'Pohon Sakti' Ulin Tak Lagi Dilindungi, Bagaimana Nasib Selanjutnya?

Jum'at, 04 Juni 2021 - 16:57 WIB
loading...
Pohon Sakti Ulin Tak Lagi Dilindungi, Bagaimana Nasib Selanjutnya?
Pohon ulin dikenal sebagai pohon yang sangat kuat, tapi sayangnya kini tergolong langka. Foto/Mongabay
A A A
JAKARTA - Foto Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar memakai pakaian adat Dayak saat merayakan Hari Lahir Pancasila memicu komentar pedas dari warganet terkait kebijakannya terkait pohon ulin yang dikeluarkan pada 2018.

Warganet menyebut Siti melakukan cultural appropriation, yaitu pemanfaatan suatu budaya untuk kepentingan pribadi seseorang. Mereka juga mengaitkannya dengan status pohon ulin yang merupakan pohon khas Kalimantan yang sering dipakai untuk membangun rumah masyarakat adat.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan pohon ulin dari daftar tumbuhan yang dilindungi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018. Keputusan itu memunculkan reaksi tajam dari warganet, bahkan terdapat petisi yang sudah ditandatangani oleh 27.688 orang.

Petisi itu mendesak KLHK untuk mengembalikan pohon ulin lagi ke dalam daftar tumbuhan dilindungi. Selain pohon ulin, terdapat sembilan spesies flora hampir punah lainnya yang dikeluarkan.

POHON YANG DILINDUNGI DUNIA

'Pohon Sakti' Ulin Tak Lagi Dilindungi, Bagaimana Nasib Selanjutnya?

Foto:Seeds of Borneo

Pohon ulin adalah jenis pohon yang terkenal sangat kuat. Ia punya julukan pohon besi (borneo ironwood) karena dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Saking kuatnya, pohon ulin tidak mudah untuk ditebang menggunakan gergaji biasa.

Oleh karena bahannya yang sangat kuat, ia juga dimanfaatkan oleh masyarakat adat Kalimantan untuk membuat rumah, atap, jembatan, bahkan perahu. Bagi mereka yang tinggal di daerah perairan atau rawa, kayu ulin sangat berguna. Kayu ini terkenal tidak akan mudah rapuh meskipun terendam air dalam waktu lama.

Bahan kayu yang kuat ternyata membuatnya tidak mudah untuk ditanam. Pohon ulin termasuk jenis pohon yang memiliki pertumbuhan cukup lama. Pohon ulin hanya tumbuh sebesar 0,058 cm per tahun. Karena ia memiliki cangkang yang keras, proses pertumbuhan bibit pun memakan waktu yang sangat lama.

Berbanding dengan waktu pertumbuhannya, penebangan terhadap pohon ulin sering dilakukan oleh para penebang liar. Hal tersebut membuat regenerasi pohon ulin semakin sulit dilakukan.

Baca Juga: Bukan cuma Laki-laki dan Perempuan, Ini Lima Gender dalam Budaya Bugis

Melansir dari petisi Ragil , dunia internasional menyadari bahwa spesies ini adalah tumbuhan langka. Komunitas konservasi internasional International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan spesies ini ke dalam Daftar Merah (the IUCN Red List of Threatened Species) dengan status vulnerable (rentan).

Disebutkan juga bahwa ancaman bagi pohon ini adalah penebangan berlebih, konversi hutan menjadi area pertanian (agrikultur) dan penggunaannya untuk industri bangunan.

Ironisnya, saat dunia internasional mati-matian melindungi pohon ulin, masyarakat Indonesia—sebagai pemilik asli—justru merusaknya demi kepentingan pribadi.

DIDUGA KEBERADAANNYA MENGGANGGU PENGUSAHA SAWIT

'Pohon Sakti' Ulin Tak Lagi Dilindungi, Bagaimana Nasib Selanjutnya?

Foto:Deposit Photos

Liputan investigasi majalah Tempo memaparkan bahwa penebangan ulin secara liar marak dilakukan oleh perusahaan sawit. Dalam investigasi ini ditemukan bahwa PT Sawit Mandiri Lestari (SML) yang melakukan penebangan. Setelah ditebang, kayu dari pohon ulin kemudian mereka jual ke Pangkalan Bun.

Effendi, ketua adat baru mendapatkan informasi tersebut dari warga karena telah memasuki wilayah adat. Ia juga mendapat informasi lain bahwa perusahaan tersebut sedang melakukan pembersihan lahan untuk ditanami sawit. Dijelaskan bahwa PT SML ternyata telah mengantongi hak guna usaha dari KLHK. Oleh karena itu, lokasi penebangan kayu ulin tersebut dimiliki oleh PT SML secara hukum.

Effendi pun tak tinggal diam. Ia berusaha mengajukan permohonan pengakuan tanah wilayah adat mereka itu ke Badan Registrasi Wilayah Adat di Bogor. Bahkan mereka juga mengirim surat ke KLHK dan Kantor Staf Presiden. Namun hanya angin kosong yang didapat.

RESPON DARI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1568 seconds (0.1#10.140)