.

Saya mungkin melihat sejumlah sisi sosok Abah pada diri saya. Pernah beberapa kali ditipu, pernah bangkrut dan bangkit lagi dengan susah payah.

CERMIN: 'Keluarga Cemara' dan Harta Paling Berharga

Foto: Visinema Pictures

Abah menghadapi hidup yang susah payah itu dengan gagah. Ia tahu ia tetap harus menjadi gagah di hadapan keluarganya. Tapi ia juga tahu bahwa ia manusia biasa dalam kondisi luar biasa seperti yang kini dialaminya. Beruntung memang Abah punya cinta yang selalu mengelilinginya: keluarga.

Kehilangan seluruh harta untuk menyadari ada harta yang lebih berharga adalah perjalanan panjang yang harus dilalui Abah dan keluarga, juga kita semua. Terlebih ketika kita berhadapan dengan pandemi.

Seperti Abah, sebagian dari kita kehilangan penghasilan. Hidup seperti berhenti tapi pengeluaran terus berjalan. Dan Emak tahu itu. Ia tak mau lagi masuk ke lubang itu dan bersikeras mesti selalu punya tabungan untuk hal-hal tak terduga dalam hidup.

Sebagian dari kita gagap ketika pandemi menghantam. Ekonomi dunia karut marut. Kita terperangkap di tengahnya. Begitu banyak dari kita yang akhirnya memilih menyerah pada hidup.

Kita melihat angka bunuh diri membubung tinggi dan kita tak bisa berbuat apa pun. Kita hanya sedikit lebih beruntung dari mereka. Saya termasuk salah satu yang terkena depresi, dampak panjang dari pandemi yang menggelisahkan bagi penopang keluarga seperti Abah dan juga saya.

Tapi Keluarga Cemara 2tidak menjadikan pandemi sebagai tempat mengeluh. Abah dan Emak bersyukur mereka bisa melewatinya seperti kita semua. Kita memang belum baik-baik saja, tapi kita bersyukur masih bisa hidup, melanjutkan perjalanan yang sudah kita rintis sebelumnya. Kita masih bisa melihat cahaya di ujung jalan, berbeda dengan mereka yang akhirnya memilih jalan gelap untuk keluar dari kekalutan.

Satu hal yang selalu bisa kita andalkan dari cerita Keluarga Cemara adalah nilai-nilai baik di dalamnya. Ketika sebagian dari kita masih terjebak pada kesalehan individual, Keluarga Cemara memang melihat tak kalah pentingnya kesalehan sosial dipraktikkan.

CERMIN: 'Keluarga Cemara' dan Harta Paling Berharga

Foto: Visinema Pictures

Setelah kejujuran, kini soal janji. Betapa kita sering meremehkan soal janji. Padahal sedari kecil penting sekali anak diajarkan soal komitmen dan perlunya berupaya keras menepatinya. “Kakak, kan, udah janji tapi selalu lupa,“ ujar Ara yang kini semakin kritis menjewer telinga kita semua.

Baca Juga: CERMIN: Impian Amerika dari Mata Adam Neumann

Seberapa sering kita berjanji? Seberapa sering kita menepatinya? Seberapa sering kita mengingkarinya? Dan mengapa kita begitu mudah melupakan janji?

Saya melihat Ara seperti melihat kedua putri saya, Putri dan Mutia. Ramadan lalu saya berjanji untuk memberi keduanya hadiah, asal mereka berpuasa penuh selama sebulan. Putri sudah berusia 11 tahun dan Mutia menginjak usia 8 tahun.

Keduanya anak yang tak neko-neko, tak sering meminta dari saya. Namun ketika saya menjanjikan hadiah tersebut, mereka terus mengingatnya.

Sama seperti Abah, juga seperti banyak ayah-ayah lain di negeri ini, kami masih mencoba bangkit dari perangkap pandemi. Maka urusan hadiah yang biasanya sangat mudah disiapkan menjadi sedikit lebih rumit dari biasanya. Ada uang ekstra yang harus disiapkan untuk memenuhi janji itu di luar kebutuhan lain di tengah pengelolaan keuangan yang masih sangat ketat.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1142 seconds (0.1#10.140)