Sampah di Pura Besakih Hampir Satu Ton, Mahasiswa IPB 'Sulap' jadi Produk Menguntungkan
loading...
A
A
A
DENPASAR - Sampah sisa persembahyangan di Pura Besakih, pura terbesar di Bali, diperkirakan mencapai satu ton per hari. Sampah ini lantas berusaha diolah oleh para mahasiswa IPB agar bernilai ekonomi.
Saat persembahyangan, umat Hindu memerlukan sarana dan prasarana yang salah satunya adalah canang. Canang terdiri dari beberapa bahan yang merupakan bahan organik, seperti daun kelapa, berbagai macam bunga, daun pandan, dan lainnya.
Masyarakat desa setempat kerap bingung dalam pengelolaan sampah organik tersebut. Sementara pemerintah cenderung fokus pada pengolahan sampah plastik. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan menumpuknya sampah organik di Desa Besakih.
Permasalahan ini lantas menjadi perhatian tiga mahasiswa IPB yang sedang melakukan pengabdian masyarakat melalui kompetisi PIMNAS Pengabdian Masyarakat yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Mereka yaitu I Dewa Gede Wicaksana Prabaswara, Rafid Rizqullah, dan Gde Bayu Pangestu Aw menjalankan program BESAclean dengan mengajak Karang Taruna Giri Kusuma di Besakih sebagai mitra untuk program pengabdian masyarakat yang mereka lakukan.
Foto: Ni Ketut Chandra Puspita
Program yang dijalankan adalah pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos (padat dan cair) dan minyak atsiri yang nantinya dapat dijual oleh masyarakat untuk meningkatkan perekonomian mereka.
Program ini dilakukan dengan dua cara, yaitu pelatihan secara tatap muka langsung dan daring. Pelatihan daring dilakukan untuk memberikan dasar-dasar pembuatan pupuk dan minyak atsiri. Sementara pelatihan langsung dilakukan untuk mempraktikkan pelatihan yang sudah dilakukan.
Baca Juga: ‘Menyulap’ Sampah Jadi Uang Belasan Juta Rupiah
Produk pupuk yang dihasilkan sesuai dengan standarisasi SNI secara kasat mata seperti tekstur dan bau. Pupuk ini juga sudah pernah diujicobakan pada tanaman dengan hasil menunjukkan tanaman menjadi cepat berbuah.
Foto: Ni Ketut Chandra Puspita
Selain pengolahan sampah organik, pelatihan ini juga sekaligus memberikan edukasi tentang branding dan pemasaran produk.
Pada akhir program, direncanakan untuk membuat eduwisata yang bertujuan untuk memperkenalkan cara pengolahan sampah di wilayah tersebut sekaligus menunjukkan produk yang sudah dibuat masyarakat.
Saat ini, program masih berada dalam tahap edukasi dan praktik kepada mitra. Saat akhir program ini, yaitu pada September mendatang, diharapkan masyarakat Desa Besakih sudah bisa mandiri dalam berbisnis danmembuat produk.
Foto: Ni Ketut Chandra Puspita
Program ini pun mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Mereka sangat antusias karena produknya potensial untuk bisa meningkatkan perekonomian mereka. Selain itu, fasilitas yang diberikan juga sangat membantu mereka menjadi lebih semangat.
Baca Juga: Gimana Caranya Tampil Gaya Tanpa Makin Merusak Lingkungan?
Tim IPB berharap ke depannya pemanfaatan sampah ini bisa lebih maksimal dan dapat diterapkan di seluruh desa di Bali dan bahkan Indonesia.
Ni Ketut Candra Puspita
Kontributor GenSINDO
Indonesia International Institute for Life-Sciences
Instagram: @nkcandrapuspita
Saat persembahyangan, umat Hindu memerlukan sarana dan prasarana yang salah satunya adalah canang. Canang terdiri dari beberapa bahan yang merupakan bahan organik, seperti daun kelapa, berbagai macam bunga, daun pandan, dan lainnya.
Masyarakat desa setempat kerap bingung dalam pengelolaan sampah organik tersebut. Sementara pemerintah cenderung fokus pada pengolahan sampah plastik. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan menumpuknya sampah organik di Desa Besakih.
Permasalahan ini lantas menjadi perhatian tiga mahasiswa IPB yang sedang melakukan pengabdian masyarakat melalui kompetisi PIMNAS Pengabdian Masyarakat yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Mereka yaitu I Dewa Gede Wicaksana Prabaswara, Rafid Rizqullah, dan Gde Bayu Pangestu Aw menjalankan program BESAclean dengan mengajak Karang Taruna Giri Kusuma di Besakih sebagai mitra untuk program pengabdian masyarakat yang mereka lakukan.
Foto: Ni Ketut Chandra Puspita
Program yang dijalankan adalah pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos (padat dan cair) dan minyak atsiri yang nantinya dapat dijual oleh masyarakat untuk meningkatkan perekonomian mereka.
Program ini dilakukan dengan dua cara, yaitu pelatihan secara tatap muka langsung dan daring. Pelatihan daring dilakukan untuk memberikan dasar-dasar pembuatan pupuk dan minyak atsiri. Sementara pelatihan langsung dilakukan untuk mempraktikkan pelatihan yang sudah dilakukan.
Baca Juga: ‘Menyulap’ Sampah Jadi Uang Belasan Juta Rupiah
Produk pupuk yang dihasilkan sesuai dengan standarisasi SNI secara kasat mata seperti tekstur dan bau. Pupuk ini juga sudah pernah diujicobakan pada tanaman dengan hasil menunjukkan tanaman menjadi cepat berbuah.
Foto: Ni Ketut Chandra Puspita
Selain pengolahan sampah organik, pelatihan ini juga sekaligus memberikan edukasi tentang branding dan pemasaran produk.
Pada akhir program, direncanakan untuk membuat eduwisata yang bertujuan untuk memperkenalkan cara pengolahan sampah di wilayah tersebut sekaligus menunjukkan produk yang sudah dibuat masyarakat.
Saat ini, program masih berada dalam tahap edukasi dan praktik kepada mitra. Saat akhir program ini, yaitu pada September mendatang, diharapkan masyarakat Desa Besakih sudah bisa mandiri dalam berbisnis danmembuat produk.
Foto: Ni Ketut Chandra Puspita
Program ini pun mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Mereka sangat antusias karena produknya potensial untuk bisa meningkatkan perekonomian mereka. Selain itu, fasilitas yang diberikan juga sangat membantu mereka menjadi lebih semangat.
Baca Juga: Gimana Caranya Tampil Gaya Tanpa Makin Merusak Lingkungan?
Tim IPB berharap ke depannya pemanfaatan sampah ini bisa lebih maksimal dan dapat diterapkan di seluruh desa di Bali dan bahkan Indonesia.
Ni Ketut Candra Puspita
Kontributor GenSINDO
Indonesia International Institute for Life-Sciences
Instagram: @nkcandrapuspita
(ita)